Jakarta, Kowantaranews.com -Konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan sejumlah pengurus Nahdlatul Ulama (NU) telah menjadi babak panjang dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Hubungan yang seharusnya harmonis antara PKB, yang didirikan oleh tokoh-tokoh NU, dengan organisasi induknya, NU, telah berubah menjadi pertarungan kepentingan, pengaruh, dan legitimasi yang berlarut-larut. Perseteruan ini bukan hanya menyangkut perebutan kendali politik, tetapi juga cerminan dari dinamika sosial-keagamaan yang lebih luas di Indonesia, khususnya di kalangan Nahdliyin, sebutan bagi warga NU.
Latar belakang konflik ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah berdirinya PKB pada tahun 1998, yang saat itu didirikan oleh tokoh-tokoh penting NU seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). PKB dimaksudkan sebagai representasi politik dari warga Nahdliyin di Indonesia, dengan NU sebagai basis sosial-keagamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, perseteruan internal di PKB, serta upaya pengurus NU untuk tetap menjaga netralitas organisasi dari dunia politik, menimbulkan ketegangan yang tak kunjung reda.
Sejarah Awal Konflik: Gus Dur, Muhaimin Iskandar, dan Dualisme Kepemimpinan
Salah satu titik awal konflik besar antara PKB dan NU terjadi pada masa kepemimpinan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di PKB. Setelah Gus Dur, yang juga presiden ke-4 RI, mengundurkan diri sebagai ketua umum PKB, Muhaimin, yang merupakan keponakan Gus Dur, mengambil alih kepemimpinan partai. Namun, peralihan ini tidak berjalan mulus. Pada tahun 2008, terjadi dualisme kepemimpinan di PKB, di mana kubu Gus Dur mendukung kepemimpinan Yenny Wahid, putri Gus Dur, sementara kubu Muhaimin tetap solid di bawah kendali Cak Imin.
Konflik internal ini melibatkan pengurus-pengurus NU yang terpecah dalam mendukung kedua kubu. Sebagian besar pengurus NU mencoba menjaga jarak dari konflik politik ini, meskipun secara tidak langsung pengaruhnya merembes ke struktur organisasi NU. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada saat itu, yang dipimpin oleh KH Hasyim Muzadi, berusaha menjaga netralitas organisasi, tetapi pada kenyataannya tidak bisa sepenuhnya terlepas dari dinamika politik di PKB. Ketegangan ini berlanjut hingga Gus Dur wafat pada tahun 2009, dan semakin memperuncing hubungan antara PKB dan NU.
Baca juga : Kabinet Zaken Prabowo: Membangun Pemerintahan Berbasis Keahlian di Era Modern
Baca juga : Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Baca juga : Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Titik Panas Baru: Kontestasi Politik dan Dinamika 2024
Di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar, PKB berhasil menjadi salah satu kekuatan politik signifikan di Indonesia. PKB yang didirikan atas dasar aspirasi warga Nahdliyin berhasil mendapatkan suara signifikan pada pemilu-pemilu selanjutnya, terutama dengan terus menggaet dukungan dari berbagai kalangan NU. Namun, hubungan antara PKB dan NU kembali memanas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pada tahun 2023, pengurus NU yang saat itu dipimpin oleh KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU, menyatakan sikap tegas bahwa NU tidak boleh terseret dalam urusan politik praktis. Hal ini bertolak belakang dengan langkah PKB yang semakin terlibat dalam kontestasi Pilpres 2024, terutama dengan pencalonan Cak Imin sebagai calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan. Cak Imin, yang dikenal memiliki akar kuat di kalangan Nahdliyin, berupaya memobilisasi dukungan dari warga NU untuk memenangkan kontestasi ini. Namun, PBNU dengan tegas menyatakan bahwa NU adalah organisasi keagamaan yang harus menjaga netralitasnya.
Sikap tegas PBNU ini, yang dilihat sebagai upaya untuk menjaga organisasi tetap di jalur sosial-keagamaan, justru memperkeruh hubungan dengan PKB. Cak Imin merasa bahwa PKB, sebagai partai yang mewakili aspirasi warga NU, seharusnya mendapat dukungan penuh dari NU. Di sisi lain, PBNU melihat langkah PKB terlalu jauh dalam membawa nama NU ke ranah politik praktis, yang dinilai bisa merusak citra organisasi sebagai lembaga keagamaan yang non-partisan.
Pengaruh Politik Lokal dan Nasional
Di luar panggung politik nasional, konflik antara PKB dan NU juga memiliki dampak signifikan di tingkat lokal. Di beberapa wilayah yang menjadi basis NU, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Kalimantan, persaingan antara kader PKB dan pengurus NU semakin terlihat. Banyak tokoh-tokoh lokal NU yang memilih untuk tidak terlibat dalam politik praktis, tetapi tetap saja ketegangan tidak dapat dihindari. Ada kecenderungan di beberapa daerah bahwa tokoh-tokoh PKB mendominasi posisi-posisi strategis, baik di pemerintahan lokal maupun lembaga-lembaga masyarakat yang berafiliasi dengan NU.
Situasi ini menyebabkan beberapa pengurus NU merasa bahwa PKB terlalu mendominasi dan menggunakan basis sosial NU sebagai alat politik. Hal ini menimbulkan kecemasan bahwa NU akan kehilangan kendali atas perannya sebagai organisasi yang murni keagamaan dan sosial. Pengaruh politik PKB yang kuat di akar rumput membuat beberapa pengurus NU merasa terpinggirkan, meskipun di sisi lain, banyak juga kader-kader NU yang secara terbuka mendukung PKB.
Sikap PBNU: Menjaga Netralitas atau Kehilangan Pengaruh?
Di tengah-tengah konflik ini, PBNU terus berupaya menjaga posisinya sebagai lembaga keagamaan yang netral. Yahya Cholil Staquf, sebagai pemimpin NU yang saat ini, dengan tegas mengatakan bahwa NU tidak boleh terseret dalam politik praktis. Dalam beberapa kesempatan, Yahya Staquf menekankan pentingnya menjaga jarak antara politik dan agama, mengingat sejarah panjang NU sebagai organisasi keagamaan yang menjaga moralitas publik.
Namun, sikap PBNU ini juga mendapat kritik dari beberapa pihak yang merasa bahwa NU, sebagai organisasi besar dengan pengaruh yang luas di masyarakat, seharusnya bisa memainkan peran lebih dalam menentukan arah politik bangsa. Beberapa tokoh menganggap bahwa NU tidak bisa sepenuhnya terlepas dari politik, terutama ketika politik menyentuh aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan umat Islam dan Nahdliyin pada khususnya.
Menuju Resolusi atau Perpecahan yang Lebih Dalam?
Melihat perkembangan terbaru, sulit untuk membayangkan resolusi cepat dari konflik antara PKB dan pengurus NU. Keduanya tampaknya terus berselisih, meskipun pada tingkat tertentu tetap bekerja sama untuk menjaga harmoni di kalangan Nahdliyin. Beberapa pihak berharap bahwa ke depan akan ada upaya dialog yang lebih serius untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Namun, selama aspirasi politik dan kekuasaan tetap menjadi faktor dominan, konflik ini mungkin masih akan terus berlanjut.
Satu hal yang jelas adalah bahwa baik PKB maupun NU memiliki peran penting dalam membentuk masa depan Indonesia, baik dari sisi politik maupun sosial-keagamaan. Di tengah perseteruan ini, warga Nahdliyin diharapkan tetap menjaga persatuan dan kebersamaan, tanpa terlalu terseret dalam konflik yang melibatkan elite-elite di kedua organisasi tersebut.
Bagaimanapun, Nahdlatul Ulama tetap harus menjaga identitasnya sebagai organisasi keagamaan yang kuat, sementara PKB harus mampu mempertahankan dirinya sebagai representasi politik yang memperjuangkan aspirasi umat tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip yang selama ini dipegang oleh NU. Apakah konflik ini akan menemukan titik temu, atau justru memecah belah kedua kubu lebih dalam, masih menjadi pertanyaan besar di masa depan. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Kabinet Zaken Prabowo: Membangun Pemerintahan Berbasis Keahlian di Era Modern
Penambahan Kementerian untuk Efektivitas Pemerintahan: Langkah Strategis Kabinet Prabowo-Gibran
Mengembalikan Politik ke Publik: Evaluasi Keputusan MK dan Usulan Reformasi Ambang Batas
Pilkada 2024: Ketika Keluarga Menguasai Panggung Politik
Strategi Politik Jokowi di Akhir Jabatan: Desakan Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Tuduhan Gimik
Calon Tunggal Menjamur: Tantangan Baru Demokrasi di Pilkada 2024
Kesepakatan DPR dan KPU pada PKPU Pencalonan: Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi
Pilkada 2024: KPU Umumkan Jadwal Pendaftaran dan Revisi Aturan Pencalonan Sesuai Putusan MK
Presiden Jokowi Ikuti Putusan MK, Tolak Perppu Pilkada Setelah Revisi UU Batal
Pilkada 2024 Akan Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi: Penegasan Komisi II DPR
Keputusan MK Soal Pilkada 2024: Jalan Terbuka bagi Partai Kecil dan Kandidat Alternatif
Megawati Soekarnoputri: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Langgar Konstitusi
PDI-P Unggul dalam Pemilu Legislatif 2024, Delapan Partai Politik Duduki Kursi DPR
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung