Jakarta, Kowantaranews.com -Robert Reich, seorang tokoh yang dikenal karena pandangannya yang tajam dalam politik dan kebijakan publik, menjadi sorotan ketika ia memberikan pembelaan yang tegas terhadap mahasiswa yang memprotes perang Israel di Gaza di kampus-kampus di seluruh Amerika. Sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja dan sekarang seorang profesor kebijakan publik di Universitas California Berkeley, Reich memiliki platform yang signifikan untuk menyuarakan pendapatnya. Namun, dalam konteks ini, bukanlah pangkat atau jabatan yang menjadi sorotan, melainkan pesan yang ia sampaikan.
Dalam sebuah video yang diposting di media sosial, Reich memulai dengan menegaskan bahwa antisemitisme tidak memiliki tempat di Amerika, baik itu di kampus atau di tempat lain. Hal ini penting untuk dicatat, karena kadangkala isu-isu politik internasional seperti konflik Israel-Palestina sering kali menjadi bahan bagi bentuk-bentuk kebencian tersebut. Namun, Reich menekankan bahwa mengutuk pertumpahan darah yang terjadi di Gaza bukanlah tindakan antisemitisme. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa protes terhadap tindakan kekerasan yang menewaskan ribuan warga sipil, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, adalah suatu keharusan.
Baca juga : Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Baca juga : Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Dalam konteks konflik Israel-Palestina, statistik yang diberikan oleh The Associated Press tentang jumlah korban, lebih dari 34.000 orang tewas, memberikan gambaran tragis tentang kekerasan yang terjadi. Reich tidak hanya menyoroti angka-angka tersebut, tetapi juga menekankan bahwa mahasiswa memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengambil sikap terhadap apa yang mereka anggap salah. Ini merupakan inti dari kebebasan berpendapat di lingkungan akademis. Reich menyatakan bahwa protes damai seharusnya didorong, bukan dicegah, dan tindakan keras polisi terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi damai adalah tidak dapat diterima.
Namun, pendapat Reich tidak hanya sebatas pada aspek kebebasan berpendapat. Sebagai seorang Yahudi, ia juga menghadapi dilema internal yang kompleks dalam menyikapi konflik ini. Namun, ia menegaskan bahwa sebagai seorang akademisi dan pendidik, misi universitas adalah untuk melatih mahasiswa bagaimana belajar, bukan untuk memberi tahu mereka apa yang harus mereka pikirkan. Ini menyoroti pentingnya dialog dan debat terbuka dalam lingkungan pendidikan, bahkan ketika topiknya sensitif dan kontroversial seperti konflik Israel-Palestina.
Pendapat Reich tidak berdiri sendiri. Protes pro-Palestina telah menyebar ke berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa Columbia yang melakukan aksi protes. Di Universitas Columbia sendiri, mahasiswa mendirikan perkemahan di halaman universitas untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap perang di Gaza dan menuntut langkah-langkah konkret seperti divestasi dari perusahaan dan lembaga yang terlibat dalam pendudukan Israel di Gaza.
Namun, protes ini juga memunculkan kontroversi. Beberapa pelajar Yahudi mengklaim bahwa protes tersebut telah beralih menjadi bentuk antisemitisme. Ini adalah tantangan yang kompleks, karena banyak pelajar Yahudi sendiri yang terlibat dalam penyelenggaraan protes tersebut dan menolak tuduhan tersebut. Namun, di tengah-tengah kontroversi ini, penting untuk mempertahankan prinsip kebebasan berpendapat dan menghindari penggunaan tuduhan antisemitisme sebagai senjata politik.
Joseph Howley, seorang profesor di Columbia, menekankan pentingnya menghindari generalisasi dan stereotip. Sebagai seorang Yahudi dan seorang akademisi, ia menolak ide bahwa protes pro-Palestina secara inheren adalah bentuk antisemitisme. Ia berpendapat bahwa ada agenda politik tertentu yang mencoba memanfaatkan isu ini untuk tujuan mereka sendiri.
Di tengah kontroversi ini, baik mahasiswa maupun administrator terus terlibat dalam negosiasi dan dialog. Universitas Columbia menyatakan bahwa dialog antara pihak universitas dan mahasiswa sedang berlangsung, menunjukkan komitmen mereka untuk menemukan solusi yang memadai dalam konteks kebebasan berpendapat dan keselamatan di kampus.
Dengan demikian, sikap yang diambil oleh Robert Reich bukanlah sekadar pembelaan terhadap mahasiswa yang melakukan protes, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya prinsip-prinsip dasar kebebasan berpendapat dan dialog terbuka dalam lingkungan akademis. Meskipun konflik politik internasional sering kali memunculkan emosi dan ketegangan, adalah penting untuk tetap mengutamakan dialog yang bermakna dan memperlakukan isu-isu tersebut dengan kompleksitas dan sensitivitas yang layak. *Roni
Sumber : www.newsweek.com
Foto www.westernslopenow.com
- Berita Terkait :
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari
Warga China Minta Xi Jinping Mundur, Imbas Aturan Lockdown