Jakarta, Kowantaranews.com -Festival Film Venesia selalu menjadi ajang prestisius bagi sineas dari seluruh dunia, tidak hanya untuk merayakan karya-karya terbaik dalam industri film, tetapi juga sebagai platform untuk menyuarakan isu-isu global yang mendesak. Pada gelaran #Venezia81 tahun ini, Sarah Friedland, seorang sutradara Yahudi yang baru memulai debutnya di dunia perfilman internasional, menerima Lion of the Future Award untuk Film Debut Terbaik atas karya filmnya berjudul Familiar Touch. Namun, momen tersebut tidak hanya menjadi sorotan karena prestasinya dalam sinematografi, tetapi juga karena pidato emosional dan berani yang ia sampaikan di panggung penerimaan penghargaan.
Friedland, dengan keyakinan yang kuat, memulai pidatonya dengan mengakui realitas yang dihadapi rakyat Palestina. “Saya menerima penghargaan ini di hari ke-336 genosida Israel di Gaza, dan di tahun ke-76 penjajahan,” ungkapnya. Pidato ini langsung menarik perhatian audiens dan dunia internasional karena dia menyatakan solidaritasnya terhadap rakyat Palestina, sambil mengkritik tindakan Israel. Dia menegaskan pentingnya peran sineas dan pekerja seni lainnya dalam memanfaatkan platform mereka untuk menyuarakan ketidakadilan global, seperti impunitas yang menurutnya diterima Israel di panggung internasional.
Sarah Friedland dan Perjalanan Menuju Penghargaan Internasional
Sarah Friedland, meski baru debut sebagai sutradara, telah memperlihatkan bakat luar biasa yang memukau juri di Venice Film Festival. Filmnya, Familiar Touch, mengeksplorasi hubungan manusia dengan cara yang halus namun mendalam. Dalam film tersebut, Friedland memadukan tema-tema universal tentang keluarga, memori, dan identitas dengan sentuhan yang sangat personal. Film ini, meski tidak secara langsung mengangkat tema politik, jelas menunjukkan bahwa Friedland adalah sineas yang peduli dengan dinamika kekuasaan, hubungan manusia, dan ketidakadilan sosial, yang mungkin tercermin dalam pandangannya tentang situasi politik global.
Dalam konteks perfilman, keberanian Friedland dalam mengangkat isu Palestina pada ajang sebesar Festival Film Venesia adalah sesuatu yang signifikan. Pengakuan terhadap filmnya melalui penghargaan Lion of the Future merupakan bukti bahwa karya seninya diakui, tetapi pidatonya menunjukkan bahwa ia tidak takut untuk mempergunakan sorotan yang diterimanya guna membahas isu yang lebih besar dan lebih mendesak. Ini adalah langkah yang berani, terutama mengingat posisinya sebagai seorang sineas Yahudi yang mengkritik kebijakan negara Israel.
Baca juga : Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Baca juga : Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konteks Konflik Israel-Palestina dan Dampak Global
Konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade, dengan akar masalah yang sangat kompleks dan berlapis, melibatkan aspek sejarah, politik, agama, dan kemanusiaan. Palestina, khususnya wilayah Gaza, telah menjadi pusat perhatian internasional karena tindakan militer Israel yang dikritik oleh banyak negara dan organisasi hak asasi manusia. Friedland merujuk pada “genosida” di Gaza dalam pidatonya, istilah yang sering digunakan oleh para aktivis dan beberapa kalangan untuk menggambarkan penderitaan rakyat Palestina akibat blokade dan serangan militer berulang yang menargetkan wilayah tersebut.
Penggunaan kata “genosida” oleh Friedland adalah pilihan yang sangat kuat dan kontroversial, terutama di forum internasional seperti Festival Film Venesia. Kata ini menandakan bukan hanya serangan militer biasa, tetapi usaha sistematis untuk memusnahkan suatu kelompok. Meski istilah ini sering diperdebatkan dalam konteks Israel-Palestina, penggunaannya oleh Friedland menunjukkan betapa ia merasa urgensi dalam menyerukan perhatian dunia terhadap penderitaan warga Palestina.
Selain itu, Friedland juga menyinggung soal “tahun ke-76 penjajahan,” yang merujuk pada pendirian negara Israel pada tahun 1948 dan dampaknya terhadap rakyat Palestina yang diusir atau menjadi pengungsi. Dalam pidatonya, ia tidak hanya menyoroti kekerasan yang terjadi saat ini, tetapi juga sejarah panjang penjajahan yang menurutnya tidak mendapat perhatian atau penanganan yang adil di tingkat global.
Reaksi Dunia dan Komunitas Film
Pidato Friedland memicu reaksi beragam di media sosial dan di kalangan sineas serta masyarakat umum. Banyak yang memujinya atas keberanian untuk berbicara di depan khalayak luas tentang masalah yang sangat sensitif dan kontroversial. Beberapa aktivis pro-Palestina menyambut baik pernyataannya, dengan menganggapnya sebagai langkah penting untuk membawa perhatian internasional lebih lanjut terhadap situasi yang dihadapi oleh rakyat Palestina. Dalam komunitas Yahudi global, terutama di kalangan mereka yang kritis terhadap kebijakan Israel, Friedland menjadi simbol penting dari mereka yang menolak untuk diam dan memilih untuk bersuara meskipun berada dalam posisi yang kompleks secara budaya dan identitas.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan pandangan Friedland. Pidatonya juga mendapatkan kritik keras, terutama dari kelompok pro-Israel yang menganggap pernyataannya sebagai distorsi atas kenyataan di lapangan dan tidak adil dalam menggambarkan tindakan Israel. Mereka menuduh Friedland menyederhanakan konflik yang sangat kompleks dan berbahaya, serta mengabaikan hak Israel untuk mempertahankan diri dari ancaman keamanan yang nyata.
Terlepas dari reaksi yang muncul, pidato Friedland sekali lagi menggarisbawahi bahwa seni dan politik sering kali tak terpisahkan. Di era di mana banyak sineas menggunakan platform mereka untuk menyoroti isu-isu global, Friedland mengikuti jejak para pendahulunya yang menjadikan film tidak hanya sebagai alat ekspresi artistik, tetapi juga sebagai senjata untuk perlawanan dan perubahan sosial.
Peran Seniman dalam Konteks Politik Global
Sineas dan pekerja seni telah lama berada di garis depan dalam menyuarakan pandangan mereka terhadap isu-isu sosial dan politik. Dari Charlie Chaplin hingga Ava DuVernay, banyak seniman yang menggunakan karya mereka untuk menantang narasi-narasi dominan dan memberi suara kepada mereka yang terpinggirkan. Friedland, melalui film Familiar Touch dan pidatonya di Venesia, membuktikan bahwa generasi baru sineas tetap berkomitmen pada tradisi ini.
Dalam konteks ini, pernyataan Friedland tentang tanggung jawab sineas menjadi sangat penting. Ia menekankan bahwa pekerja seni memiliki kewajiban moral untuk menggunakan platform mereka guna mengekspos ketidakadilan dan mendorong perubahan. “Sebagai sineas, adalah tanggung jawab kita untuk menggunakan platform institusional di mana kita bekerja untuk menyoroti impunitas Israel di panggung global,” ungkapnya. Ini bukan hanya tentang membuat film yang indah atau menarik perhatian kritikus, tetapi juga tentang menciptakan ruang untuk diskusi, refleksi, dan tindakan.
Pidato Sarah Friedland di Festival Film Venesia menandai momen penting dalam hubungan antara seni, politik, dan tanggung jawab moral. Dengan memenangkan Lion of the Future Award, ia tidak hanya meraih pengakuan atas karya sinematiknya yang brilian, tetapi juga menggunakan momen tersebut untuk menyoroti isu global yang sangat penting. Keberaniannya dalam menyuarakan solidaritas terhadap Palestina, serta kritiknya terhadap tindakan Israel, mencerminkan keyakinan mendalam bahwa film dan seni dapat menjadi alat untuk perubahan sosial.
Meskipun kontroversial, pidato Friedland membuka ruang dialog yang diperlukan tentang peran seniman dalam menyuarakan ketidakadilan. Di era di mana suara-suara dari lapangan pertempuran hingga panggung film semakin terhubung, aksi Friedland mungkin menjadi inspirasi bagi sineas lain untuk lebih berani dan terbuka dalam mengangkat isu-isu sosial melalui karya mereka. Di akhir harinya, ini adalah tentang bagaimana seni tidak hanya mencerminkan dunia, tetapi juga mampu mengubahnya. *Mukroni
Foto hollywoodreporter.it
- Berita Terkait :
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung