Jakarta, Kowantaranews.com -Konflik Israel-Palestina terus mengguncang Timur Tengah dengan dampak yang merembet jauh melampaui batas-batas regionalnya. Tahun 2024 menyaksikan babak baru dari konflik ini, di mana Gaza menjadi saksi kebrutalan perang, politik internasional yang licik, dan permainan kekuatan besar di panggung global. Pada episentrum krisis ini, dua tokoh besar Amerika Serikat, Joe Biden dan Donald Trump, terlibat dalam percaturan geopolitik yang rumit, sementara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, terus memainkan strategi lamanya dengan licik.
Perang yang Tak Pernah Usai
Israel dan Hamas kembali berhadapan dalam perang sengit di tahun 2024, dengan pertempuran intensif di jalur Gaza yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil Palestina. Menurut laporan, lebih dari 40.000 orang tewas, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan. Israel, di bawah Netanyahu, mengklaim tindakannya sebagai bentuk “pembelaan diri” setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2024 yang menewaskan lebih dari 1.000 warga Israel dan menyebabkan ratusan lainnya ditahan sebagai sandera.
Namun, apa yang terjadi selanjutnya tak lagi bisa disebut pembelaan diri. Israel melancarkan operasi militer berskala besar yang menghancurkan infrastruktur Gaza, menghujani wilayah yang sudah padat dan miskin dengan bom dan serangan udara. Penduduk Gaza, yang sebagian besar adalah pengungsi dari wilayah Israel sejak 1948, hidup dalam kepungan dan kehancuran, sementara dunia internasional terpecah dalam sikapnya. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, berdiri teguh di belakang Israel, mengabaikan banyaknya korban sipil yang jatuh.
Presiden Joe Biden, meskipun berbicara tentang solusi dua negara dan menyerukan gencatan senjata, sebenarnya membiarkan kekerasan berlanjut dengan memberikan dukungan militer yang signifikan kepada Israel. Sementara itu, Netanyahu, dengan dukungan dari tokoh-tokoh pro-Israel seperti Trump, mengulur-ulur proses perdamaian, menambahkan syarat-syarat baru yang tak ada dalam proposal asli yang diajukan Biden dan didukung oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2735. Misalnya, Netanyahu bersikeras mempertahankan Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir dan Koridor Netzarim yang memecah Gaza menjadi dua bagian, sebagai syarat untuk mengakhiri perang.
Zionisme, Kolusi, dan Ambisi
Zionisme, sebagai ideologi pendirian negara Yahudi di tanah Palestina, selalu menjadi tulang punggung kebijakan luar negeri Israel. Netanyahu, sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam politik Israel, berpegang teguh pada prinsip-prinsip Zionisme yang keras, yang berusaha mempertahankan kontrol maksimum atas wilayah Palestina dan menolak sepenuhnya gagasan tentang negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Baginya, keamanan Israel adalah segalanya, dan hal ini berarti menundukkan Palestina dengan segala cara.
Namun, situasi ini juga diperumit oleh dinamika politik Amerika Serikat. Joe Biden, meskipun dianggap lebih liberal dibandingkan pendahulunya, Donald Trump, sebenarnya tak jauh berbeda dalam hal dukungannya terhadap Israel. Sebagai seorang senator muda pada tahun 1980-an, Biden pernah mengatakan kepada Perdana Menteri Israel saat itu, Menachem Begin, bahwa ia akan bertindak “lebih jauh” dalam membela Israel, bahkan jika itu berarti harus membunuh perempuan dan anak-anak. Sikap ini mencerminkan akar Zionisme yang kuat dalam kebijakan luar negeri Biden, yang meskipun berupaya menampilkan diri sebagai pendukung solusi dua negara, tetap memberikan dukungan militer dan ekonomi tanpa syarat kepada Israel.
Trump, di sisi lain, memperkuat hubungan AS dengan Israel selama masa kepresidenannya, terutama melalui normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab melalui Abraham Accords. Ia juga memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem, mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel, dan menghentikan bantuan AS kepada badan PBB yang mengurus pengungsi Palestina. Trump tidak hanya memperkuat posisi Israel di panggung internasional, tetapi juga secara efektif membatasi upaya diplomasi Palestina. Kini, dalam persiapan pemilu presiden 2024, Trump kembali memainkan kartu pro-Israel, bahkan menelepon Netanyahu dan memintanya untuk tidak menyepakati gencatan senjata dengan Hamas, dengan tujuan mengurangi dukungan bagi Kamala Harris, calon dari Partai Demokrat yang bersaing di pemilu mendatang.
Baca juga : Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Baca juga : Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
“Genocide Joe” dan Ironi Kekuasaan
Julukan “Genocide Joe” yang disematkan oleh pendukung Palestina dan komunitas anti-perang di AS bukan tanpa alasan. Di balik senyum dan janjinya untuk mencapai solusi damai, Biden tetap melanjutkan kebijakan AS yang secara langsung atau tidak langsung mendukung agresi militer Israel. Bahkan saat dunia menyaksikan pembantaian di Gaza, aliran bantuan militer senilai miliaran dolar tetap mengalir tanpa henti dari Washington ke Tel Aviv. Kritik bahwa AS terlibat dalam kejahatan perang Israel semakin keras, terutama ketika Biden gagal menggunakan otoritasnya untuk menekan Netanyahu agar mencapai kesepakatan damai yang adil.
Biden berada dalam posisi dilematis, di mana tekanan dari kalangan pro-Israel di dalam AS membuatnya sulit mengambil langkah berani. Bahkan, menjelang pemilu presiden, ia tidak ingin kehilangan dukungan dari kelompok-kelompok lobi yang kuat di Washington yang selama ini memengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Israel. Oleh karena itu, meskipun ia memiliki otoritas besar, sebagaimana yang dilakukan Presiden Ronald Reagan pada 1982 yang berhasil menekan Israel untuk menghentikan perang di Lebanon, Biden memilih untuk mengambil langkah-langkah minimal yang hanya menyenangkan Israel.
Keengganan Biden untuk menghentikan pasokan senjata ke Israel menunjukkan betapa kuatnya pengaruh zionisme dalam kebijakan luar negeri AS. Netanyahu, mengetahui hal ini, merasa tidak perlu buru-buru mencapai kesepakatan dengan Hamas. Sebaliknya, ia lebih memilih memperpanjang konflik dengan harapan bahwa Trump akan kembali ke Gedung Putih, yang akan memungkinkannya melanjutkan kebijakan pro-Israel tanpa hambatan.
Nasib Palestina dan Timur Tengah
Sementara Netanyahu bermain-main dengan waktu dan Biden enggan mengambil tindakan tegas, Hamas tetap bertahan pada posisinya. Perundingan gencatan senjata yang berlangsung di Kairo gagal menghasilkan kesepakatan yang berarti. Hamas merasa skeptis terhadap peran Amerika dan keras kepala Israel, sementara Netanyahu tampaknya lebih tertarik mempertahankan kekuasaannya daripada mencapai perdamaian yang adil. Dalam kondisi seperti ini, rakyat Palestina tetap menjadi korban, terjebak dalam perang yang tidak berkesudahan, dan dunia internasional hanya bisa menyaksikan dari kejauhan.
Konflik di Gaza juga telah memperparah ketegangan di seluruh Timur Tengah. Hezbollah di Lebanon, yang selama ini menjadi sekutu kuat Hamas, mulai terlibat dalam perang, menyerang posisi Israel sebagai balas dendam atas pembunuhan pemimpin senior mereka. Di sisi lain, Iran, yang telah lama mendukung perlawanan Palestina, semakin bertekad untuk membalas kematian pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, yang dibunuh oleh Israel di Teheran. Situasi ini mengancam akan memicu perang regional yang lebih besar, yang dapat menyeret lebih banyak negara ke dalam konflik.
Namun, di tengah semua kekerasan dan ketegangan ini, Netanyahu tetap berkeras dengan posisinya yang tidak mau mundur. Baginya, pengorbanan rakyat Gaza hanyalah efek samping dari perjuangannya untuk mempertahankan kekuasaan dan keamanan Israel. Di sisi lain, Biden dan Trump, yang masing-masing mewakili kekuatan besar di AS, tampaknya lebih peduli pada ambisi politik mereka sendiri daripada upaya nyata untuk mencapai perdamaian.
“Genocide Joe” dan “Klub Pecinta Perang” mencerminkan realitas pahit dari konflik Gaza yang berlarut-larut pada tahun 2024. Di satu sisi, kita melihat kebrutalan perang yang menghancurkan kehidupan ribuan warga Palestina. Di sisi lain, ada permainan politik internasional yang licik dan penuh kepentingan, di mana Israel, Amerika Serikat, dan sekutu-sekutu mereka mempermainkan nasib jutaan orang demi keuntungan politik dan ideologis. Pada akhirnya, hingga Palestina memperoleh kemerdekaan, drama Zionisme di panggung Gaza ini tidak akan berakhir. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung