• Rab. Feb 12th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza

ByAdmin

Sep 17, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tahun 2024, konflik yang terus berlangsung di Gaza kembali menimbulkan reaksi global. Salah satu negara yang mengambil langkah signifikan dalam merespons situasi ini adalah Jerman, yang mulai menunda ekspor senjata ke Israel. Langkah ini dipicu oleh kekhawatiran terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Israel dalam serangan militernya terhadap Gaza, khususnya setelah operasi militer intensif yang diluncurkan oleh Israel pada awal tahun.

Penundaan ekspor senjata ini, meskipun tidak diumumkan secara eksplisit sebagai kebijakan resmi, telah terjadi sejak Maret 2024. Dewan Keamanan Federal Jerman, atau Bundessicherheitsrat (BSR), yang dipimpin oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz, telah menahan penerbitan izin untuk ekspor senjata ke Israel, meskipun Jerman dikenal sebagai salah satu pemasok senjata utama ke negara tersebut, setelah Amerika Serikat. Pada periode Januari hingga Februari 2024, izin ekspor yang diberikan untuk Israel hanya bernilai sekitar 32.000 euro, jauh di bawah rata-rata jumlah izin pada tahun-tahun sebelumnya.

Konteks Ekspor Senjata Jerman ke Israel

Jerman selama ini memainkan peran penting dalam memasok persenjataan ke Israel. Berdasarkan data dari salah satu LSM di Jerman, nilai ekspor senjata Jerman ke Israel mencapai 326,5 juta euro, dengan berbagai jenis persenjataan yang dikirim, mulai dari peluru senapan hingga kendaraan tempur. Sebagai mitra strategis Israel di Eropa, Jerman memiliki ikatan yang mendalam dengan Israel, terutama karena sejarah Holocaust yang menciptakan rasa tanggung jawab moral di kalangan pemimpin Jerman untuk mendukung keberlangsungan keamanan negara Yahudi tersebut.

Namun, meskipun Jerman secara historis menjadi sekutu kuat Israel, kondisi geopolitik yang berkembang di Gaza, ditambah dengan meningkatnya kritik internasional terhadap operasi militer Israel, mulai menggeser pandangan beberapa politisi dan pemimpin Jerman. Kekhawatiran bahwa senjata yang dipasok oleh Jerman digunakan dalam pelanggaran HAM di Gaza telah memicu perdebatan di dalam negeri, dan mempengaruhi keputusan Jerman untuk mengambil sikap lebih hati-hati.

Tantangan Legal dan Gugatan Terhadap Ekspor Senjata

Sejak awal tahun 2024, sejumlah gugatan telah diajukan oleh LSM dan aktivis hak asasi manusia di Jerman, yang menuntut penghentian total ekspor senjata ke Israel. Salah satu gugatan paling signifikan diajukan oleh European Centre for Constitutional and Human Rights (ECCHR) bersama dengan sekelompok warga Jerman keturunan Palestina. Mereka menuduh Jerman ikut bertanggung jawab atas tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum internasional, terutama di wilayah Jalur Gaza.

Meskipun pengadilan di Berlin pada Juli 2024 menolak gugatan ini, kekhawatiran akan potensi pelanggaran HAM terus mengemuka. Seorang pegawai BSR yang menolak identitasnya diungkap mengatakan bahwa serangkaian gugatan hukum, baik dari dalam maupun luar negeri, berkontribusi pada keputusan untuk menahan izin ekspor senjata. Menurut pegawai tersebut, ada peningkatan kekhawatiran bahwa keterlibatan Jerman dalam memasok senjata dapat dikaitkan dengan pelanggaran HAM yang dilakukan di Gaza, meskipun belum ada keputusan hukum yang resmi mengenai hal ini.

Selain itu, tekanan internasional juga datang dari Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). ICJ saat ini tengah menangani gugatan yang diajukan oleh Nikaragua, yang menuduh Jerman turut serta dalam dugaan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Gaza, melalui bantuan keuangan, politik, dan militer yang diberikan Jerman kepada Israel. Sementara itu, ICC sedang menyelidiki permohonan penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Meski belum ada keputusan final dari kedua pengadilan tersebut, spekulasi mengenai kemungkinan Jerman terlibat dalam tanggung jawab hukum internasional ini membuat beberapa politisi Jerman semakin khawatir. Seorang anggota parlemen Jerman yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Jika Netanyahu dan Gallant didakwa di pengadilan internasional, siapa yang bisa menjamin bahwa negara yang mendukung mereka secara militer tidak akan diseret juga?” Ini menunjukkan ketidakpastian yang menghantui para pemimpin Jerman mengenai masa depan hubungan militer mereka dengan Israel.

Baca juga : “Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024

Baca juga : Pendekatan Berani Sarah Friedland: Pidato Penghargaan di Festival Film Venesia Soroti Konflik Israel-Palestina

Baca juga : Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’

Tekanan dari Kalangan Politik dan Masyarakat Jerman

Tidak hanya gugatan hukum yang mempengaruhi keputusan pemerintah Jerman, perdebatan internal di kalangan politisi dan masyarakat juga memainkan peran penting. Di dalam parlemen Jerman, ada perdebatan sengit mengenai apakah Jerman harus terus mendukung Israel secara militer di tengah konflik Gaza yang semakin intensif. Partai Hijau, yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock, menjadi salah satu kekuatan politik yang paling vokal menentang ekspor senjata ke Israel. Para anggota parlemen dari Partai Hijau berpendapat bahwa perkembangan di Gaza menunjukkan pentingnya bagi Jerman untuk berhenti mengirim senjata yang bisa digunakan dalam pelanggaran hukum humaniter internasional.

Pada kunjungannya ke Israel pada September 2024, Baerbock menyatakan bahwa solusi militer tidak akan menyelesaikan masalah di Gaza, dan mendesak gencatan senjata segera. Ia juga menekankan pentingnya penyelesaian diplomatik dan kemanusiaan yang lebih berkelanjutan, daripada terus mengandalkan kekuatan militer. Pernyataan ini menegaskan posisi Partai Hijau yang semakin kritis terhadap pendekatan militer Israel, serta keinginan mereka untuk mengurangi keterlibatan Jerman dalam konflik bersenjata di kawasan tersebut.

Di sisi lain, Kanselir Olaf Scholz dan beberapa pemimpin politik lainnya masih menyatakan dukungan penuh terhadap hak Israel untuk membela diri. Scholz telah beberapa kali menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk melindungi warganya dari serangan kelompok militan seperti Hamas, dan bahwa Jerman akan terus memberikan dukungan politik kepada Israel. Namun, penundaan ekspor senjata ini menunjukkan bahwa meskipun secara retorika pemerintah Jerman tetap mendukung Israel, ada pergeseran kebijakan secara praktis terkait hubungan militer kedua negara.

Respons Israel dan Tekanan Internasional

Penundaan ekspor senjata dari Jerman ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Israel, yang selama bertahun-tahun mengandalkan pasokan senjata dari Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, kini menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan militernya di tengah konflik yang berkepanjangan dengan kelompok militan di Gaza. Selain Jerman, Inggris juga baru-baru ini mengumumkan pembatasan simbolis terhadap ekspor senjatanya ke Israel. Meskipun porsi ekspor senjata Inggris ke Israel relatif kecil, sekitar 1 persen dari total impor pertahanan Israel, langkah ini mencerminkan tren internasional yang semakin kritis terhadap kebijakan militer Israel.

Sementara itu, Amerika Serikat, yang merupakan pemasok senjata terbesar bagi Israel, juga sempat menangguhkan ekspor senjatanya ke Israel pada awal konflik. Namun, pada pertengahan tahun 2024, pemerintahan Joe Biden kembali membuka keran ekspor, dengan lebih dari 50.000 ton persenjataan telah dikirim ke Israel sejak dimulainya operasi militer di Gaza.

Meski Israel tetap menerima dukungan signifikan dari AS, tekanan dari sekutu Eropa, termasuk Jerman, semakin meningkat. Pada bulan Agustus 2024, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak Israel untuk segera melakukan gencatan senjata, membebaskan sandera, dan memastikan bantuan kemanusiaan dapat mengalir ke Jalur Gaza. Pernyataan ini mencerminkan semakin kuatnya desakan internasional agar Israel mengurangi eskalasi militer dan mencari solusi damai untuk konflik yang berkepanjangan di Gaza.

Langkah Jerman yang menunda ekspor senjata ke Israel mencerminkan perubahan signifikan dalam pendekatan negara Eropa terhadap konflik di Timur Tengah, khususnya dalam konteks pelanggaran HAM dan hukum internasional. Meskipun Jerman secara tradisional merupakan salah satu sekutu terdekat Israel, peningkatan kekhawatiran terhadap dampak operasi militer di Gaza membuat pemerintah Jerman mempertimbangkan kembali dukungan militernya. Dengan gugatan hukum yang terus berlanjut dan tekanan dari dalam negeri yang semakin kuat, masa depan hubungan militer antara Jerman dan Israel tampaknya akan mengalami perubahan penting dalam beberapa tahun mendatang. *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024

Pendekatan Berani Sarah Friedland: Pidato Penghargaan di Festival Film Venesia Soroti Konflik Israel-Palestina

Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’

Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina

Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga

Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS

Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden

Sinergi Ekonomi: Kamala Harris Fokus Pada Tingginya Biaya Hidup dalam Pidato Kebijakan Ekonomi Pertama

Pertemuan Tingkat Tinggi di Shanghai: Upaya Stabilisasi Hubungan Ekonomi AS-Tiongkok di Tengah Ketegangan Perdagangan

Tantangan Ekonomi Triwulan III: Prospek Pertumbuhan di Bawah 5 Persen Akibat Perlambatan Industri dan Konsumsi

Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang

Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia

Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab

Diskusi Kelompok Terarah di DPR-RI: Fraksi Partai NasDem Bahas Tantangan dan Peluang Gen Z dalam Pasar Kerja Global

Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer

Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung

Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah

Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *