Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tanggal 20 September 2024, sebuah peristiwa diplomatik sekaligus religius menandai lawatan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, ke Uzbekistan. Lawatan ini, lebih dari sekadar kunjungan antarnegara, membawa jejak sejarah yang panjang, melibatkan tokoh besar Indonesia, Bung Karno, serta sebuah nama besar dalam tradisi Islam, Imam Al-Bukhari.
Samarkand, salah satu kota tua di Jalur Sutra yang penuh dengan sejarah kebesaran dunia Islam, menyambut Megawati dengan hangat. Sebagai pusat peradaban pada masa lalu, kota ini masih menyimpan peninggalan budaya dan keilmuan yang kaya. Salah satunya adalah Pusat Penelitian Ilmiah Internasional Imam Al-Bukhari, tempat Megawati mengawali kunjungannya.
Jejak Imam Bukhari dan Pesona Kota Samarkand
Pusat penelitian ini didedikasikan untuk tokoh besar Islam, Imam Al-Bukhari, seorang ulama yang dikenal karena karyanya dalam ilmu hadis. Imam Al-Bukhari, yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Ismail al-Bukhari, dihormati oleh umat Islam, terutama Sunni, sebagai otoritas hadis terbesar. Koleksi hadisnya yang tertuang dalam Shahih Bukhari menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Di pusat penelitian tersebut, Megawati mendapatkan paparan dari penerjemah Maksud Khosimov dan Wakil Direktur Otabek Mukhammadiev, yang memperkenalkan koleksi-koleksi berharga, seperti manuskrip hadis kuno, peta perjalanan hidup Al-Bukhari, dan alat tulis yang pernah digunakan oleh sang ulama. Dinding dan plafon gedung juga dihiasi dengan lukisan yang menggambarkan perjalanan Al-Bukhari sepanjang hidupnya, dari kelahirannya pada tahun 810 hingga wafatnya pada 870.
Sambil menikmati atmosfer pusat penelitian yang sarat dengan nuansa sejarah, Megawati diminta untuk memberikan testimoni, yang disimpan sebagai bagian dari dokumentasi resmi. Dalam catatan tersebut, ia mengenang masa kecilnya, di mana ayahnya, Soekarno, memperkenalkannya dengan sosok Imam Bukhari dan ilmu hadisnya.
“Dari kecil saya sudah mengenal Imam Bukhari karena ayah saya, Presiden pertama Republik Indonesia, yang oleh rakyat disebut Bung Karno. Bagi saya, beliau seorang yang luar biasa, membuka tabir pengetahuan Islam dalam bunyi-bunyi yang ada di hadis,” tulis Megawati dalam buku tamu pusat penelitian tersebut.
Namun, lebih dari sekadar kenangan pribadi, Megawati juga menitipkan harapan global. “Semoga di masa depan, seluruh manusia di dunia bisa bersatu secara lahir batin,” tulisnya, mencerminkan impian akan harmoni dan persatuan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam yang damai.
Napak Tilas Bung Karno di Uzbekistan
Kunjungan Megawati ini bukanlah kali pertama bagi keluarga Soekarno ke Uzbekistan. Pada 1956, hampir 68 tahun lalu, Bung Karno, presiden pertama RI, melakukan perjalanan ziarah yang tak kalah bersejarah. Saat itu, lawatan Bung Karno ke Uni Soviet (sekarang Rusia) bukanlah kunjungan biasa. Di tengah ketegangan Perang Dingin antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet, Indonesia menjadi negara yang penting bagi Uni Soviet.
Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Soviet pada saat itu, sangat membutuhkan dukungan Indonesia untuk memperkuat posisi Soviet di panggung internasional. Namun, alih-alih langsung menerima undangan Khrushchev, Bung Karno memberikan syarat yang unik—ia ingin menziarahi makam Imam Al-Bukhari.
Tentu saja, permintaan Bung Karno ini membuat Khrushchev bingung. Bagi pemimpin Soviet yang lebih condong ke ateisme komunis, mencari makam seorang ulama Muslim bukanlah hal yang lazim. Namun, keinginan Bung Karno harus dipenuhi, karena lawatan tersebut sangat penting bagi Khrushchev. Maka, Khrushchev mengerahkan tim intelnya untuk mencari makam Al-Bukhari yang pada waktu itu tersembunyi di antara semak belukar di Samarkand. Setelah makam ditemukan, Bung Karno pun melakukan ziarah dan berdoa di sana.
Kunjungan Soekarno saat itu menjadi sorotan di Uzbekistan. Surat kabar setempat bahkan memasang headline yang menyambut kedatangan “Putera Indonesia Jang Mulia Presiden Sukarno.” Uniknya, kalimat sambutan ini ditulis dalam bahasa Indonesia, suatu hal yang sangat langka di tengah dominasi bahasa Soviet.
Baca juga : Revitalisasi Cagar Budaya Nasional Muarajambi Menuju Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Dunia
Baca juga : Kyai Rangga Bupati Tegal: Diplomat Perjuangan Sultan Agung melawan VOC di Batavia pada Abad ke-17
Perubahan Drastis Kompleks Al-Bukhari
Ziarah Bung Karno pada tahun 1956 dilakukan di sebuah kompleks yang jauh berbeda dengan apa yang ada sekarang. Seperti yang dikenang oleh Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P, yang juga mendampingi Megawati dalam lawatannya kali ini, pada tahun 2011 saat ia berkunjung ke makam Al-Bukhari, yang ada hanya sebuah masjid kecil dengan makam di sampingnya. “Perkembangannya sangat signifikan beberapa tahun terakhir,” kata Basarah.
Perubahan besar tersebut tidak lepas dari kebijakan Pemerintah Uzbekistan yang melihat potensi ziarah religi sebagai daya tarik wisata internasional. Jumlah peziarah yang datang dari berbagai negara meningkat pesat, dan pemerintah memutuskan untuk memperluas kompleks pemakaman. Kini, selain masjid yang mampu menampung hingga 10.000 jamaah, pemerintah juga membangun akademi dan pusat penelitian ilmiah yang memungkinkan siapa pun untuk mempelajari hadis. Bahkan, sebuah hotel dan pusat perbelanjaan juga direncanakan untuk melengkapi area tersebut, menciptakan sebuah kawasan ziarah modern yang multifungsi.
Registan Square: Destinasi Ikonik Lainnya
Setelah mengunjungi makam Al-Bukhari, Megawati melanjutkan perjalanannya ke salah satu situs bersejarah paling ikonik di Samarkand, Registan Square. Kawasan ini dikenal sebagai pusat pendidikan Islam pada abad ke-15 hingga ke-17, dengan tiga madrasah besar yang menjadi jantungnya. Bangunan yang megah dan didominasi warna biru ini masih berdiri kokoh, meski kini lebih berfungsi sebagai objek wisata yang ramai dikunjungi turis.
Ditemani oleh Wakil Gubernur Samarkand, Rustam Kobilov, Megawati mendapatkan penjelasan tentang fungsi bangunan dan sejarah panjang yang melingkupinya. Foto-foto Megawati bersama rombongan di depan Registan Square menandai akhir kunjungannya ke Samarkand yang sarat dengan refleksi sejarah.
Diplomasi, Ziarah, dan Memori
Lawatan Megawati ke Uzbekistan ini, meski terbungkus dalam kerangka ziarah, tidak bisa dilepaskan dari konteks diplomasi yang lebih luas. Seperti Bung Karno yang menggunakan simbolisme Islam untuk memperkuat hubungan diplomatik dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin, Megawati tampaknya ingin menegaskan kembali bahwa Islam dan Indonesia memiliki peran penting dalam hubungan internasional saat ini.
Dengan kehadiran tokoh-tokoh penting dalam rombongan Megawati, seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, serta pejabat KBRI Tashkent, kunjungan ini tidak hanya bermakna religius, tetapi juga politis. Pesan persatuan yang dituliskan Megawati di buku tamu Pusat Penelitian Al-Bukhari mencerminkan harapan akan masa depan yang lebih damai, selaras dengan nilai-nilai keislaman yang diajarkan oleh tokoh besar seperti Al-Bukhari.
Ziarah ini, dengan semua simbolismenya, mengingatkan kita bahwa dalam politik internasional, sejarah dan agama sering kali menjadi dua sisi mata uang yang saling melengkapi. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Revitalisasi Cagar Budaya Nasional Muarajambi Menuju Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Dunia
Kyai Rangga Bupati Tegal: Diplomat Perjuangan Sultan Agung melawan VOC di Batavia pada Abad ke-17
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung