Jakarta, Kowantaranews.com -Jika surga ada di bumi, Damaskus pastilah tempatnya. Begitulah Ibnu Jubair, seorang penyair dan ahli geografi asal Andalusia, menggambarkan Damaskus dalam tulisannya pada abad ke-12. Kota ini tidak hanya menjadi lambang keindahan dunia, tetapi juga saksi bisu dari berbagai peristiwa yang membentuk sejarah Timur Tengah. Damaskus, ibu kota Suriah, telah lama menjadi pusat peradaban dan pertarungan kekuatan geopolitik dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Jubair)
Keindahan yang Mendalam
Jauh sebelum perang saudara melanda Suriah pada 2011, Damaskus dikenal sebagai kota yang dipenuhi harum melati, kembang sepatu, dan bugenvil. Penyair dan penulis seperti Ibnu Jubair menyebutnya sebagai “surga dunia”. Pada abad ke-12, Muhammad al-Idrisi, seorang ahli geografi era Dinasti Murabitun di Spanyol, menggambarkannya sebagai “kota Tuhan yang paling indah di dunia”.
Justin Marozzi, seorang penulis Inggris, dalam bukunya Islamic Empires: Fifteen Cities that Define a Civilization (2019), menyebut Damaskus sebagai “Surga yang Wangi”. Marozzi mengaitkan keindahan fisik kota ini dengan posisinya yang strategis di persimpangan Asia, Eropa, dan Afrika. Lokasi ini menjadikan Damaskus sebuah magnet bagi bangsa-bangsa, baik sebagai pusat perdagangan maupun wilayah yang diperebutkan dalam sejarah panjang peradaban manusia. (www.theguardian.com/books/2019)
Namun, keindahan tersebut selalu dibayangi tragedi. Dalam sejarahnya yang panjang, Damaskus telah menjadi arena perebutan kekuasaan antara berbagai bangsa dan imperium, mulai dari Aramaik, Asyuria, Babilonia, Yunani, Romawi, hingga Bizantium. Pada tahun 634 Masehi, Damaskus menjadi kota pertama di bawah kekuasaan Bizantium yang direbut oleh pasukan Muslim. Kejadian ini menandai era baru di mana kota ini menjadi pusat pemerintahan Kekhalifahan Umayyah (660-750).
Warisan Berdarah dalam Sejarah Islam
Meskipun menjadi pusat peradaban Islam, Damaskus tidak luput dari peristiwa kelam. Transisi kekuasaan di kota ini sering kali disertai dengan kekerasan. Salah satu peristiwa paling signifikan adalah pecahnya perang saudara antara pasukan Khalifah Ali dan pasukan Muawiyah, pendiri Dinasti Umayyah. Konflik ini, yang dikenal sebagai “huru-hara besar” (al-fitnah al-kubra), menjadi salah satu penyebab munculnya perpecahan dalam komunitas Muslim antara Sunni dan Syiah.
Perpecahan tersebut meninggalkan dampak jangka panjang yang memengaruhi konflik politik dan keagamaan di Timur Tengah hingga hari ini. Kemunculan kelompok-kelompok radikal seperti Al-Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sering kali dikaitkan dengan akar sejarah yang berasal dari perpecahan di era “huru-hara besar” tersebut.
Perang Saudara dan Kehancuran Modern
Tragedi Damaskus berlanjut pada abad ke-21. Perang saudara yang meletus di Suriah pada 2011 membawa kehancuran besar bagi kota ini dan wilayah sekitarnya. Konflik yang awalnya berupa protes damai terhadap pemerintahan Bashar al-Assad berubah menjadi perang multi-front yang melibatkan berbagai faksi lokal dan kekuatan asing. Rusia dan Iran mendukung rezim Assad, sementara Turki, Qatar, negara-negara Teluk, dan Amerika Serikat mendukung oposisi.
Selama lebih dari satu dekade, perang ini menelan korban hampir setengah juta jiwa. Separuh dari 23 juta penduduk Suriah terpaksa mengungsi, menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk abad ini. Kota Damaskus, yang dulunya dikenal sebagai “surga dunia”, berubah menjadi medan pertempuran yang mematikan.
Pada Desember 2024, Damaskus jatuh ke tangan milisi-milisi oposisi yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Bashar al-Assad yang telah berlangsung selama lima dekade di bawah dominasi Partai Baath. Banyak pengamat menyebut jatuhnya Damaskus sebagai momen “perubahan tektonik” di Timur Tengah.
Baca juga : Dari Bukhari ke Bung Karno: Wisata Ziarah dan Diplomasi Berbumbu Sejarah
Baca juga : Revitalisasi Cagar Budaya Nasional Muarajambi Menuju Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Dunia
Damaskus Pasca-Assad: Harapan dan Tantangan
Dengan tumbangnya Assad, Damaskus kembali menjadi pusat perhatian dunia. Namun, masa depan kota ini dan Suriah secara keseluruhan tetap tidak pasti. HTS, yang kini memimpin pemerintahan transisi hingga Maret 2025, menghadapi tugas berat untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan stabil. Tantangan ini diperparah oleh campur tangan kekuatan asing yang masih memperebutkan pengaruh di kawasan tersebut.
Turki, yang semakin menguat pengaruhnya, memiliki agenda untuk mengontrol perbatasan dan menghalangi aspirasi milisi Kurdi yang didukung Amerika Serikat. Sementara itu, Rusia dan Iran, meskipun melemah, masih memiliki kepentingan strategis di Suriah. Di sisi lain, Israel terus memperluas wilayahnya di Suriah, menambah ketegangan geopolitik yang sudah memanas.
Selain itu, ancaman disintegrasi wilayah Suriah menjadi salah satu isu utama. Aspirasi otonomi oleh milisi Kurdi dan kekhawatiran akan meluasnya pengaruh kelompok-kelompok radikal menjadi tantangan besar bagi stabilitas Suriah pasca-perang.
Tragedi Kemanusiaan yang Tak Terlupakan
Perang saudara di Suriah tidak hanya membawa dampak politik dan militer, tetapi juga menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam. Jutaan warga Suriah kehilangan tempat tinggal, dan banyak dari mereka mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Jordania, Lebanon, dan Turki. Bahkan, gelombang pengungsi mencapai Eropa, memicu kebangkitan partai-partai sayap kanan yang memanfaatkan isu imigrasi untuk agenda politik mereka.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam yang sulit sembuh. Banyak kota, termasuk Damaskus, mengalami kerusakan parah. Infrastruktur hancur, perekonomian runtuh, dan masyarakat terpecah oleh kebencian dan trauma.
Damaskus: Simbol Ketahanan di Tengah Derita
Meskipun mengalami kehancuran, Damaskus tetap menjadi simbol ketahanan. Kota ini telah bertahan melalui berbagai perang dan pendudukan selama ribuan tahun. Dari masa kekuasaan Romawi hingga Kekhalifahan Islam, dari kolonialisme Eropa hingga perang modern, Damaskus terus menjadi saksi bisu sejarah yang penuh warna.
Sebagai kota tertua yang terus dihuni di dunia, Damaskus menyimpan warisan budaya dan sejarah yang tak ternilai. Masjid Umayyah, yang menjadi salah satu landmark ikonik kota ini, adalah bukti dari kejayaan masa lalu. Namun, masa depan Damaskus kini bergantung pada bagaimana dunia internasional dan kekuatan-kekuatan regional bekerja sama untuk membangun kembali kota ini dan mengakhiri konflik yang telah terlalu lama berlangsung.
Harapan Baru untuk Suriah
Damaskus, yang pernah disebut sebagai “surga di bumi”, kini menghadapi tantangan terbesar dalam sejarah modernnya. Harapan untuk perdamaian dan rekonstruksi tetap hidup, meskipun jalannya penuh rintangan. Dunia menantikan apakah pemerintah transisi yang dipimpin HTS dapat mewujudkan janji untuk menciptakan pemerintahan yang inklusif dan membawa stabilitas ke Suriah.
Jika surga benar-benar ada di bumi, Damaskus mungkin bisa kembali menemukan kemegahannya suatu hari nanti. Namun, untuk mencapai itu, diperlukan upaya kolektif dari semua pihak untuk mengakhiri kekerasan dan membangun kembali kota ini sebagai simbol perdamaian dan keindahan yang abadi. By Mukroni
Foto Republik Online
- Berita Terkait :
Dari Bukhari ke Bung Karno: Wisata Ziarah dan Diplomasi Berbumbu Sejarah
Revitalisasi Cagar Budaya Nasional Muarajambi Menuju Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Dunia
Kyai Rangga Bupati Tegal: Diplomat Perjuangan Sultan Agung melawan VOC di Batavia pada Abad ke-17
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung