• Ming. Okt 6th, 2024

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

ByAdmin

Okt 2, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Dalam beberapa tahun terakhir, tambang pasir laut telah menjadi salah satu isu lingkungan yang paling mengkhawatirkan di Indonesia. Aktivitas ini dianggap sebagai ancaman serius bagi ekosistem laut dan kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup mereka pada sumber daya kelautan. Sejak pemerintah Indonesia memutuskan untuk kembali membuka keran ekspor pasir laut yang sempat dihentikan sejak tahun 2003, kekhawatiran akan kerusakan ekosistem laut dan dampak sosial bagi masyarakat pesisir semakin meningkat.

Penambangan pasir laut bukanlah fenomena baru. Aktivitas ini telah lama dilakukan di berbagai belahan dunia, dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasir untuk konstruksi dan infrastruktur. Namun, skala dan intensitas penambangan pasir laut kini telah mencapai level yang membahayakan keberlanjutan lingkungan. Data yang dirilis oleh Marine Sand Watch, sebuah platform global yang memantau penambangan pasir di lingkungan laut, menunjukkan bahwa setiap tahun manusia mengeruk sekitar 6 miliar ton pasir laut. Jumlah ini cukup untuk memenuhi lebih dari satu juta truk pengangkut pasir.

Dengan skala penambangan sebesar ini, ekosistem laut di berbagai wilayah dunia terancam. Penambangan pasir laut kerap menggunakan peralatan berat, termasuk alat penyedot pasir raksasa yang bekerja layaknya vacuum cleaner. Alat ini menyedot pasir dalam jumlah besar dari dasar laut, meninggalkan kawasan laut yang tandus dan rusak. Akibatnya, habitat laut yang kaya akan keanekaragaman hayati mengalami degradasi parah. Proses pemulihan alami, yang biasanya terjadi secara perlahan di alam, tidak dapat mengejar laju kerusakan akibat penambangan yang masif.

Di Indonesia, dampak negatif dari penambangan pasir laut sudah sangat terasa, terutama bagi masyarakat pesisir dan nelayan yang kehidupannya bergantung pada hasil laut. Menurut laporan dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), kebijakan pemerintah untuk membuka kembali ekspor pasir laut akan memperparah situasi ini. Setidaknya 2,7 juta orang yang bergantung pada sektor perikanan dan kelautan akan terpengaruh secara langsung. Banyak nelayan yang melaporkan penurunan drastis dalam jumlah tangkapan ikan mereka akibat kerusakan habitat laut yang disebabkan oleh penambangan pasir.

Baca juga : Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Baca juga : Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Baca juga : Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Contoh nyata dapat ditemukan di Sulawesi Selatan, di mana penambangan pasir laut telah berlangsung sejak Februari 2021. Menurut data KIARA, aktivitas penambangan pasir di daerah ini telah menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan hingga dua pertiga dari jumlah tangkapan normal. Jika sebelumnya para nelayan mampu menangkap 10-20 kilogram ikan per hari, kini mereka hanya mendapatkan 1-2 kilogram. Situasi ini menimbulkan tekanan ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat nelayan, yang sebagian besar hidup dari hasil laut.

Kondisi serupa juga dialami oleh masyarakat di Pulau Rupat, Riau. Sebagai salah satu pulau kecil yang rawan tenggelam akibat kenaikan permukaan laut, Pulau Rupat kini menghadapi ancaman yang lebih besar akibat penambangan pasir laut. Penambangan pasir di sekitar perairan pulau ini telah menyebabkan penurunan drastis dalam jumlah tangkapan ikan, memaksa nelayan lokal untuk berjuang keras mencari sumber penghasilan alternatif.

Selain merusak ekosistem laut, penambangan pasir juga memperparah kerentanan wilayah pesisir terhadap bencana alam. Pasir laut berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir, termasuk melindungi pantai dari abrasi dan badai. Ketika pasir dikeruk dalam jumlah besar, pantai kehilangan lapisan pelindung alaminya, sehingga lebih rentan terhadap erosi dan banjir akibat kenaikan permukaan laut. Di tengah ancaman perubahan iklim global, kerentanan ini menjadi semakin kritis.

Penambangan pasir laut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memberikan dampak sosial yang signifikan. Banyak masyarakat pesisir yang bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan merasa kehilangan. Dampak ekonomi ini tidak hanya dirasakan oleh nelayan, tetapi juga oleh industri kecil menengah yang bergantung pada hasil laut, seperti pengolahan ikan dan hasil laut lainnya. Penurunan hasil tangkapan berarti penurunan pendapatan bagi masyarakat pesisir, yang kemudian dapat berujung pada peningkatan kemiskinan dan kesenjangan sosial di daerah-daerah pesisir.

Berbagai organisasi lingkungan internasional telah memperingatkan bahwa penambangan pasir laut merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan lingkungan laut global. Sebuah laporan dari Program Lingkungan PBB (UNEP) menyatakan bahwa praktik penambangan pasir yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang tidak dapat diperbaiki. UNEP menyarankan agar para penambang pasir mempertimbangkan aspek lingkungan dalam operasi mereka, seperti meninggalkan lapisan pasir setebal 50-60 sentimeter di dasar laut setelah penambangan untuk memberi kesempatan bagi ekosistem laut untuk pulih.

Sayangnya, banyak praktik penambangan pasir laut di Indonesia dan berbagai negara lain tidak memperhatikan pedoman ini. Ketiadaan regulasi yang ketat serta lemahnya pengawasan pemerintah membuat penambangan pasir seringkali dilakukan secara sembarangan, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap ekosistem laut dan masyarakat pesisir.

Kebijakan pemerintah Indonesia yang kembali membuka ekspor pasir laut menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak yang berpendapat bahwa keputusan ini lebih menguntungkan sektor industri dan kontraktor besar, sementara masyarakat pesisir dan lingkungan laut menjadi korban. Pemerintah didesak untuk segera meninjau kembali kebijakan ini dan menerapkan regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa penambangan pasir laut dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem.

Sebagai solusi jangka panjang, UNEP dan berbagai organisasi lingkungan menyarankan agar dunia mengurangi ketergantungan pada pasir laut sebagai bahan bangunan. Alih-alih terus mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas, UNEP mengusulkan penggunaan material daur ulang untuk konstruksi. Bahan-bahan seperti beton daur ulang dan limbah industri dapat menggantikan pasir dalam banyak aplikasi konstruksi, sehingga mengurangi tekanan terhadap ekosistem laut.

Penting juga bagi pemerintah Indonesia untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait penambangan pasir laut. Sebagai pihak yang paling terdampak, masyarakat pesisir harus memiliki suara dalam menentukan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Partisipasi aktif masyarakat dalam merumuskan kebijakan dapat membantu memastikan bahwa kepentingan mereka terlindungi, dan kerusakan lingkungan dapat diminimalkan.

Selain itu, pendidikan dan penyuluhan mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan laut perlu ditingkatkan. Pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya penambangan pasir laut, serta mengajarkan praktik-praktik penambangan yang lebih berkelanjutan.

Penambangan pasir laut memang memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek bagi beberapa pihak, tetapi kerugian jangka panjang yang ditimbulkannya jauh lebih besar. Ekosistem laut yang rusak akan sulit dipulihkan, dan kehidupan masyarakat pesisir yang tergantung pada laut akan semakin terpinggirkan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencari solusi yang berkelanjutan, agar kekayaan alam Indonesia tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. *Mukroni

  • Berita Terkait :

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *