Jakarta, Kowantaranews.com — Presiden terpilih Prabowo Subianto kembali memicu perbincangan publik dengan ambisiusnya janji kampanye untuk membangun 3 juta rumah setiap tahun selama masa jabatannya. Program ini, yang digadang-gadang akan menjadi solusi bagi kekurangan perumahan di Indonesia, terkesan ambisius sekaligus menimbulkan pertanyaan besar. Bisakah janji ini benar-benar diwujudkan, atau akankah ia hanya menjadi retorika kampanye yang sulit terwujud?
Pada saat kampanye, janji perumahan murah ini digembar-gemborkan sebagai salah satu cara Prabowo untuk menjawab permasalahan utama yang dihadapi rakyat, terutama masyarakat menengah ke bawah. Kebutuhan perumahan di Indonesia, terutama di wilayah perkotaan, memang sudah mencapai titik krisis. Keterbatasan lahan, lonjakan harga properti, serta minimnya program perumahan rakyat dari pemerintah selama beberapa dekade terakhir, menyebabkan banyak warga yang tidak memiliki akses untuk membeli rumah layak.
Rencana Ambisius 3 Juta Rumah
Dalam keterangannya, Prabowo menjanjikan pembangunan 3 juta rumah setiap tahunnya, yang akan terdiri dari 2 juta unit rumah di perdesaan dan 1 juta apartemen di wilayah perkotaan. Ketua Satuan Tugas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa program ini akan diarahkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dengan tujuan menyediakan hunian yang terjangkau namun tetap berkualitas.
Namun, besarnya angka tersebut menimbulkan banyak pertanyaan. Membangun 3 juta rumah per tahun berarti 8.200 rumah per hari, atau sekitar 342 rumah per jam jika dihitung tanpa henti selama setahun penuh. Angka-angka ini menimbulkan skeptisisme mengenai kelayakan dan realitas program tersebut. Terlebih lagi, infrastruktur, regulasi, serta pembiayaan yang dibutuhkan untuk merealisasikan proyek sebesar ini bukanlah hal yang sepele.
Tantangan dalam Realisasi Program
Meski program perumahan ini terdengar sangat menjanjikan, ada banyak tantangan yang perlu diatasi jika Prabowo benar-benar ingin menepati janjinya. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan lahan, terutama di daerah perkotaan. Membangun 1 juta apartemen di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan memerlukan lahan yang sangat luas, yang selama ini didominasi oleh proyek komersial atau infrastruktur lainnya.
Harga lahan di kota-kota besar juga terus meroket, sehingga bisa menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pemerintah untuk menyediakan perumahan murah yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Apakah apartemen yang akan dibangun benar-benar bisa dijual atau disewakan dengan harga terjangkau?
Di sisi lain, pembangunan rumah di perdesaan juga menghadapi tantangan tersendiri. Meskipun lahan di perdesaan lebih tersedia, kendala aksesibilitas, infrastruktur dasar, dan konektivitas antara desa dan kota besar menjadi faktor yang harus dipertimbangkan. Apakah rumah-rumah yang dibangun di perdesaan akan menarik minat masyarakat jika fasilitas dan infrastruktur penunjang seperti jalan raya, sekolah, atau pusat kesehatan masih kurang?
Baca juga : Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Baca juga : Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Baca juga : Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Persoalan Pendanaan
Selain masalah lahan, tantangan utama lainnya adalah pendanaan. Pembangunan 3 juta rumah per tahun membutuhkan dana yang sangat besar. Pertanyaan besarnya adalah, dari mana anggaran ini akan diambil? Apakah pemerintah akan menggandeng pihak swasta dalam program ini, atau sepenuhnya membiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)?
Dalam wawancara dengan media, Hashim Djojohadikusumo menjelaskan bahwa program ini akan melibatkan skema pembiayaan publik-swasta untuk mempercepat realisasi pembangunan. Namun, skema ini sering kali memiliki implikasi tersendiri, terutama bagi harga akhir dari rumah atau apartemen yang dibangun. Jika pembiayaan sepenuhnya diserahkan kepada swasta, bisa saja harga rumah dan apartemen tersebut tetap tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada masa lalu, pemerintah telah meluncurkan beberapa program perumahan murah, namun banyak di antaranya yang terbentur oleh masalah pendanaan. Program sejuta rumah yang diinisiasi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, misalnya, kerap kali menghadapi masalah dalam hal pembiayaan dan kualitas bangunan. Apakah Prabowo akan mampu menghindari jebakan yang sama, atau akankah program ini mengikuti pola yang serupa?
Realitas di Lapangan: Infrastruktur dan Kualitas Bangunan
Membangun 3 juta rumah dalam satu tahun berarti bukan hanya membutuhkan dana besar, tetapi juga tenaga kerja dan infrastruktur pendukung yang memadai. Dalam program-program perumahan sebelumnya, masalah yang sering dihadapi adalah buruknya kualitas bangunan yang disediakan. Karena dikejar target yang besar, banyak proyek perumahan rakyat yang dihasilkan dengan kualitas rendah, seperti rumah-rumah yang mudah rusak atau fasilitas yang tidak layak.
Jika pemerintah tidak hati-hati dalam menjalankan proyek ini, besar kemungkinan bahwa program perumahan Prabowo akan menghadapi masalah serupa. Selain itu, dengan angka yang sedemikian besar, pemerintahan Prabowo juga harus memikirkan sistem distribusi yang adil. Masyarakat mana yang akan diprioritaskan untuk mendapatkan rumah ini? Bagaimana mekanisme pembagian dan seleksinya?
Pembangunan perumahan rakyat juga membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai. Artinya, selain membangun rumah, pemerintah juga harus membangun akses jalan, penyediaan listrik, air bersih, serta fasilitas umum lainnya di sekitar lokasi perumahan. Ini menambah kompleksitas dari program yang sudah sangat ambisius.
Apakah Program Ini Realistis?
Dengan tantangan-tantangan di atas, muncul pertanyaan besar: Apakah janji 3 juta rumah per tahun ini benar-benar realistis? Di atas kertas, angka ini memang mengesankan, tetapi dalam implementasinya, berbagai faktor teknis, ekonomi, dan politik akan sangat mempengaruhi kesuksesannya. Sejumlah pengamat kebijakan perumahan berpendapat bahwa angka tersebut tampak terlalu optimistis.
Jika dibandingkan dengan program-program perumahan sebelumnya, yang biasanya hanya menargetkan sekitar 1 juta rumah per tahun, janji 3 juta rumah terlihat seperti lonjakan yang sangat besar. Tanpa adanya perencanaan yang matang, program ini berisiko menjadi janji kosong yang sulit diwujudkan.
Selain itu, pemerintahan Prabowo juga harus berhadapan dengan tantangan fiskal yang tidak sedikit. Anggaran negara selama ini sudah banyak terserap untuk pembangunan infrastruktur lain, serta subsidi sosial. Dengan keterbatasan anggaran yang ada, besar kemungkinan bahwa program perumahan ini harus bersaing dengan proyek-proyek besar lainnya, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, atau investasi di sektor kesehatan dan pendidikan.
Respons Publik dan Ekspektasi Masyarakat
Di sisi lain, masyarakat masih menyimpan harapan besar terhadap janji Prabowo ini. Bagi mereka yang selama ini kesulitan mendapatkan rumah, terutama di kota-kota besar, janji ini memberikan secercah harapan. Dengan kondisi perumahan yang semakin tidak terjangkau, terutama bagi generasi muda dan pekerja urban, program perumahan murah menjadi solusi yang sangat ditunggu-tunggu.
Namun, masyarakat juga realistis. Banyak yang meragukan apakah program ini bisa benar-benar terlaksana tanpa adanya reformasi mendasar dalam sistem perumahan di Indonesia. Banyak pula yang berharap bahwa pemerintah dapat menyediakan mekanisme pembiayaan rumah yang lebih terjangkau, seperti kredit perumahan bersubsidi, serta memperbaiki regulasi yang memudahkan akses masyarakat untuk membeli rumah.
Janji Prabowo untuk membangun 3 juta rumah per tahun merupakan salah satu janji kampanye terbesar dalam Pilpres 2024. Program ini berpotensi membawa perubahan besar dalam sektor perumahan Indonesia, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Namun, tantangan dalam hal lahan, pendanaan, infrastruktur, dan kualitas bangunan membuat janji ini tampak sulit diwujudkan dalam jangka pendek.
Waktu akan membuktikan apakah janji ini bisa menjadi kenyataan atau sekadar retorika kampanye. Yang pasti, ekspektasi masyarakat sudah terbentuk, dan pemerintah harus bekerja keras untuk menjawab harapan tersebut. Bagi Prabowo, ini adalah salah satu ujian besar yang akan menentukan keberhasilan pemerintahannya di mata publik. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung