• Kam. Agu 21st, 2025

KowantaraNews

Kowantara News: Berita tajam, warteg jaya, UMKM tak terjajah!

Stasiun Jakarta Kota dan Bogor: Saksi Bisu Era Kolonial Hindia Belanda  

ByAdmin

Agu 18, 2025
Foto Gedung Kantor Kereta Api Indonesia Bogor dihiasi HUT RI ke 80. Foto Kowantaranews.com
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Di bawah langit tropis Batavia, tahun 1871, gemuruh roda besi mulai menggema. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta Belanda, merintis jalur pertama di Jawa, menghubungkan Batavia (kini Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor). Rel-rel itu bukan sekadar besi dan kayu; mereka adalah urat nadi kolonial, mengalirkan hasil perkebunan—tebu, kopi, dan teh—menuju pelabuhan untuk diekspor ke Eropa, sekaligus memudahkan mobilitas pejabat dan pasukan Belanda. Pada 15 September 1871, jalur pertama Batavia-Weltevreden dibuka, diikuti Weltevreden-Meester Cornelis pada 1872, hingga akhirnya, pada 31 Januari 1873, jalur penuh menuju Buitenzorg diresmikan. Kereta uap melaju, membelah sawah dan kampung, membawa aroma modernitas ke tanah Jawa.

Di tengah hiruk-pikuk Batavia, sebuah stasiun megah mulai menancapkan keberadaannya. Awalnya bernama Batavia Zuid, stasiun ini dibangun pada 1887 oleh Bataviasche Oosterspoorweg Maatschappij (BOS). Namun, pada 1926, arsitek Belanda Frans Johan Louwrens Ghijsels merancang ulang stasiun ini dengan gaya Art Deco yang elegan, menggantikan kesederhanaan sebelumnya dengan lengkungan anggun dan ornamen modern. Pada 8 Oktober 1929, stasiun yang kini dikenal sebagai Stasiun Jakarta Kota diresmikan, menjadi jantungan transportasi yang menghubungkan Batavia dengan Bogor, Bandung, hingga Surabaya. Bangunannya, dengan ventilasi alami dan langit-langit tinggi, dirancang untuk menahan panas tropis, sekaligus memamerkan kejayaan kolonial.

Jauh di Buitenzorg, Stasiun Bogor berdiri dengan pesona berbeda. Dibangun pada 1881, stasiun ini mengusung gaya Neoklasik dan Indische Empire, mencerminkan kemegahan sederhana yang selaras dengan iklim pegunungan. Pilar-pilar kokoh dan jendela-jendela besar menyambut para pelancong, dari pejabat kolonial hingga pedagang lokal. Stasiun ini bukan hanya tempat singgah; ia menjadi penutup jalur pertama NIS, saksi bisu bagaimana rel menghidupkan roda ekonomi dan urbanisasi. Ketika elektrifikasi tiba pada 1918, jalur Batavia-Buitenzorg menjadi yang pertama merasakan denyut listrik, diikuti perluasan ke Meester Cornelis dan Tanjung Priok pada 1925. Kereta listrik meluncur lebih cepat, membawa lebih banyak penumpang, dan menandai era baru transportasi komuter.

Mobilisasi Penduduk Tegal ke Jakarta: Jejak Sejarah di Masa Sultan Agung Menyerang VOC 1628 M

Stasiun Jakarta Kota dan Bogor bukan sekadar bangunan; mereka adalah cermin sejarah. Jakarta Kota, dengan keanggunan Art Deco-nya, menjadi pusat pergerakan manusia dan barang, sementara Bogor, dengan arsitektur klasiknya, menjaga pesona kota peristirahatan kolonial. Keduanya bertahan melampaui zaman Belanda, menyaksikan pergantian kekuasaan, dari NIS ke Staatsspoorwegen pada 1913, hingga kemerdekaan Indonesia. Pada 1993, Stasiun Jakarta Kota ditetapkan sebagai cagar budaya, diikuti Bogor yang tetap mempertahankan wajah aslinya. Hingga kini, derap langkah penumpang dan suara rel di kedua stasiun ini masih bergema, mengisahkan masa ketika kereta api tak hanya mengangkut barang, tetapi juga mimpi dan ambisi sebuah era kolonial yang telah lama pergi. By Mukroni

  • Berita Terkait :

Mobilisasi Penduduk Tegal ke Jakarta: Jejak Sejarah di Masa Sultan Agung Menyerang VOC 1628 M

Lokasi Taman Eden dalam Tradisi Yahudi: Antara Geografi, Alegori, dan Mistisisme

Hutan Orang Rimba Jadi Kebun Sawit: Berondolan Dicuri, Pemerintah Sibuk Selfie ?

Buruh Bersuara, Monas Jadi Panggung Prabowo, Warteg Tetep Jadi Pelarian!

Mengerikan! Sindikat Internasional Ekspor Kulit Mangrove Ilegal, Laut Maluku Menjerit!

BENCANA MEGA-DEFORESTASI: PUNCAK BOGOR JADI KUBURAN HUTAN, JAKARTA LUMPUH OLEH AIR MATA ALAM!

Dilema Besar! Pembangunan IKN atau Kesejahteraan Rakyat?

Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan

Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan

Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!

Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!

Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis

Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru

Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang

Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam

Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur

JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot

76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza

Afrika Selatan Menuduh Israel Lakukan Genosida di Gaza di Hadapan Mahkamah Internasional, ini Alasan Adila Hassim

Kontroversi Nat Schwartz: Penyelidikan The New York Times tentang Kekerasan Seksual oleh Hamas dan Implikasinya

Pengarahan Jaksa ICC Karim AA Khan KC kepada Dewan Keamanan PBB mengenai Situasi di Libya: Laporan dan Peta Jalan Menuju Keadilan Berdasarkan Resolusi 1970 (2011)

Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill

Prof. Jeffrey Sachs: Kebijakan Luar Negeri AS Bertentangan dengan Kepentingan Rakyat dan Didasarkan pada Kebohongan Berkelanjutan

Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global

Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden

Thomas Piketty: Barat Harus Memberikan Sanksi kepada Israel Jika Benar-Benar Mendukung Solusi Dua Negara

Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *