Jakarta, Kowantaranews.com -Prof. Jeffrey Sachs, seorang ekonom terkenal dan penasihat kebijakan publik, telah lama menjadi suara kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Dalam pandangannya, kebijakan luar negeri AS sering kali bertentangan dengan kepentingan rakyatnya sendiri dan dibangun di atas fondasi kebohongan yang terus menerus. Sachs berpendapat bahwa banyak keputusan yang diambil oleh pemerintah AS dalam hal intervensi militer dan politik luar negeri tidak hanya merugikan negara-negara lain tetapi juga merugikan rakyat Amerika dalam berbagai cara yang signifikan.
Kepentingan Ekonomi dan Politik yang Mempengaruhi Kebijakan
Salah satu argumen utama Sachs adalah bahwa kompleks industri-militer memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kebijakan luar negeri AS. Kompleks industri-militer mencakup perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi senjata dan perlengkapan militer, yang memiliki kepentingan besar dalam memastikan bahwa AS terus terlibat dalam konflik militer. Perusahaan-perusahaan ini sering kali memiliki hubungan erat dengan para pembuat kebijakan dan politisi, yang berarti bahwa kebijakan yang diambil sering kali menguntungkan mereka secara finansial.
Sachs menjelaskan bahwa banyak intervensi militer AS, terutama di Timur Tengah, dipicu oleh keinginan untuk mengontrol sumber daya alam, terutama minyak. Alasan yang diberikan kepada publik biasanya berkaitan dengan keamanan nasional atau penyebaran demokrasi, tetapi motivasi yang mendasarinya sering kali bersifat ekonomis. Ini menciptakan situasi di mana kebijakan luar negeri AS lebih melayani kepentingan korporat daripada kepentingan nasional atau kesejahteraan rakyatnya.
Kebohongan dan Propaganda dalam Kebijakan Luar Negeri
Prof. Sachs menyoroti bagaimana kebohongan dan propaganda telah menjadi alat utama dalam membenarkan kebijakan luar negeri AS yang agresif. Salah satu contoh paling mencolok adalah invasi Irak pada tahun 2003. Pemerintah AS, di bawah Presiden George W. Bush, mengklaim bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal yang mengancam keamanan global. Namun, setelah invasi, terbukti bahwa klaim tersebut tidak berdasar dan senjata tersebut tidak ditemukan. Kebohongan ini tidak hanya menipu publik Amerika tetapi juga menyebabkan kehancuran yang luar biasa di Irak dan mengorbankan banyak nyawa.
Media massa di AS juga memainkan peran penting dalam memperkuat narasi pemerintah. Media sering kali mengulangi dan memperkuat klaim-klaim pemerintah tanpa kritik yang cukup, sehingga menciptakan lingkungan di mana publik mudah dimanipulasi. Sachs berpendapat bahwa media di AS sering kali memiliki hubungan dengan kepentingan korporat, yang berarti mereka juga diuntungkan oleh kebijakan yang mendukung kompleks industri-militer.
Dampak Negatif bagi Rakyat Amerika
Kebijakan luar negeri AS yang agresif memiliki dampak negatif yang besar bagi rakyat Amerika. Pertama, ada biaya ekonomi yang sangat besar. Intervensi militer dan perang menelan anggaran yang sangat besar, yang sebagian besar harus ditanggung oleh pembayar pajak Amerika. Dana ini bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup di dalam negeri, seperti untuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur. Sebagai gantinya, dana tersebut dihabiskan untuk perang yang sering kali tidak memberikan manfaat langsung bagi rakyat Amerika.
Selain biaya ekonomi, ada juga korban jiwa dan trauma yang dialami oleh tentara Amerika dan keluarga mereka. Banyak veteran perang kembali ke rumah dengan luka fisik dan mental yang serius, dan sering kali mereka tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari pemerintah. Ini menciptakan beban sosial dan ekonomi tambahan bagi masyarakat Amerika.
Lebih lanjut, kebohongan yang digunakan untuk membenarkan perang merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Contoh kasus senjata pemusnah massal di Irak adalah salah satu yang paling mencolok. Ketika kebohongan semacam itu terungkap, publik merasa dikhianati, yang mengarah pada krisis kepercayaan terhadap institusi-institusi demokratis. Hal ini memperburuk polarisasi politik dan memperkuat rasa skeptisisme dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Baca juga : Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Baca juga : Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Baca juga : Thomas Piketty: Barat Harus Memberikan Sanksi kepada Israel Jika Benar-Benar Mendukung Solusi Dua Negara
Alternatif dan Solusi yang Diusulkan
Dalam menghadapi berbagai masalah ini, Prof. Jeffrey Sachs mengusulkan beberapa alternatif dan solusi untuk mengarahkan kembali kebijakan luar negeri AS ke jalur yang lebih damai dan menguntungkan rakyatnya. Salah satu solusi utama yang dia ajukan adalah peningkatan diplomasi dan kerjasama internasional. Menurut Sachs, banyak konflik global dapat diselesaikan melalui dialog dan kerjasama multilateral daripada melalui intervensi militer. Diplomasi yang efektif bisa mengurangi ketegangan dan membangun hubungan yang lebih stabil dan damai antara negara-negara.
Sachs juga menekankan pentingnya mengalihkan anggaran militer ke investasi domestik. Dengan mengurangi pengeluaran untuk perang dan meningkatkan investasi dalam negeri, AS bisa memperkuat ekonominya dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. Dana yang saat ini dihabiskan untuk perang bisa digunakan untuk membiayai pendidikan, perawatan kesehatan, infrastruktur, dan teknologi hijau. Ini tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Amerika tetapi juga akan menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Sachs menekankan perlunya reformasi politik untuk mengurangi pengaruh lobi industri militer dan korporat besar dalam politik Amerika. Reformasi ini bisa mencakup perubahan dalam pendanaan kampanye dan peningkatan transparansi pemerintah. Dengan mengurangi pengaruh uang dalam politik, kebijakan yang diambil bisa lebih mencerminkan kepentingan rakyat daripada kepentingan korporat.
Penutup
Prof. Jeffrey Sachs mengajak masyarakat Amerika dan dunia untuk mempertimbangkan kembali arah kebijakan luar negeri AS. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih damai dan berfokus pada diplomasi, serta mengalihkan sumber daya ke investasi domestik, AS bisa menciptakan masa depan yang lebih sejahtera dan adil bagi semua. Kebijakan luar negeri yang didasarkan pada kebohongan dan kepentingan korporat hanya akan terus merugikan rakyat Amerika dan dunia. Dengan perubahan yang tepat, kebijakan luar negeri AS bisa menjadi kekuatan untuk kebaikan yang lebih besar, baik di dalam negeri maupun di panggung global.
Jeffrey David Sachs: Perjuangan Melawan Kemiskinan dan Kontroversi Kebijakan
Jeffrey David Sachs (/sæks/ SAKS; lahir 5 November 1954) adalah seorang ekonom Amerika dan analis kebijakan publik yang terkenal dengan kontribusinya dalam pembangunan berkelanjutan, pembangunan ekonomi, dan upaya global untuk mengakhiri kemiskinan. Saat ini, Sachs adalah profesor di Universitas Columbia, tempat ia pernah menjabat sebagai direktur The Earth Institute. Di universitas ini, ia juga menjabat sebagai Direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan dan memimpin Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB.
Karier Akademik dan Pekerjaan di PBB
Sachs memiliki karier panjang dalam akademik dan kebijakan publik, dengan fokus khusus pada masalah pembangunan global. Ia dikenal karena karyanya yang luas dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan di seluruh dunia. Sebagai Advokat SDG untuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres, ia berperan penting dalam mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), serangkaian 17 tujuan global yang diadopsi pada pertemuan puncak PBB pada bulan September 2015.
Dari tahun 2001 hingga 2018, Sachs menjabat sebagai Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB, pertama di bawah Kofi Annan dan kemudian Ban Ki-moon. Dalam peran ini, ia bekerja erat dengan PBB untuk mendukung Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), delapan tujuan yang disepakati secara internasional untuk mengurangi kemiskinan ekstrem, kelaparan, dan penyakit pada tahun 2015. Sachs pertama kali ditunjuk sebagai penasihat khusus terkait dengan MDGs pada tahun 2002 oleh Kofi Annan.
Kontribusi dan Kritik
Sachs adalah salah satu pendiri dan kepala strategi Millennium Promise Alliance, sebuah organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk mengakhiri kemiskinan dan kelaparan ekstrem. Organisasi ini mendapat perhatian baik dari pendukung maupun kritikus. Jurnalis Nina Munk menulis sebuah buku yang mengkritisi beberapa pendekatan yang diambil oleh Sachs dan organisasi ini, menyoroti tantangan dan kegagalan yang dihadapi dalam upaya tersebut.
Selain itu, dari tahun 2002 hingga 2006, Sachs menjabat sebagai direktur Proyek Milenium PBB yang berfokus pada pencapaian MDGs. Dia juga salah satu editor Laporan Kebahagiaan Dunia bersama John F. Helliwell dan Richard Layard, laporan yang menilai tingkat kebahagiaan di berbagai negara dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 2010, Sachs menjadi komisaris di Komisi Broadband untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang bertujuan untuk meningkatkan pentingnya internet broadband dalam kebijakan internasional.
Kontroversi dan Pandangan Ekonomi
Selama kariernya, Sachs telah menulis beberapa buku dan menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya. Namun, ia juga menjadi subjek kritik terkait beberapa pandangannya mengenai ekonomi dan isu-isu global. Pandangannya tentang asal usul COVID-19, serta responsnya terhadap invasi Rusia ke Ukraina, telah menimbulkan kontroversi. Beberapa pengamat mengkritik Sachs karena dianggap tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang dinamika politik yang kompleks di balik konflik tersebut.
Kesimpulan
Jeffrey David Sachs adalah sosok yang berpengaruh dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan kebijakan publik. Dengan karier yang panjang dan beragam, ia telah memainkan peran penting dalam mendorong upaya global untuk mengakhiri kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Meskipun demikian, pandangannya tidak luput dari kritik dan kontroversi, yang menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam pekerjaan yang ia lakukan.
Sebagai seorang akademisi dan penasihat kebijakan, Sachs terus bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan global, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan kritik. Melalui pekerjaannya di Universitas Columbia dan perannya dalam PBB, ia tetap menjadi suara penting dalam diskusi tentang bagaimana dunia dapat mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. *Roni
Sumber https://twitter.com/SystemUpdate_/status/1791099243488243858?t=9YCRC4ScJZOgZ7AM5MLrlg&s=08
Foto www.spiegel.de
- Berita Terkait :
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari