Jakarta, Kowantaranews.com -Ketika lampu-lampu panggung mulai bersinar di Rotterdam Ahoy, tempat berlangsungnya Kontes Lagu Eurovision tahun ini, dunia menyaksikan panggung terbesar untuk keberagaman musik di Eropa. Namun, di balik gemerlapnya panggung, tersembunyi kontroversi yang memperdebatkan hak Israel untuk berpartisipasi sambil menekan simbol Palestina. Ini bukan sekadar pertunjukan musik; ini adalah panggung politik yang memperjuangkan nilai-nilai dan identitas, sebuah medan perang ideologi yang tergambar dalam catatan hitam dan putih di sepanjang sejarah yang tak pernah habis.
Di Belgia, suara Jos D’Haese bergema sebagai representasi dari sudut pandang yang mendukung Palestina. Sebagai seorang politisi Belgia dan anggota Parlemen Flemish, D’Haese dengan tegas mengecam keputusan Kontes Lagu Eurovision yang dianggapnya munafik. Baginya, memperbolehkan Israel berpartisipasi sambil melarang bendera Palestina dan Keffiyeh adalah bentuk keunggulan ganda yang tidak dapat ditoleransi. Ini bukan hanya tentang musik, tetapi juga tentang keadilan dan representasi politik.
Namun, di balik seruan D’Haese, ada kompleksitas yang melekat dalam hubungan Israel-Palestina yang sulit diurai. Konflik berkepanjangan, dengan akar sejarah yang dalam, telah memunculkan pertanyaan tentang identitas, kedaulatan, dan hak asasi manusia. Eurovision, yang didasarkan pada semangat persatuan dan keragaman, mendapati dirinya terjerat dalam jaringan politik yang rumit. Bagaimana Eurovision, sebuah acara hiburan global, bisa menjadi medan perjuangan politik yang begitu kuat?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat lebih dalam ke dalam esensi Eurovision dan dinamika hubungan internasional yang mempengaruhinya. Eurovision, sejak pertama kali diadakan pada tahun 1956, telah menjadi simbol kebersamaan Eropa pasca-perang. Dengan memberikan kesempatan bagi negara-negara yang berpartisipasi untuk bersatu dalam cinta akan musik, Eurovision mencoba meruntuhkan batas-batas politik yang memisahkan mereka. Namun, dalam upayanya untuk mempromosikan persatuan, Eurovision terkadang menemui rintangan yang tidak dapat dihindari.
Partisipasi Israel dalam Eurovision adalah salah satu contohnya. Sejak Israel bergabung dengan kontes pada tahun 1973, keikutsertaannya telah dipenuhi dengan protes dan kontroversi. Bagi sebagian orang, keikutsertaan Israel adalah ekspresi dari haknya untuk bergabung dalam komunitas musik internasional tanpa memandang latar belakang politiknya. Namun, bagi yang lain, kehadiran Israel adalah pengingkaran terhadap kebijakan politiknya terhadap Palestina.
Baca juga : Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Baca juga : Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Baca juga : Jejak Sejarah Esau: Perjalanan di Pegunungan Bani Yas’in dari Bani Jawa dalam Kitab Tarikh Ibnu Khaldun
Israel, dengan konfliknya yang panjang dan kompleks dengan Palestina, seringkali dilihat sebagai negara yang mempraktikkan pendudukan dan pelanggaran hak asasi manusia. Karena itu, ada mereka yang percaya bahwa memperbolehkan Israel berpartisipasi dalam Eurovision adalah membenarkan tindakan-tindakan tersebut. Mereka melihat Eurovision tidak hanya sebagai ajang musik, tetapi juga sebagai platform politik yang memungkinkan Israel untuk mencuci citra internasionalnya.
Di sisi lain, ada argumen bahwa musik harus dianggap sebagai bahasa universal yang mampu mempersatukan orang dari latar belakang yang berbeda. Partisipasi Israel dalam Eurovision bisa dianggap sebagai langkah menuju rekonsiliasi antara negara-negara di kawasan tersebut. Namun, apakah rekonsiliasi semudah itu? Bagaimana mungkin kita menyatukan suara dan melupakan perbedaan politik saat ketidakadilan terus berlangsung?
Kritik terhadap Eurovision tidak hanya berasal dari Belgia atau negara-negara Eropa lainnya. Di negara-negara Arab dan Muslim, Eurovision sering dianggap sebagai ajang yang memperkuat narasi pro-Israel dan meredam suara Palestina. Penentang Eurovision mengklaim bahwa acara tersebut menjadi platform bagi Israel untuk mempromosikan citra yang bersih di mata dunia, sementara meredam kesadaran akan penderitaan rakyat Palestina.
Namun, di tengah kontroversi ini, ada suara-suara yang mempertanyakan apakah Eurovision memang tempat yang tepat untuk menyalurkan perjuangan politik. Apakah tidak mungkin kita memisahkan musik dari politik? Bagaimana mungkin kita merayakan keragaman dan persatuan sambil terus terlibat dalam perdebatan politik yang tidak kunjung usai?
Mungkin, jawabannya terletak pada kemampuan kita untuk mengakui kompleksitas dunia ini. Eurovision, sebagaimana juga politik dan hubungan internasional, tidak pernah hitam-putih. Ada abu-abu di antara warna-warna yang saling bertentangan. Mungkin kita harus melihat Eurovision sebagai cermin dari dunia yang kita tinggali, dengan semua konflik, ketidakadilan, dan ambiguitasnya.
Jadi, saat kita menyaksikan Eurovision, mari kita tidak hanya menilai penampilan musiknya, tetapi juga menelusuri pesan politik yang tersembunyi di balik gemerlap panggung. Mari kita berusaha memahami perspektif yang berbeda-beda dan terus memperjuangkan keadilan di dunia yang terus berubah ini. Karena pada akhirnya, kita semua berbagi panggung yang sama, panggung yang kita sebut sebagai bumi ini
Biografi Ringkas Jos D’Haese
Jos D’Haese, seorang politisi Belgia yang penuh semangat dan berpendidikan tinggi, memperoleh gelar master di bidang biologi dari Universitas Antwerp pada tahun 2018. Pendidikan tingginya memberinya landasan yang kuat dalam memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan lingkungan dan sains.
Sebagai perwakilan mahasiswa terpilih dan ketua Comac di Antwerp, D’Haese telah menunjukkan komitmennya terhadap advokasi mahasiswa dan kepentingan pekerja. Komitmen ini tercermin dalam perannya dalam mendirikan festival DiverCity, yang bertujuan untuk memperkuat keberagaman dan inklusi di antara mahasiswa dan masyarakat Antwerp.
Namun, panggilan politiknya tidak hanya terbatas pada lingkup lokal. Dengan kepemimpinan yang kuat, D’Haese berhasil memimpin daftar Partai Pekerja pada pemilihan umum lokal 2018 di Borgerhout, menunjukkan dukungan yang kuat dari pemilih di daerah tersebut. Pada awal 2019, dia kemudian menjabat sebagai anggota Parlemen Flemish setelah terpilih dalam pemilu regional Belgia 2019.
Pengangkatannya sebagai anggota Parlemen Flemish bukanlah hal yang kecil. Bersama dengan Lise Vandecasteele, D’Haese terpilih sebagai anggota Parlemen Flemish, menjadi bagian dari delegasi pertama Partai Pekerja di lembaga legislatif tersebut. Ini merupakan pencapaian penting bagi partai dan juga menunjukkan popularitas dan dukungan yang dimiliki oleh D’Haese di kalangan pemilih.
Tetapi, popularitas dan keberhasilan politik D’Haese tidak hanya terbatas pada arena tradisional politik. Dia juga dikenal sebagai politisi Belgia yang paling populer di TikTok, sebuah platform media sosial yang semakin berpengaruh, terutama di kalangan generasi muda. Kemampuannya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemilih melalui platform digital ini menunjukkan adaptabilitasnya dalam memanfaatkan teknologi untuk mencapai audiens yang lebih luas.
Dengan demikian, Jos D’Haese adalah contoh nyata dari seorang politisi muda yang berpendidikan tinggi, berkomitmen pada nilai-nilai sosial dan keadilan, dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan beragam pemilih, baik melalui jalur konvensional maupun melalui platform digital. Kepemimpinannya dalam memperjuangkan isu-isu penting bagi masyarakat Belgia, seperti lingkungan, keadilan sosial, dan advokasi mahasiswa, membuatnya menjadi figur yang penting dalam politik Belgia modern. *Roni
Sumber https://twitter.com/MiddleEastEye/status/1788972264706220468?t=yDruCooT0p9PABcRD-4M4A&s=08
Foto commons.wikimedia.org
- Berita Terkait :
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari
Warga China Minta Xi Jinping Mundur, Imbas At