Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tanggal 15 Mei 2024, warga Palestina memperingati 76 tahun Nakba, sebuah kata yang dalam bahasa Arab berarti “malapetaka.” Nakba mengacu pada pengusiran massal sekitar 700.000 warga Palestina dari tanah mereka selama dan setelah perang Arab-Israel tahun 1948, yang menandai berdirinya negara Israel. Peristiwa ini menjadi inti dari perjuangan nasional Palestina dan simbol penderitaan serta ketidakadilan yang masih mereka alami hingga hari ini.
Pengusiran dan Akibatnya
Setelah perang pada tahun 1948, Israel menolak mengizinkan para pengungsi Palestina kembali ke rumah mereka. Akibatnya, para pengungsi ini, yang kini berjumlah sekitar 6 juta jiwa, tersebar di kamp-kamp pengungsi di Lebanon, Suriah, Yordania, dan Tepi Barat yang diduduki Israel. Di Gaza, pengungsi dan keturunan mereka membentuk sekitar tiga perempat dari total populasi. Penolakan Israel terhadap hak warga Palestina untuk kembali ke tanah air mereka telah menjadi salah satu isu paling mendasar dan sulit dalam perundingan damai yang terus gagal.
Kondisi di Gaza
Gaza, dengan populasi sekitar 2 juta jiwa, adalah salah satu tempat paling padat penduduknya di dunia. Pengungsi yang tinggal di kamp-kamp kumuh menghadapi kondisi kehidupan yang sangat sulit, dengan akses terbatas ke air bersih, listrik, dan layanan kesehatan. Situasi ini semakin diperburuk oleh blokade yang diberlakukan Israel sejak tahun 2007, yang telah melumpuhkan ekonomi Gaza dan membatasi pergerakan orang dan barang.
Dalam beberapa tahun terakhir, situasi di Gaza semakin memburuk. Konflik yang terus berlanjut antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina sering kali menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang parah. Setiap putaran kekerasan baru meningkatkan penderitaan warga Gaza, yang sudah menghadapi krisis kemanusiaan yang kronis.
Peringatan Nakba
Peringatan 76 tahun Nakba datang di tengah-tengah kekhawatiran akan bencana yang lebih besar lagi di Gaza. Selama beberapa hari terakhir, warga Palestina di Gaza telah mengungsi ke tenda-tenda yang sudah penuh sesak untuk menghindari serangan udara Israel yang intensif. Gambar-gambar dari evakuasi massal ini sangat mirip dengan foto-foto hitam putih dari tahun 1948, menunjukkan bahwa sejarah tragis itu terus berulang.
Mustafa al-Gazzar, seorang kakek berusia 81 tahun, masih ingat jelas perjalanan keluarganya selama berbulan-bulan dari desa mereka di wilayah yang sekarang menjadi Israel tengah ke Rafah di bagian selatan Gaza. Saat itu ia baru berusia lima tahun. Al-Gazzar menceritakan bagaimana mereka dibom dari udara dan terpaksa tidur di lubang-lubang yang mereka gali di bawah pohon untuk berlindung. Kini, ia kembali mengungsi, kali ini ke tenda di Muwasi, daerah pantai tandus tempat sekitar 450.000 warga Palestina tinggal di kamp-kamp kumuh.
“Harapan saya pada tahun 1948 adalah untuk kembali,” katanya, “namun harapan saya saat ini adalah untuk bertahan.” Al-Gazzar menggambarkan kondisi hidupnya sekarang lebih buruk dibandingkan tahun 1948, karena badan PBB untuk pengungsi Palestina tidak lagi mampu menyediakan makanan dan kebutuhan pokok lainnya secara teratur. “Saya hidup dalam ketakutan yang luar biasa,” tambahnya sambil menangis. “Saya tidak bisa menafkahi anak dan cucu saya.”
Krisis Kemanusiaan
Keadaan di Gaza sangat menyedihkan, dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi dan kemiskinan yang meluas. Banyak keluarga bergantung pada bantuan internasional untuk bertahan hidup. Blokade Israel telah mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan di Gaza, mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Rumah-rumah sakit sering kali kekurangan obat-obatan dan peralatan medis dasar, sementara sekolah-sekolah berjuang untuk menyediakan pendidikan yang memadai di tengah keterbatasan sumber daya.
Situasi ini diperparah oleh kurangnya akses ke air bersih dan listrik yang sering padam. Krisis air di Gaza begitu parah sehingga banyak keluarga terpaksa mengandalkan air yang tidak aman untuk diminum, yang menyebabkan berbagai penyakit. Sementara itu, pemadaman listrik yang sering terjadi menghambat operasi rumah sakit, bisnis, dan kehidupan sehari-hari.
Respon Internasional
Respon internasional terhadap krisis di Gaza sering kali terpecah. Banyak negara dan organisasi internasional telah berusaha untuk menyediakan bantuan kemanusiaan, tetapi upaya ini sering kali terhalang oleh pembatasan yang diberlakukan oleh Israel. Pada saat yang sama, komunitas internasional juga menghadapi tantangan dalam mencari solusi politik yang dapat mengakhiri blokade dan mengatasi akar penyebab konflik.
PBB dan berbagai organisasi hak asasi manusia terus menyerukan diakhirinya blokade dan mendesak Israel untuk mematuhi hukum internasional yang melindungi hak-hak pengungsi. Namun, hingga kini, solusi yang adil dan permanen untuk krisis Gaza masih belum tercapai.
Harapan di Tengah Penderitaan
Meskipun situasi di Gaza sangat sulit, ada harapan yang tetap hidup di antara penduduknya. Banyak warga Palestina terus berjuang untuk kehidupan yang lebih baik dan hak-hak mereka. Organisasi-organisasi lokal dan internasional bekerja tanpa lelah untuk menyediakan bantuan, advokasi, dan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Generasi muda Palestina menunjukkan ketahanan dan kreativitas yang luar biasa dalam menghadapi tantangan sehari-hari. Mereka menggunakan pendidikan dan teknologi untuk mencari peluang baru dan membangun masa depan yang lebih baik, meskipun kondisi yang mengerikan. Pendidikan, meskipun terbatas, tetap menjadi prioritas bagi banyak keluarga yang melihatnya sebagai kunci untuk keluar dari kemiskinan dan ketidakadilan.
Peringatan 76 tahun Nakba adalah pengingat yang menyedihkan akan sejarah panjang penderitaan dan ketidakadilan yang dialami oleh warga Palestina. Namun, ini juga merupakan kesempatan untuk merenungkan ketahanan dan semangat perjuangan mereka yang terus hidup di tengah krisis yang berkepanjangan. Gaza, dengan semua kesulitan yang dihadapinya, adalah simbol dari perjuangan yang lebih besar untuk keadilan, hak asasi manusia, dan perdamaian.
Warga Palestina di Gaza dan di seluruh dunia terus memperingati Nakba bukan hanya sebagai peristiwa sejarah, tetapi sebagai bagian dari identitas dan perjuangan kolektif mereka untuk pengakuan dan hak kembali. Harapan dan keberanian mereka memberikan inspirasi bagi banyak orang yang memperjuangkan keadilan di seluruh dunia.
Di tengah kekacauan dan kekerasan, komitmen mereka terhadap hak asasi manusia dan perdamaian tetap kuat, memberikan harapan bahwa suatu hari nanti, impian mereka untuk kembali ke tanah air dan hidup dalam damai akan terwujud. *Roni
Sumber apnews.com
Foto arabcenterdc.org
- Berita Terkait :
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari