Jakarta, Kowantaranews.com -Ketika Kamala Harris mengambil panggung di Chicago minggu lalu, suasana penuh harapan dan antisipasi. Harris, Wakil Presiden Amerika Serikat pertama yang berkulit hitam dan keturunan Asia Selatan, berbicara kepada hadirin tentang perjalanan hidupnya yang “tidak terduga.” Ia mengisahkan tentang ibunya yang berani dan ayahnya yang selalu memberi dorongan, “Jangan biarkan apa pun menghentikanmu.” Ia menceritakan bagaimana pengalaman tragis sahabatnya yang menjadi korban pelecehan seksual memotivasinya untuk menjadi seorang jaksa. Harris juga mengajak publik untuk membayangkan hak-hak aborsi yang dipulihkan di bawah kepemimpinannya jika ia menjadi presiden.
Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang tidak diungkapkan Harris secara eksplisit—dan keheningan ini justru mengandung makna yang sangat mendalam. Sebagai perempuan kulit hitam pertama dan keturunan Asia Selatan pertama yang menerima nominasi partai besar, ia seolah diharapkan untuk berbicara tentang pencapaian sejarah ini. Ia bisa dengan mudah menyinggung kekuatan representasi atau merujuk pada “plafon kaca tertinggi dan tersulit” yang pernah berusaha dipecahkan oleh Hillary Clinton. Beberapa delegasi yang antusias bahkan mengenakan pakaian putih ala suffragist, namun Harris tidak ikut melakukannya. Ia tampil dalam setelan jas biru tua yang lebih konservatif, dan warna ini juga menyampaikan pesan tersendiri.
Mendefinisikan Ulang Identitas Politik
Kita baru mulai memahami keberanian dari apa yang sedang dilakukan Kamala Harris: mencoba menghilangkan politik identitas dari panggung politik kepresidenan. Ini bukan berarti Harris tidak sadar akan pentingnya identitas di Amerika saat ini; sebaliknya, ia sangat paham. Namun, bagi Harris, yang penting adalah bagaimana identitas itu ditampilkan dan dipahami. Jika identitas menjadi sesuatu yang penting, maka politik gender dan ras seolah harus dikesampingkan. Dalam wawancara pertamanya sebagai calon dari Partai Demokrat di CNN, ketika ditanya mengenai serangan Donald Trump terhadap identitasnya, Harris menjawab dengan singkat dan tegas: “Itu hanya taktik lama yang sudah usang — pertanyaan berikutnya.”
Strategi ini tidak hanya berani, tapi juga kontroversial. Di satu sisi, ada banyak harapan dan tekanan bagi Harris untuk berbicara lebih terbuka tentang identitasnya. Bagaimanapun, ia adalah simbol bagi banyak orang, bukti bahwa representasi di level tertinggi pemerintah adalah mungkin. Namun di sisi lain, Harris tampaknya mengerti bahwa fokus terlalu kuat pada identitas dapat menjadi pedang bermata dua. Ini bisa mengalihkan perhatian dari isu-isu penting yang dihadapi bangsa, serta membuat kampanyenya lebih rentan terhadap serangan yang mendiskreditkan dirinya sebagai kandidat yang terlalu terfokus pada ras dan gender.
Dengan menolak untuk menjadikan identitas sebagai tema utama kampanyenya, Harris tidak menghindari atau mengabaikan siapa dirinya, melainkan dia mencoba menciptakan narasi yang lebih luas yang mencakup berbagai isu yang relevan bagi semua warga negara Amerika. Dia memahami bahwa dia membawa sejarah di pundaknya, tetapi dia juga menyadari bahwa pemilih ingin tahu lebih banyak tentang rencana dan visinya untuk negara ini, bukan hanya tentang bagaimana dia berbeda.
Menghadapi Tantangan Politik di Amerika
Langkah Harris ini tidak hanya penting bagi kampanyenya sendiri, tetapi juga membawa dampak yang lebih luas bagi politik Amerika. Amerika Serikat telah lama berjuang dengan isu-isu ras dan gender dalam politik, dengan identitas sering kali digunakan sebagai alat untuk memobilisasi pemilih dan juga untuk menyerang lawan. Dalam konteks ini, apa yang dilakukan Harris adalah mencoba memindahkan diskusi dari identitas ke substansi.
Ini bukan tugas yang mudah, mengingat betapa dalamnya politik identitas telah terjalin dalam tatanan politik Amerika. Beberapa kritikus mungkin berpendapat bahwa dengan tidak berbicara lebih banyak tentang pengalamannya sebagai perempuan kulit hitam dan keturunan Asia Selatan, Harris melewatkan kesempatan untuk memperjuangkan keadilan rasial dan gender di Amerika. Namun, langkah ini mungkin juga dilihat sebagai upaya untuk mendefinisikan ulang seperti apa bentuk advokasi tersebut. Alih-alih berbicara secara terbuka tentang identitasnya, Harris memilih untuk fokus pada kebijakan dan solusi konkret yang akan menguntungkan kelompok-kelompok minoritas.
Dalam hal ini, Harris mengikuti jejak beberapa pemimpin lainnya yang telah mencoba untuk menyeimbangkan antara menjadi simbol identitas dan menjadi pemimpin untuk semua. Barack Obama, misalnya, sering menghadapi dilema yang sama selama masa kepresidenannya, terkadang dikritik karena tidak cukup berfokus pada isu-isu rasial meskipun ia adalah presiden kulit hitam pertama Amerika. Harris tampaknya berusaha untuk menavigasi jalur yang sama, mencari cara untuk menjadi pemimpin inklusif yang fokus pada kebijakan tanpa terjebak dalam diskusi identitas yang terlalu sempit.
Baca juga : Diplomasi Tertutup AS-China: Mencari Titik Temu di Tengah Rivalitas Global
Baca juga : Nepal Meminta Penghapusan Utang China untuk Bandara Baru yang Gagal Meningkatkan Ekonomi
Baca juga : Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Reaksi Publik dan Implikasinya
Publik dan media telah memberikan beragam reaksi terhadap pendekatan Harris. Beberapa orang melihatnya sebagai langkah yang cerdas dan strategis, sebuah cara untuk menjauhkan dirinya dari perdebatan politik identitas yang memecah belah. Mereka yang mendukung pendekatan ini percaya bahwa Harris sedang mencoba untuk memperluas daya tariknya dan menjangkau pemilih yang lebih luas dengan tidak terlalu menekankan identitas.
Di sisi lain, ada juga yang merasa kecewa karena Harris tidak secara lebih vokal mengadvokasi isu-isu yang terkait dengan identitasnya. Bagi banyak pendukungnya, Harris adalah simbol harapan dan representasi, dan dengan tidak berbicara lebih banyak tentang identitasnya, mereka merasa seperti kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan perubahan yang lebih signifikan dalam hal keadilan sosial dan representasi.
Meski begitu, langkah Harris tidak berarti bahwa dia mengabaikan pentingnya representasi. Sebaliknya, dia menunjukkan bahwa dia bisa menjadi simbol representasi tanpa harus terus-menerus menyoroti identitasnya. Dengan cara ini, Harris berusaha untuk menunjukkan bahwa seorang perempuan kulit hitam keturunan Asia Selatan dapat maju dalam politik bukan hanya karena identitasnya, tetapi juga karena kompetensi dan kemampuannya sebagai seorang pemimpin.
Menuju Masa Depan Politik yang Lebih Inklusif
Dalam konteks yang lebih luas, apa yang dilakukan Harris bisa jadi merupakan langkah menuju masa depan politik yang lebih inklusif dan matang, di mana identitas tetap penting namun tidak mendominasi percakapan. Ini adalah visi di mana semua orang, terlepas dari latar belakang mereka, dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses politik berdasarkan kemampuan dan ide-ide mereka, bukan hanya berdasarkan siapa mereka secara demografis.
Harris tampaknya ingin mengubah cara kita berpikir tentang identitas dalam politik. Bagi dia, representasi bukan hanya tentang memiliki lebih banyak wajah yang berbeda di kantor publik, tetapi juga tentang bagaimana membuat politik bekerja lebih baik untuk semua orang. Ini adalah visi yang menantang kita untuk melampaui kategori identitas yang sempit dan mencari cara untuk memperkuat demokrasi dengan benar-benar berfokus pada kebijakan dan perubahan yang dapat membuat perbedaan nyata dalam kehidupan orang.
Seperti yang ditunjukkan oleh sejarah, tantangan yang dihadapi Harris tidaklah mudah. Akan selalu ada tekanan dan ekspektasi yang berbeda tentang bagaimana seorang kandidat harus memposisikan dirinya, terutama dalam konteks politik Amerika yang semakin terpolarisasi. Namun, dengan mencoba untuk mendefinisikan ulang peran identitas dalam politik, Harris memberikan contoh bagaimana kita dapat bergerak maju menuju masa depan politik yang lebih inklusif dan berfokus pada isu-isu yang benar-benar penting bagi kesejahteraan masyarakat.
Kamala Harris, dengan segala identitas dan latar belakangnya yang unik, berusaha mendefinisikan ulang bagaimana kita memahami dan mempraktekkan politik identitas di Amerika Serikat. Pendekatannya yang tidak biasa dalam tidak secara eksplisit menekankan identitas rasial dan gendernya sebagai pusat dari kampanyenya adalah langkah berani yang mencoba memindahkan fokus dari siapa dia ke apa yang bisa dia lakukan. Dalam melakukannya, Harris tidak hanya memecahkan batasan-batasan lama, tetapi juga membuka jalan baru bagi politik yang lebih inklusif dan berorientasi pada kebijakan di masa depan. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Diplomasi Tertutup AS-China: Mencari Titik Temu di Tengah Rivalitas Global
Nepal Meminta Penghapusan Utang China untuk Bandara Baru yang Gagal Meningkatkan Ekonomi
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit