Jakarta, Kowantaranews.com -Ketegangan antara Amerika Serikat dan China telah mencapai titik kritis dalam beberapa tahun terakhir, dengan kedua negara terjebak dalam persaingan ekonomi, politik, dan militer yang semakin intens. Namun, di balik layar, diplomasi tertutup yang dilakukan secara rahasia dan hati-hati di berbagai lokasi di seluruh dunia menunjukkan upaya serius untuk mencegah konflik terbuka dan menjaga stabilitas global. Salah satu pertemuan penting baru-baru ini berlangsung di Danau Yanqi, Beijing, di mana Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi untuk membahas langkah-langkah memperbaiki hubungan bilateral.
Membangun Komunikasi di Tengah Ketegangan
Pertemuan antara Sullivan dan Wang Yi di Beijing merupakan bagian dari serangkaian pertemuan rahasia yang diadakan di beberapa kota, termasuk Bangkok, Malta, Vienna, dan Geneva. Pertemuan-pertemuan ini, yang disebut sebagai “Saluran Strategis,” bertujuan untuk menciptakan ruang dialog antara kedua negara di tengah meningkatnya ketegangan. Pertemuan rahasia ini bukanlah hal baru, namun intensitas dan frekuensinya telah meningkat sejak tahun 2022, ketika hubungan AS-China mencapai titik terendahnya setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan, yang dianggap oleh China sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip Satu China.
Saluran komunikasi ini penting untuk mencegah salah perhitungan yang dapat menyebabkan konflik militer. Menurut Direktur Pusat Keamanan Internasional dan Strategi Universitas Tsinghua, Da Wei, upaya ini bukan tentang mencapai terobosan besar dalam hubungan bilateral, tetapi lebih pada menjaga stabilitas dan menghindari krisis baru dalam beberapa bulan mendatang. “Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memastikan bahwa kedua belah pihak tetap terlibat dalam dialog, meskipun ada perbedaan mendasar,” kata Da Wei.
Dinamika Rivalitas Ekonomi dan Teknologi
Salah satu isu utama yang dibahas dalam pertemuan ini adalah persaingan ekonomi dan teknologi antara AS dan China. Sejak pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, AS telah memberlakukan berbagai pembatasan terhadap China, termasuk tarif perdagangan dan pembatasan ekspor teknologi penting. Pemerintahan Biden melanjutkan kebijakan keras ini, terutama di sektor teknologi, dengan melarang ekspor chip dan teknologi AI canggih ke China. Langkah ini bertujuan untuk membatasi kemampuan China dalam mengembangkan teknologi mutakhir yang dapat digunakan untuk keperluan militer.
Di sisi lain, China melihat langkah-langkah ini sebagai upaya untuk mengekang kebangkitannya sebagai kekuatan global. Wang Yi menegaskan dalam pertemuan dengan Sullivan bahwa China tidak akan mundur dalam menghadapi tekanan ini. Dia menyatakan bahwa China akan terus meningkatkan kapasitas teknologinya dan mencari cara untuk mengatasi hambatan yang diberlakukan oleh AS dan sekutunya.
Selain itu, isu ketegangan di Laut China Selatan dan pengaruh AS di kawasan Indo-Pasifik juga menjadi topik yang hangat dibahas. China merasa bahwa kehadiran militer AS di kawasan tersebut, serta aliansi AS dengan negara-negara seperti Jepang dan Australia, merupakan ancaman langsung terhadap kepentingannya. Sementara itu, AS menganggap tindakan China di Laut China Selatan, termasuk pembangunan pulau buatan dan peningkatan aktivitas militer, sebagai ancaman terhadap kebebasan navigasi dan keamanan regional.
Baca juga : Nepal Meminta Penghapusan Utang China untuk Bandara Baru yang Gagal Meningkatkan Ekonomi
Baca juga : Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Baca juga : Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Keamanan Teknologi dan Isu Kecerdasan Buatan
Salah satu isu yang mendapat perhatian khusus dalam pertemuan-pertemuan ini adalah keamanan teknologi, terutama terkait kecerdasan buatan (AI). Pertemuan di Geneva pada Juli–Oktober 2023 antara pakar AI dari AS dan China menunjukkan betapa seriusnya kedua negara memandang perkembangan teknologi ini. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari OpenAI, Anthropic, Cohere, dan Universitas Tsinghua, serta berbagai lembaga negara lainnya. Mereka membahas risiko yang muncul dari perkembangan pesat AI dan pentingnya pengembangan keamanan AI yang efektif.
Kecerdasan buatan adalah salah satu bidang teknologi yang memiliki potensi besar untuk mengubah dinamika kekuatan global. AS dan China sama-sama memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa perkembangan AI tidak menimbulkan risiko keamanan global yang tak terkendali. Namun, keduanya juga berupaya memastikan bahwa mereka tidak kehilangan keunggulan dalam perlombaan ini. “Kita tidak bisa sendirian menetapkan standardisasi keamanan AI tanpa kesepakatan dari para aktor utama,” kata salah satu peserta pertemuan asal AS. “Jika China setuju, akan lebih mudah untuk mengajak pihak lain terlibat dan sepakat dalam pengembangan keamanan AI.”
Pada pertemuan ini, kedua belah pihak setuju untuk bekerja sama dalam beberapa bidang, meskipun masih ada perbedaan signifikan dalam pendekatan mereka terhadap regulasi dan kontrol AI. AS menginginkan kerangka kerja yang lebih terbuka dan transparan, sementara China lebih menekankan pada kontrol dan pengawasan yang ketat. Terlepas dari perbedaan ini, pertemuan ini menunjukkan bahwa ada kesadaran bersama tentang pentingnya kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan teknologi global.
Isu Taiwan sebagai Titik Sensitif
Salah satu isu paling sensitif dalam hubungan AS-China adalah Taiwan. China menganggap Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya dan telah berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir campur tangan asing dalam urusan ini. Kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus 2022 menjadi pemicu ketegangan besar antara kedua negara, dengan China melakukan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan sebagai tanggapan.
Dalam pertemuan-pertemuan rahasia ini, Wang Yi menegaskan kembali bahwa Taiwan adalah garis merah bagi China. Dia menyatakan bahwa segala bentuk dukungan militer atau diplomatik AS untuk Taiwan akan dianggap sebagai provokasi yang serius. Sullivan, di sisi lain, menyatakan bahwa AS tetap berkomitmen pada prinsip Satu China, tetapi juga menegaskan bahwa AS memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa status quo di Selat Taiwan tetap terjaga tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Diskusi ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah Taiwan dalam konteks hubungan AS-China. Sementara AS berusaha untuk mendukung Taiwan dalam menghadapi tekanan dari China, mereka juga harus berhati-hati untuk tidak memicu eskalasi yang dapat mengarah pada konflik militer langsung.
Masa Depan Diplomasi AS-China
Meskipun pertemuan-pertemuan ini tidak menghasilkan terobosan besar dalam hubungan bilateral, mereka berhasil menciptakan ruang untuk dialog dan mengurangi ketegangan yang dapat menyebabkan konflik. Dalam beberapa bulan mendatang, akan sangat penting bagi kedua negara untuk melanjutkan dialog ini dan mencari cara untuk bekerja sama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, kesehatan global, dan keamanan teknologi.
Pemerintahan Joe Biden tampaknya menyadari bahwa menjaga stabilitas hubungan dengan China adalah prioritas utama menjelang akhir masa jabatannya pada Januari 2025. Dengan meningkatnya ketegangan di berbagai bagian dunia, dari Ukraina hingga Laut China Selatan, hubungan AS-China yang stabil dapat menjadi faktor kunci dalam menjaga perdamaian dan keamanan global.
Sementara itu, China juga tampaknya terbuka untuk dialog lebih lanjut, meskipun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar kedaulatannya. Wang Yi menekankan pentingnya komunikasi yang jujur dan terbuka dalam mengatasi perbedaan antara kedua negara. “Kami tidak mengharapkan hubungan kami dengan AS menjadi bebas dari perbedaan, tetapi kami percaya bahwa melalui dialog, kami dapat menemukan cara untuk mengelola perbedaan ini dan mencegah konflik,” kata Wang Yi dalam salah satu pertemuan tersebut.
Dalam konteks global yang semakin kompleks dan saling terkait, diplomasi tertutup ini menunjukkan bahwa meskipun ada persaingan yang intens, masih ada ruang untuk kerja sama dan dialog antara dua kekuatan terbesar dunia ini. Meskipun tantangan tetap ada, upaya ini memberikan harapan bahwa AS dan China dapat menemukan cara untuk bekerja sama demi kebaikan bersama, mengurangi risiko konflik, dan menjaga stabilitas global di tengah dunia yang terus berubah. *Mukroni
Foto Kompas
- Berita Terkait :
Nepal Meminta Penghapusan Utang China untuk Bandara Baru yang Gagal Meningkatkan Ekonomi
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik