Jakarta, Kowantaranews.com -Sejak terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia, perhatian publik dan pengamat ekonomi terfokus pada tantangan besar yang akan dihadapi oleh pemerintahannya: menghindari krisis ekonomi yang mengancam. Bayang-bayang krisis ekonomi 1998 yang sempat mengguncang Indonesia masih menjadi memori kolektif yang segar. Seperempat abad silam, krisis tersebut dipicu oleh jatuhnya nilai rupiah yang berimbas pada runtuhnya perbankan dan memicu kerusuhan sosial yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan saat itu. Kini, di tengah berbagai tantangan global dan domestik, muncul kekhawatiran bahwa Indonesia dapat menghadapi krisis serupa jika kebijakan ekonomi tidak ditangani dengan tepat.
Meskipun ada kekhawatiran akan potensi krisis ekonomi, sejumlah indikator menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi yang relatif stabil. Salah satu indikator tersebut adalah kesehatan industri perbankan. Hingga Juni 2024, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan Indonesia tercatat hanya sebesar 2,26 persen. Angka ini jauh di bawah batas aman 5 persen yang ditetapkan oleh otoritas perbankan. Kondisi ini berbeda dengan situasi pada tahun 1998, di mana pelanggaran batas maksimal pemberian kredit kepada konglomerat pemilik bank sangat meluas, sehingga menyebabkan keruntuhan sistem perbankan.
Selain itu, gejolak di pasar keuangan global yang sempat terjadi beberapa waktu lalu kini mulai mereda. Inflasi di Amerika Serikat telah melunak, dan ada indikasi bahwa suku bunga acuan The Federal Reserve akan diturunkan. Hal ini berdampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah yang sempat mengalami tekanan. Namun, situasi ini bukan berarti pemerintah dapat berpuas diri. Ancaman terhadap stabilitas ekonomi Indonesia tetap ada, baik dari faktor eksternal maupun internal.
Ancaman Eksternal dan Internal yang Mengintai
Dari sisi eksternal, ancaman terhadap perekonomian Indonesia dapat datang dari berbagai arah. Gejolak di pasar keuangan global masih mungkin terjadi, terutama jika terjadi koreksi harga saham yang sudah telanjur sangat tinggi atau jika terjadi konflik geopolitik di berbagai belahan dunia. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi aliran modal masuk dan keluar dari pasar keuangan Indonesia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Dari sisi internal, ada sejumlah indikator ekonomi yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintahan Prabowo. Salah satu indikator yang perlu diperhatikan adalah neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit sebesar 5,43 miliar dolar AS sepanjang semester I tahun 2024. Angka ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang mencatatkan surplus sebesar 350 juta dolar AS. Defisit ini menunjukkan bahwa devisa yang masuk dari perdagangan dan jasa lebih kecil dibandingkan dengan yang keluar, yang berarti pasokan dolar di dalam negeri menurun. Hal ini berisiko menekan nilai rupiah lebih lanjut.
Lebih parahnya lagi, defisit transaksi berjalan tersebut dapat menjadi lebih besar jika tidak ada investasi asing yang masuk ke Indonesia. Pada saat yang sama, masih ada dana investasi portofolio yang masuk sebesar 1,2 miliar dolar AS, yang menjadi salah satu penopang pasokan dolar di dalam negeri. Namun, ketergantungan pada investasi portofolio ini juga membawa risiko tersendiri, karena investasi jenis ini sangat sensitif terhadap perubahan sentimen pasar dan dapat dengan cepat berbalik arah jika kondisi ekonomi atau politik di Indonesia dinilai tidak kondusif.
Baca juga : Bayang-Bayang Kegagalan Food Estate Prabowo: Tantangan dan Harapan Menuju Ketahanan Pangan Nasional
Baca juga : Kenaikan Harga Minyakita Dipicu Hambatan Distribusi dan Minimnya Sosialisasi Kebijakan Baru
Baca juga : UU Cipta Kerja: Antara Harapan dan Kenyataan Empat Tahun Kemudian
Tantangan di Sektor Riil
Selain ancaman dari sektor finansial, tantangan lainnya datang dari sektor riil, yang tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan meskipun ekonomi Indonesia masih mencatat pertumbuhan sekitar 5 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi ini belum dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, terutama di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Rasio kredit bermasalah di sektor ini terus meningkat, mencapai 4,7 persen pada akhir Juni 2024, yang hampir melampaui batas aman. Tingkat pertumbuhan kredit di sektor ini juga melambat, hanya mencapai 5,68 persen pada Juni 2024, menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di sektor ini mulai lesu.
Porsi kredit untuk UMKM juga terus menurun sejak berakhirnya masa pandemi Covid-19, yang kini hanya menyumbang 19,6 persen dari total kredit perbankan, turun dari 20,9 persen pada Juni tahun lalu. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh pelaku UMKM dalam mendapatkan akses pembiayaan, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan ini juga dirasakan oleh para pekerja, yang semakin banyak menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor industri. PHK ini mengakibatkan banyak pekerja tetap harus beralih menjadi pekerja kontrak atau pekerja lepas dengan tingkat kepastian penghasilan yang rendah dan tanpa jaminan sosial yang memadai. Kondisi ini menciptakan kelas baru pekerja yang disebut sebagai ‘prekariat’, yang hidup dalam ketidakpastian dan menghadapi kesulitan dalam mencapai kesejahteraan.
Koreksi Kebijakan Ekonomi sebagai Solusi
Dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi ini, pemerintah Prabowo perlu melakukan koreksi terhadap kebijakan ekonomi yang selama ini lebih banyak berpihak kepada korporasi besar, terutama di sektor ekstraktif. Selama sepuluh tahun terakhir, kebijakan ekonomi yang diterapkan lebih banyak menguntungkan korporasi besar yang bergerak di sektor sumber daya alam, sementara sektor ekonomi rakyat seperti UMKM sering kali terabaikan. Jika kebijakan ini tidak dikoreksi, bukan tidak mungkin bibit krisis akan semakin membesar dan dapat meledak sewaktu-waktu.
Langkah pertama yang perlu diambil adalah memperkuat sektor UMKM dengan memberikan akses yang lebih mudah terhadap pembiayaan dan dukungan yang memadai untuk meningkatkan daya saing mereka. Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi UMKM melalui kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, serta melalui reformasi regulasi yang menghilangkan berbagai hambatan yang selama ini menghalangi perkembangan sektor ini.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap guncangan eksternal. Ini dapat dilakukan dengan memperkuat cadangan devisa, mengurangi ketergantungan pada investasi portofolio yang mudah berubah-ubah, dan meningkatkan ekspor produk bernilai tambah tinggi yang dapat menghasilkan devisa yang lebih stabil. Kebijakan ini akan membantu menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil dan mengurangi risiko terjadinya krisis balance of payments.
Tantangan Berat di Depan
Menghindari krisis ekonomi merupakan tantangan awal yang harus dihadapi oleh pemerintahan Prabowo Subianto. Dengan mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat dan berfokus pada peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat serta memperkuat stabilitas makroekonomi, Indonesia dapat terhindar dari ancaman krisis dan melanjutkan perjalanan menuju pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Prabowo Subianto dan tim ekonominya harus bergerak cepat dan tepat dalam merumuskan kebijakan yang dapat menstabilkan ekonomi Indonesia dan menghindarkan negeri ini dari krisis yang berpotensi mengguncang. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Bayang-Bayang Kegagalan Food Estate Prabowo: Tantangan dan Harapan Menuju Ketahanan Pangan Nasional
Kenaikan Harga Minyakita Dipicu Hambatan Distribusi dan Minimnya Sosialisasi Kebijakan Baru
UU Cipta Kerja: Antara Harapan dan Kenyataan Empat Tahun Kemudian
Gaya Hidup Mewah di Tengah Ketimpangan: Kue Rp 400.000 dan Jet Pribadi di Indonesia
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi