• Ming. Jan 26th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Bara Perang Tak Kunjung Padam: Suriah Terjebak dalam Lingkaran Kekerasan

ByAdmin

Des 27, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Suriah kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah bentrokan sengit terjadi antara kelompok-kelompok bersenjata yang saling berseberangan. Konflik ini memperlihatkan bagaimana pergulatan kekuasaan di negara tersebut masih jauh dari selesai meskipun rezim Bashar al-Assad telah digulingkan oleh kelompok oposisi utama, Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Namun, jatuhnya rezim lama justru membuka babak baru yang penuh dengan kekerasan dan ketidakstabilan.

Pada Rabu, 25 Desember 2024, baku tembak hebat pecah di Provinsi Tartus, salah satu wilayah strategis yang selama ini menjadi basis kelompok minoritas Alawite, kelompok agama yang juga menjadi pendukung utama rezim Assad. Insiden ini diawali oleh upaya pasukan keamanan baru Suriah, yang dibentuk oleh HTS, untuk menangkap seorang perwira militer yang diduga terlibat dalam kejahatan kemanusiaan di penjara Saydnaya. Penjara yang terkenal karena kekejamannya terhadap para tahanan politik ini menjadi simbol kelam dari era pemerintahan Assad.

Bentrokan Berdarah di Tartus

Menurut laporan dari Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), bentrokan tersebut mengakibatkan sedikitnya 17 anggota pasukan keamanan HTS tewas, bersama dengan tiga orang laki-laki bersenjata yang diduga adalah pendukung rezim lama. Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Suriah Mohammed Abdel Rahman melaporkan bahwa 14 personel kementerian juga kehilangan nyawa, sementara 10 lainnya terluka dalam insiden yang sama.

“Pasukan kami disergap oleh kelompok bersenjata yang menolak penggeledahan,” kata Abdel Rahman kepada media setempat. Ia menambahkan bahwa misi ini adalah bagian dari operasi besar untuk menangkap tokoh-tokoh kunci yang bertanggung jawab atas kejahatan HAM selama pemerintahan Assad.

Namun, situasi semakin memanas ketika saudara laki-laki dari perwira yang menjadi target operasi, bersama beberapa orang bersenjata lainnya, menyerang patroli pasukan keamanan. Perlawanan ini tidak hanya mencerminkan upaya melindungi individu tertentu tetapi juga menunjukkan adanya resistensi yang lebih luas terhadap otoritas baru yang mencoba menegakkan kekuasaannya.

Saydnaya: Simbol Kekejaman Rezim Lama

Penjara Saydnaya, yang disebut-sebut dalam insiden ini, dikenal sebagai salah satu tempat terburuk bagi tahanan politik di dunia. Selama pemerintahan Assad, ribuan orang dilaporkan mengalami penyiksaan, kelaparan, dan eksekusi tanpa pengadilan di penjara ini. Penjara tersebut menjadi simbol penindasan brutal yang dilakukan oleh rezim terhadap siapa saja yang dianggap sebagai ancaman.

Setelah jatuhnya Assad, pintu-pintu penjara seperti Saydnaya dibuka lebar-lebar oleh kelompok oposisi, termasuk HTS, untuk membebaskan tahanan yang sebagian besar merupakan korban pelanggaran HAM. Namun, tindakan ini juga membawa konsekuensi tak terduga. Banyak mantan tahanan yang kini memegang senjata, baik untuk membalas dendam terhadap rezim lama maupun untuk melindungi diri dari otoritas baru yang mereka anggap tidak sah.

Tantangan Otoritas Baru

Sebagai penguasa baru di sebagian besar wilayah Suriah, HTS menghadapi tantangan besar dalam konsolidasi kekuasaannya. Kelompok ini, yang awalnya muncul sebagai cabang dari Al-Qaeda, telah berusaha mereformasi citranya menjadi otoritas politik yang sah. Namun, masa lalunya sebagai kelompok ekstremis dan pendekatan represif yang masih sering digunakan membuat banyak pihak tetap skeptis.

Di Tartus, bentrokan ini menunjukkan bahwa resistensi terhadap HTS tidak hanya berasal dari kelompok bersenjata yang loyal kepada rezim Assad, tetapi juga dari masyarakat lokal. SOHR melaporkan bahwa bentrokan terjadi sebagian karena warga menolak rumah mereka digeledah oleh pasukan keamanan HTS. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap otoritas baru ini menjadi salah satu hambatan terbesar dalam upaya HTS untuk menegakkan stabilitas.

“Masyarakat di Tartus telah lama hidup di bawah bayang-bayang rezim Assad. Kehadiran HTS dengan pendekatan yang sering kali keras hanya memperburuk situasi,” ujar seorang analis politik yang berbasis di Beirut.

Lingkaran Kekerasan yang Tak Kunjung Usai

Sejak perang saudara dimulai lebih dari satu dekade lalu, Suriah telah menjadi medan konflik yang melibatkan berbagai aktor domestik dan internasional. Jatuhnya Bashar al-Assad seharusnya menjadi titik balik menuju perdamaian. Namun, kenyataannya, konflik justru semakin terfragmentasi. Berbagai kelompok bersenjata kini bersaing untuk menguasai wilayah, sumber daya, dan legitimasi politik.

Konflik di Tartus hanyalah salah satu contoh dari lingkaran kekerasan yang terus berulang di Suriah. Tanpa adanya upaya rekonsiliasi yang inklusif, kekerasan ini hanya akan melahirkan lebih banyak korban dan memperpanjang penderitaan rakyat Suriah.

Selain itu, keterlibatan kekuatan asing dalam konflik ini semakin memperumit situasi. Rusia, yang sebelumnya menjadi pendukung utama rezim Assad, masih memiliki kepentingan strategis di wilayah tersebut, terutama di Tartus yang merupakan lokasi pangkalan angkatan lautnya. Di sisi lain, negara-negara Barat dan regional seperti Turki juga memainkan peran masing-masing, sering kali dengan agenda yang bertentangan.

Baca juga : Trump Klaim Terusan Panama: Ambisi AS Kuasai Dunia Lagi?

Baca juga : Damaskus: Kota Abadi di Tengah Derita dan Perubahan Sejarah

Baca juga : Dari Bukhari ke Bung Karno: Wisata Ziarah dan Diplomasi Berbumbu Sejarah

Harapan di Tengah Kegelapan

Meskipun situasi di Suriah tampak suram, harapan untuk perdamaian tetap ada. Kelompok-kelompok masyarakat sipil, baik di dalam maupun di luar negeri, terus berupaya untuk memperjuangkan hak-hak warga Suriah dan mendesak komunitas internasional agar lebih serius menangani krisis ini.

Namun, perdamaian tidak akan tercapai tanpa adanya dialog yang inklusif. Semua pihak, termasuk HTS, mantan pendukung rezim Assad, dan kelompok masyarakat lainnya, harus dilibatkan dalam proses rekonsiliasi. Hanya dengan cara ini, Suriah dapat keluar dari lingkaran kekerasan yang telah berlangsung terlalu lama.

Pada akhirnya, solusi untuk konflik Suriah tidak hanya membutuhkan pendekatan militer atau politik, tetapi juga pemulihan sosial yang mendalam. Luka yang ditinggalkan oleh perang saudara ini tidak akan sembuh dalam semalam. Namun, dengan keberanian dan komitmen untuk perubahan, bara perang yang telah lama membara ini suatu saat dapat dipadamkan, membawa Suriah menuju masa depan yang lebih damai. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Trump Klaim Terusan Panama: Ambisi AS Kuasai Dunia Lagi?

Damaskus: Kota Abadi di Tengah Derita dan Perubahan Sejarah

Dari Bukhari ke Bung Karno: Wisata Ziarah dan Diplomasi Berbumbu Sejarah

Revitalisasi Cagar Budaya Nasional Muarajambi Menuju Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Dunia

Napak Tilas Perjuangan di Jalan Matraman: Halte Tegalan dan Matraman 1 sebagai Simbol Perlawanan Sultan Agung Raja Mataram Islam dan Kyai Rangga Bupati Tegal Melawan VOC

Kyai Rangga Bupati Tegal: Diplomat Perjuangan Sultan Agung melawan VOC di Batavia pada Abad ke-17

Jejak Sejarah Tegal dan Peran Sentralnya dalam Mataram Islam: Dari Pangeran Purbaya hingga Warung Tegal

Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer

Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung

Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah

Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung

Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota

Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T

Bermetamorfosis bersama Kowantara: Menguak 10 Langkah Warteg Berpeluang Menjadi Agen Perubahan dalam Pemilihan Presiden yang Bijak

10 Saran KOWANTARA bagi Warteg Apabila ada Pelanggan Mengeluarkan Kata-Kata Merendahkan seperti Bodoh dan Tolol

Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi

Saran KOWANTARA : 10 Sikap Warteg Jika ada Pejabat Tinggi yang Melihat Sebelah Mata Keberadaan Warteg

Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara

Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri  yang Sebelah Mata Terhadap Warteg

Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *