• Sen. Apr 28th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

MIMPI HANCUR BERSERPIHAN: Garuda Tersungkur 1-5, Kutukan Australia Tak Terkikis Sejak 1973!

ByAdmin

Mar 20, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com    -Langit Sydney malam itu seolah diliputi kabut nestapa. Di depan 45.000 pasang mata yang menyorot penuh hina, Timnas Indonesia tumbang tak berdaya 1-5 dari Australia dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026. Kekalahan ini bukan sekadar angka—ia adalah pukulan telak yang menghancurkan mimpi jutaan rakyat Indonesia, mengubur harapan lolos ke pentas Piala Dunia, dan mengukuhkan kutukan abadi: 51 tahun tak pernah menang di bumi Kanguru! Debut Patrick Kluivert sebagai pelatih Garuda pun berakhir tragis, bak kisah Icarus yang terbang terlalu dekat dengan matahari.

Babak Pertama: Awal Petaka di Bumi Kanguru

Stadion Sydney bergemuruh sejak menit pertama. 11 pemain Garuda—dengan seragam merah-putih yang diklaim “penuh semangat revolusi”—tampak grogi menghadapi tekanan psikologis laga tandang. Padahal, peluang emas sudah terbuka di menit ke-5: sundulan keras Jay Idzes dari sudut sempit nyaris membobol gawang Matthew Ryan, kiper andalan Australia. Sayang, bola masih bisa ditepis. Tiga menit berselang, harapan itu kembali menjulang: wasit menunjuk titik putih setelah pelanggaran terhadap Rizky Ridho di kotak penalti. Kevin Diks, bek sayap yang biasa bersinar di klub Denmark, Copenhagen, maju sebagai eksekutor. Namun, nasib berkata lain: tendangannya menghantam tiang gawang! Boom! Suara benturan besi itu seperti lonceng kematian yang mengawali tragedi.

Australia tak memberi ampun. Di menit ke-18, Martin Boyle menggagahi pertahanan Indonesia lewat eksekusi penalti setelah Nathan Tjoe-A-On melakukan hands ball di kotak terlarang. 1-0! Dua menit berselang, Nishan Velupillay mempermalukan kiper Ernando Ari dengan tendangan melengkung dari luar kotak penalti. 2-0! Mental pemain Indonesia mulai runtuh. Di menit ke-34, Jackson Irvine—gelandang yang dijuluki “Mesin Perang” Socceroos—menggenapkan penderitaan dengan gol ketiga lewat sundulan tajam. 3-0!

Sepanjang babak pertama, statistik berbicara jelas: Indonesia hanya menguasai 38% bola, dengan 0 tembakan tepat sasaran. Sementara Australia, seperti predator yang mencium darah, melancarkan 12 tembakan, 5 di antaranya mengarah ke gawang. Di pinggir lapangan, Patrick Kluivert—legenda Barcelona yang diagungkan sebagai “juru selamat”—hanya bisa mengelus dada. Wajahnya pucat, bibirnya komat-kamit mengutuk takdir.

Babak Kedua: Runtuhnya Benteng Pertahanan

Memasuki babak kedua, harapan kecil sempat mengintip. Pada menit ke-61, Elkan Baggott—bek tengah yang diandalkan—nyaris mengurangi kedudukan lewat sundulan kepala. Tapi, bola masih melambung di atas mistar. Australia membalas dengan serangan balik kilat: Lewis Miller menusuk dari sayap kanan dan melepaskan tendangan keras ke sudut kiri gawang Ernando. 4-0! Stadion bergemuruh, sorak-sorai suporter Australia bagai pisau yang terus mengiris hati para pendukung Garuda.

Di menit ke-78, secercah cahaya akhirnya muncul: Ole Romeny, penyerang baru hasil naturalisasi, mencetak gol hiburan lewat tendangan pertama kali setelah umpan matang Thom Haye. 1-4! Sorak kecil dari segelintir suporter Indonesia di tribun langsung dipadamkan oleh Jackson Irvine, yang kembali mencetak gol di menit ke-90. 1-5! Skor akhir itu mengakhiri pertandingan dengan rasa malu yang tak terbendung.

Statistik akhir semakin mempermalukan: Indonesia kalah penguasaan bola (40%-60%), hanya 3 tembakan tepat sasaran dari 8 percobaan, sementara Australia melepaskan 18 tembakan dengan 9 di antaranya mengarah ke gawang. Parade blunder pemain Indonesia—terutama di lini belakang—menjadi biang kerok. Mulai dari kesalahan Nathan Tjoe-A-On yang memberi hadiah penalti, sapuan ceroboh Thom Haye yang jadi “asist” untuk gol Australia, hingga kegagalan Ernando Ari membaca permainan udara.

Baca juga : Final Misi Suci: Liverpool vs Newcastle, Perang Antar Jagad Sang Raja vs Si Pemburu Gelar Abadi!

Baca juga : Garuda Tambah Sayap! Emil Audero dan Dua Bintang Diaspora Siap Perkuat Timnas

Baca juga : Kebangkitan Dramatis: City Bangkit dari Abu, Chelsea Terkapar di Etihad

Kutukan Abadi: 51 Tahun Tak Pernah Bawa Pulang Poin dari Australia

Kekalahan ini bukan sekedar angka. Ia adalah babak kelam yang melanjutkan rantai kutukan tak terbantahkan: Timnas Indonesia tak pernah sekalipun meraih kemenangan atau bahkan seri di kandang Australia sejak pertama kali bertanding pada Maret 1973. Kala itu, di kualifikasi Piala Dunia 1974, Garuda dihajar 0-6—kekalahan terburuk sepanjang sejarah. Kini, di era Patrick Kluivert, Indonesia nyaris menyamai rekor itu.

Daftar pelatih yang gagal memecahkan kutukan semakin panjang:

  1. Endang Witarsa (1973): Kalah 0-6 di Sydney.
  2. Harry Tjong (1981): Kalah 0-4 di Melbourne.
  3. Peter Withe (2005): Kalah 0-3 dalam laga amal pasca-tsunami Aceh.
  4. Benny Dollo (2011): Kalah 0-1 di Brisbane.
  5. Shin Tae-yong (2024): Kalah 0-4 di Melbourne.
  6. Patrick Kluivert (2025): Kalah 1-5 di Sydney.

“Kami seperti terjebak dalam lingkaran setan. Setiap kali ke Australia, mental pemain langsung kolaps. Ini sudah jadi penyakit kronis,” ujar Rizal, mantan kapten Timnas Indonesia era 2000-an, dalam wawancara eksklusif.

Dampak Kekalahan: Jalan ke Piala Dunia 2026 Nyaris Tertutup

Kekalahan ini membuat Indonesia terlempar ke peringkat 4 Grup C dengan 6 poin dari 7 pertandingan—tertinggal 4 poin dari Australia yang memimpin klasemen (10 poin). Padahal, syarat lolos otomatis ke Piala Dunia 2026 adalah finis di dua besar grup. Dengan sisa tiga laga (vs. Bahrain, China, dan Jepang), peluang itu nyaris mustahil.

Berdasarkan kalkulasi matematis, Indonesia maksimal hanya bisa mengumpulkan 12 poin jika menang tiga laga sisa. Namun, fakta bahwa Jepang—juara grup—masih harus dihadapi di laga pamungkas membuat skenario ini seperti mimpi di siang bolong. Jalur kedua adalah lolos ke putaran keempat dengan finis di peringkat 3 atau 4. Tapi, di babak itu, Indonesia harus bersaing dengan raksasa Timur Tengah seperti Arab Saudi atau Uni Emirat Arab—tim yang secara kualitas jauh di atas Garuda.

“Kami harus realistis. Peringkat 3 atau 4 di grup ini pun belum tentu aman. Selisih gol kami (-7) hanya sedikit lebih baik dari China (-10). Ini situasi sangat kritis,” kata Andi, analis sepak bola senior.

Kluivert: “Kami Berjuang Seperti Singa, Tapi…”

Dalam konferensi pers usai laga, Patrick Kluivert tampak kehilangan aura percaya diri. Pelatih asal Belanda itu mengaku kecewa, tetapi tetap memuji semangat pemain.

“Saya pikir kami berjuang seperti singa. Sayang, kesalahan kecil di menit-menital awal meruntuhkan mental mereka. Jika penalti Kevin Diks masuk, ceritanya mungkin berbeda,” ujarnya dengan suara parau.

Namun, pernyataannya langsung dibantah oleh kritikus sepak bola Tanah Air. “Ini alasan klasik. Faktanya, strategi menekan tinggi ala Kluivert justru membuat pertahanan kami bolong di mana-mana. Naturalisasi pemain Eropa pun tak menjamin peningkatan kualitas,” sindir Bima, pengamat taktik sepak bola.

Sorotan Pemain: Ole Romeny, Pahlawan Semu di Tengah Bencana

Satu-satunya pencapaian positif malam itu adalah gol Ole Romeny. Penyerang berdarah Belanda-Indonesia itu menjadi pemain kedua dalam sejarah yang berhasil mencetak gol di kandang Australia setelah Iswadi Idris pada 1974.

“Gol ini untuk fans Indonesia. Kami tahu hasilnya buruk, tapi kami takkan menyerah,” kata Romeny dengan mata berkaca-kaca. Sayang, golnya hanya jadi hiburan semu di tengah bencana yang lebih besar.

Reaksi Netizen: Kemarahan, Kekecewaan, dan Lelucon Pahit

Media sosial langsung banjir kritik usai pertandingan. Tagar #KluivertOut dan #PSSITidur menjadi trending topic di Twitter/X. Sebagian netizen membuat meme sindiran: foto Kluivert dengan teks “Datang sebagai Legenda, Pulang sebagai Tersangka”.

Tak ketinggalan, komentar pedas dari suporter Australia:
“Kami bahkan tak perlu tim utama untuk mengalahkan Indonesia. Tim U-23 kami pun bisa menang 5-1,” tulis @AussieFan99.

Masa Depan Suram: Akankah Kutukan Ini Terus Berlanjut?

Kekalahan ini menjadi alarm keras bagi PSSI. Naturalisasi pemain asing—strategi yang diandalkan selama 5 tahun terakhir—ternyata tak menjawab masalah fundamental: mentalitas lemah, organisasi pertahanan berantakan, dan kurangnya regenerasi pemain lokal.

“Kami butuh revolusi total. Tak cukup hanya naturalisasi atau ganti pelatih. Dari akademi sepak bola hingga manajemen timnas, semuanya harus dibenahi,” tegas Erick Thohir, Ketua PSSI, dalam pernyataan singkat.

Namun, bagi para pencinta sepak bola yang sudah puluhan tahun menanti keajaiban, kata-kata itu terdengar seperti lagu lama yang diputar berulang. Mimpi Piala Dunia 2026 kini bagai fatamorgana—terlihat dekat, tapi mustahil diwujudkan. Dan di langit Sydney, kutukan itu masih tertawa… By Mukroni

Foto Kowantaranews.com 

  • Berita Terkait :

Final Misi Suci: Liverpool vs Newcastle, Perang Antar Jagad Sang Raja vs Si Pemburu Gelar Abadi!

Garuda Tambah Sayap! Emil Audero dan Dua Bintang Diaspora Siap Perkuat Timnas

Kebangkitan Dramatis: City Bangkit dari Abu, Chelsea Terkapar di Etihad

Duel Epik: Garuda Muda Tantang Dominasi Vietnam!

Indonesia Mendunia: Gelora Prestasi yang Menggetarkan Panggung Olahraga Internasional

Kai Havertz: Raja Emirates yang Tak Terbendung, Pemecah Kutukan Gol di Arsenal!

Naturalisasi: Jalan Kilat Menuju Kemenangan atau Musibah bagi Pembinaan Lokal?

Dari Arena Hingga Media Sosial: Panjat Tebing Menjadi Tren Baru di Kalangan Anak Muda

Bonus Besar Menanti Atlet Peraih Emas di Olimpiade Paris, Jokowi Tinjau Pusat Pelatihan Timnas di IKN

Paris Berpesta Gembira Saat Mengucapkan Selamat Tinggal pada Olimpiade

Kemenangan Dramatis: Rizki Juniansyah Taklukkan Sang Idola

Biles Akhiri Olimpiade dengan Perak di Lantai

Harapan yang Tertunda: Tunggal Putra Bulu Tangkis Indonesia Tanpa Emas di Paris 2024

Gol Jens Raven Bawa Indonesia Raih Gelar Piala AFF U-19 Kedua

Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024

Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK

Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS

Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari

Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama

Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN

Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama

HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI

Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?

DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”

Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota

Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T

Bermetamorfosis bersama Kowantara: Menguak 10 Langkah Warteg Berpeluang Menjadi Agen Perubahan dalam Pemilihan Presiden yang Bijak

10 Saran KOWANTARA bagi Warteg Apabila ada Pelanggan Mengeluarkan Kata-Kata Merendahkan seperti Bodoh dan Tolol

Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi

Saran KOWANTARA : 10 Sikap Warteg Jika ada Pejabat Tinggi yang Melihat Sebelah Mata Keberadaan Warteg

Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara

Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri  yang Sebelah Mata Terhadap Warteg

Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *