Jakarta, Kowantaranews.com – Musim 2024-2025 seharusnya menjadi panggung bagi AC Milan dan Juventus, dua raksasa sepak bola Italia yang identik dengan trofi dan dominasi. Namun, kenyataan berbicara lain. Sementara Napoli dan Inter Milan berduel sengit memperebutkan Scudetto hingga pekan terakhir, Milan dan Juventus justru terpuruk, menjadi penonton di pinggiran persaingan Serie A. Dengan Milan tertahan di posisi kesembilan dan Juventus berjuang untuk sekadar mengamankan tiket Liga Champions, apa yang salah dengan dua klub legendaris ini? Krisis ini bukan sekadar hasil buruk di lapangan, melainkan cerminan masalah struktural yang menggerogoti fondasi kedua klub. Berikut analisis mendalam tentang penyebab, dampak, dan jalan keluar dari krisis yang tengah melanda.
Musim yang Mengecewakan: Statistik yang Berbicara
AC Milan: Kehilangan Arah di Papan Tengah
Rossoneri, yang musim lalu masih mampu mengguncang Eropa, kini terpuruk di posisi kesembilan Serie A dengan hanya 62 poin dari 38 pertandingan. Dari laga-laga tersebut, mereka hanya meraih 16 kemenangan, angka yang jauh dari standar klub dengan tujuh gelar Liga Champions. Pencapaian terbesar Milan musim ini adalah memenangkan Supercoppa Italiana dengan kemenangan dramatis 3-2 atas rival sekota, Inter Milan. Namun, kegembiraan itu sirna setelah mereka tersingkir di fase play-off Liga Champions dan gagal mengamankan tiket ke kompetisi Eropa musim depan.
Performa Milan musim ini ibarat rollercoaster. Mereka mampu tampil perkasa melawan Inter, dengan rekor tak terkalahkan dalam lima pertemuan (tiga menang, dua imbang), namun kerap tersandung saat menghadapi tim papan tengah dan bawah. Christian Pulisic, winger asal Amerika Serikat, menjadi tumpuan dengan 11 gol di liga dan total 17 gol di semua kompetisi, menjadikannya top scorer tim. Sayangnya, minimnya kontribusi dari pemain lain, seperti Rafael Leão yang tampil inkonsisten, membuat Milan kehilangan daya dobrak.
Juventus: Berjuang di Ujung Napas
Di sisi lain, Juventus sedikit lebih beruntung, bertengger di posisi keempat dengan 67 poin dari 37 laga. Namun, angka tersebut tidak mencerminkan kejayaan klub yang pernah mendominasi Serie A dengan sembilan gelar beruntun. Bianconeri hanya meraih 17 kemenangan musim ini, tersingkir di perempat final Coppa Italia, dan kalah dari AC Milan di semi-final Supercoppa Italiana. Kekalahan memalukan 0-4 dari Atalanta menjadi salah satu titik terendah musim ini, menyoroti kerentanan lini belakang dan mentalitas tim.
Juventus kini berada di ujung tanduk, dengan laga terakhir melawan Venezia menjadi penentu nasib mereka untuk lolos ke Liga Champions musim depan. Mereka bersaing ketat dengan Roma dan Lazio untuk posisi keempat, dengan statistik menunjukkan 17 dari 27 kemungkinan hasil pertandingan menguntungkan Juventus. Dušan Vlahović, dengan 10 gol di liga, menjadi tumpuan di lini depan, tetapi produktivitasnya masih jauh di bawah striker elite Eropa seperti Harry Kane atau Erling Haaland. Minimnya trofi—hanya satu dalam empat tahun terakhir—menambah tekanan pada klub yang dulu disegani.
Akar Masalah: Krisis Struktural di Balik Lapangan
AC Milan: Krisis Identitas dan Manajemen
Krisis Milan bukan hanya soal performa di lapangan, melainkan masalah mendalam di ruang direksi. Pemecatan Paolo Maldini sebagai direktur teknik pada 2023 menjadi titik balik negatif. Maldini, legenda klub dan otak di balik kebangkitan Milan pada 2022, dianggap sebagai jantung identitas Rossoneri. Kepergiannya memicu kekacauan strategis, yang dikritik keras oleh Arrigo Sacchi, mantan pelatih legendaris Milan. Sacchi menyebut klub bergerak “tanpa visi” dan “secara membabi buta,” sebuah pernyataan yang mencerminkan hilangnya arah di level manajerial.
Pergantian kepemilikan dari Elliott Management ke RedBird Capital Partners pada 2022 juga belum membawa stabilitas yang diharapkan. Alih-alih membangun fondasi jangka panjang, Milan terjebak dalam keputusan jangka pendek yang tidak konsisten. Dampaknya terlihat di bursa transfer, di mana rekrutan baru gagal memberikan dampak signifikan, dan pengembangan pemain muda dari akademi seperti Francesco Camarda belum optimal.
Secara finansial, Milan berada di posisi sulit. Kegagalan lolos ke kompetisi Eropa musim depan berpotensi merugikan klub hingga €80 juta, ditambah kerugian €20-35 juta dari absen di kompetisi sekunder seperti Liga Europa atau Conference League. Ketergantungan pada pendapatan Eropa membuat Milan rentan, dengan tekanan untuk menjual pemain bintang atau memotong anggaran transfer di musim panas.
Juventus: Ketidakstabilan Pelatih dan Performa
Juventus menghadapi masalah serupa, dengan ketidakstabilan pelatih menjadi sorotan utama. Pemecatan Thiago Motta pada Maret 2025, setelah serangkaian hasil buruk, menambah kekacauan taktikal. Igor Tudor, yang mengambil alih, belum mampu membawa perubahan signifikan, dengan Juventus hanya meraih empat kemenangan dalam 10 laga terakhir. Pergantian pelatih yang terlalu sering membuat tim kesulitan membangun identitas permainan yang konsisten.
Di lapangan, Juventus kerap tampil tanpa gairah. Vlahović, meski menjadi top scorer, gagal memenuhi ekspektasi sebagai ujung tombak. Lini tengah dan belakang juga menunjukkan kelemahan, terutama dalam laga besar seperti kekalahan 0-4 dari Atalanta. Minimnya trofi dalam empat tahun terakhir—hanya satu Coppa Italia—menggambarkan betapa jauhnya Juventus dari masa kejayaan di era Massimiliano Allegri.
Secara finansial, Juventus sedikit lebih aman dibandingkan Milan, dengan peluang lolos ke Liga Champions masih terbuka. Namun, kegagalan mengamankan posisi keempat akan memperburuk tekanan finansial, terutama setelah investasi besar di bursa transfer untuk pemain seperti Vlahović.
Dampak Krisis: Finansial, Reputasi, dan Moral
AC Milan
Kegagalan lolos ke Eropa bukan hanya pukulan finansial, tetapi juga merusak reputasi Milan sebagai klub elite. Posisi kesembilan di klasemen, jauh di bawah Napoli, Inter, dan bahkan Bologna, membuat Milan menjadi bahan olok-olok di kalangan suporter. Tekanan pada pelatih dan pemain meningkat, dengan Rafael Leão dan rekan-rekannya menghadapi kritik keras atas inkonsistensi. Suporter, yang terbiasa melihat Milan bersaing di papan atas, mulai kehilangan kesabaran, menambah ketegangan di San Siro.
Juventus
Meski berada di posisi keempat, Juventus tidak luput dari krisis reputasi. Kekalahan telak dari Atalanta dan minimnya trofi membuat Bianconeri kehilangan aura tak terkalahkan yang dulu menjadi ciri khas mereka. Persaingan ketat dengan Roma dan Lazio untuk posisi keempat menambah tekanan, dengan laga melawan Venezia menjadi penentu nasib. Kegagalan lolos ke Liga Champions bisa memicu krisis finansial lebih lanjut, membatasi kemampuan klub untuk mendatangkan pemain berkualitas.
Perbandingan dengan Kompetitor: Napoli, Inter, dan Bologna Bersinar
Sementara Milan dan Juventus terpuruk, klub lain menunjukkan kebangkitan yang mengesankan. Napoli, di bawah manajemen baru, menjuarai Serie A 2024-2025 dengan permainan solid dan strategi transfer cerdas. Inter Milan, meski kalah di Supercoppa, tetap menjadi kekuatan dominan, mencapai final Liga Champions dan bersaing ketat untuk Scudetto. Bologna, di tangan Vincenzo Italiano, menjadi kejutan dengan lolos ke kompetisi Eropa, menunjukkan bagaimana manajemen yang tepat dan permainan menarik bisa mengangkat klub papan tengah ke level yang lebih tinggi.
Baca juga : Liverpool Hajar Tottenham 5-1, Rebut Juara ke-20 dengan Gempita Anfield yang Mengguncang Dunia!
Baca juga : MIMPI HANCUR BERSERPIHAN: Garuda Tersungkur 1-5, Kutukan Australia Tak Terkikis Sejak 1973!
Baca juga : Final Misi Suci: Liverpool vs Newcastle, Perang Antar Jagad Sang Raja vs Si Pemburu Gelar Abadi!
Jalan Keluar: Menuju Kebangkitan
Untuk kembali ke puncak, Milan dan Juventus perlu melakukan perubahan mendasar:
- Stabilitas Manajemen:
Milan harus membangun struktur kepemimpinan dengan visi jangka panjang, menghindari keputusan impulsif seperti pemecatan Maldini. Juventus perlu memberikan waktu kepada pelatih untuk menerapkan filosofi permainan, alih-alih berganti pelatih setiap musim. - Strategi Transfer Cerdas:
Kedua klub harus fokus pada pemain yang sesuai dengan identitas taktikal, bukan hanya mengejar nama besar. Milan bisa belajar dari Napoli, yang sukses merekrut pemain muda berpotensi seperti Khvicha Kvaratskhelia. Juventus perlu mendatangkan gelandang kreatif untuk mendukung Vlahović. - Pengembangan Akademi:
Milan memiliki talenta seperti Francesco Camarda, sementara Juventus dikenal dengan akademi yang produktif. Mengintegrasikan pemain muda ke skuad utama bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada transfer mahal. - Konsistensi Performa:
Milan harus memperbaiki performa melawan tim papan tengah, sementara Juventus perlu meningkatkan organisasi defensif dan produktivitas lini depan. - Solusi Finansial:
Kedua klub harus mencari sumber pendapatan baru, seperti sponsor atau merchandising, untuk mengurangi ketergantungan pada kompetisi Eropa. Pengelolaan utang yang lebih baik juga penting untuk mematuhi aturan Financial Fair Play.
Roma Tidak Dibangun dalam Sehari
Krisis yang melanda AC Milan dan Juventus adalah akibat akumulasi masalah manajerial, taktikal, dan finansial yang terabaikan selama bertahun-tahun. Milan kehilangan identitas setelah kepergian Maldini, sementara Juventus terjebak dalam ketidakstabilan pelatih dan performa medioker. Dampaknya tidak hanya terasa di lapangan, tetapi juga di dompet klub dan hati para suporter. Namun, dengan langkah strategis—stabilitas manajemen, transfer cerdas, pengembangan pemain muda, dan konsistensi performa—kedua raksasa ini masih punya peluang untuk bangkit. Seperti kata pepatah, “Roma tidak dibangun dalam sehari.” Jalan menuju kejayaan membutuhkan waktu, kesabaran, dan komitmen. Akankah Milan dan Juventus kembali mengguncang Eropa, atau terus menjadi penonton di panggung Scudetto? Hanya waktu yang akan menjawab. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Liverpool Hajar Tottenham 5-1, Rebut Juara ke-20 dengan Gempita Anfield yang Mengguncang Dunia!
MIMPI HANCUR BERSERPIHAN: Garuda Tersungkur 1-5, Kutukan Australia Tak Terkikis Sejak 1973!
Final Misi Suci: Liverpool vs Newcastle, Perang Antar Jagad Sang Raja vs Si Pemburu Gelar Abadi!
Garuda Tambah Sayap! Emil Audero dan Dua Bintang Diaspora Siap Perkuat Timnas
Kebangkitan Dramatis: City Bangkit dari Abu, Chelsea Terkapar di Etihad
Duel Epik: Garuda Muda Tantang Dominasi Vietnam!
Indonesia Mendunia: Gelora Prestasi yang Menggetarkan Panggung Olahraga Internasional
Kai Havertz: Raja Emirates yang Tak Terbendung, Pemecah Kutukan Gol di Arsenal!
Naturalisasi: Jalan Kilat Menuju Kemenangan atau Musibah bagi Pembinaan Lokal?
Dari Arena Hingga Media Sosial: Panjat Tebing Menjadi Tren Baru di Kalangan Anak Muda
Paris Berpesta Gembira Saat Mengucapkan Selamat Tinggal pada Olimpiade
Kemenangan Dramatis: Rizki Juniansyah Taklukkan Sang Idola
Biles Akhiri Olimpiade dengan Perak di Lantai
Harapan yang Tertunda: Tunggal Putra Bulu Tangkis Indonesia Tanpa Emas di Paris 2024
Gol Jens Raven Bawa Indonesia Raih Gelar Piala AFF U-19 Kedua
Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem untuk Pilgub DKI Jakarta 2024
Pilpres 2024: Lima Sorotan Utama dari Sidang Perdana Gugatan di MK
Perjalanan Indonesia dari Federalisme ke Negara Kesatuan: Tantangan dan Perkembangan Pasca-RIS
Gibran sebagai Cawapres: DKPP Ambil Tindakan Serius Terhadap KPU dan Hasyim Asyari
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Kowantara Bersatu untuk Mendukung AMIN, Anies dan Muhaimin: Merajut Kekuatan Bersama
HIKAPINDO Perjuangkan Kader Penyuluh Indonesia di DPR RI
Apa Isi Risalah At-Tauhid Sidoresmo Surabaya Untuk Anies Baswedan ?
DISKUSI PUBLIK CONTINUUM BIGDATA CENTER : “DINAMIKA POLITIK MENUJU 2024, APA KATA BIG DATA?”
Menggali Asa Warteg: Perspektif Terhadap Pembangunan Multi-Kota
Implikasi Kepresidenan Prabowo: Faisal Basri Ramal Utang RI Tembus Rp16.000 T
Pedagang Warteg dan Daya Beli Masyarakat Tertatih-tatih Di Akhir Jabatan Jokowi
Warteg Bakal Dilarang di IKN, Begini Saran Kowantara
Ayo Gibran Bersuara Jangan Diam !, Ada Menteri yang Sebelah Mata Terhadap Warteg
Presiden Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Menterinya Melarang Warteg di IKN
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung