Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia kini tengah dihadapkan pada tantangan ekonomi serius dengan mencatat deflasi selama lima bulan berturut-turut, dari Mei hingga September 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada September sebesar 0,12 persen, meningkat dibandingkan bulan Agustus yang sebesar 0,03 persen. Fenomena deflasi ini membuat banyak pihak khawatir, terutama para petani dan pedagang pasar yang menjadi garda terdepan dalam perekonomian rakyat.
Deflasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini hanya fenomena sementara atau sinyal bahwa perekonomian Indonesia sedang menghadapi masalah yang lebih besar? Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memberikan pandangan yang berbeda mengenai dampak dari tren deflasi ini. Sementara itu, ekonom dan pelaku usaha semakin khawatir akan lemahnya permintaan dan daya beli masyarakat yang mungkin menjadi akar permasalahan.
Apa Itu Deflasi dan Mengapa Ini Bisa Mengkhawatirkan?
Deflasi adalah penurunan harga barang dan jasa secara umum dalam perekonomian. Ketika harga-harga barang turun, konsumen pada awalnya mungkin merasakan keuntungan. Namun, jika tren ini berlanjut, dampaknya bisa merusak ekonomi secara keseluruhan. Produsen akan mulai mengurangi produksi karena pendapatan mereka menurun, yang pada gilirannya bisa memicu peningkatan pengangguran dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam kasus Indonesia, deflasi selama lima bulan terakhir banyak dipicu oleh penurunan harga pada sektor pangan dan energi, di mana pasokan barang melimpah namun permintaan tetap stagnan atau bahkan menurun. Ini berarti meskipun barang tersedia dalam jumlah besar, konsumen tidak memiliki daya beli yang cukup untuk menyerap seluruh pasokan tersebut. Situasi ini mengkhawatirkan, terutama bagi para petani dan pedagang yang kini berada di ambang krisis.
Dampak Deflasi Terhadap Petani dan Pedagang Pasar
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dengan tegas menyatakan bahwa deflasi yang berkelanjutan bisa berdampak buruk bagi para petani dan pedagang pasar di Indonesia. Penurunan harga barang-barang pertanian menyebabkan pendapatan para petani semakin menipis. Mereka menjual hasil panen mereka dengan harga yang lebih rendah, namun biaya produksi tetap sama atau bahkan meningkat.
“Jika harga jual terus turun, petani tidak akan mampu mendapatkan keuntungan yang cukup untuk menutup biaya produksi mereka. Ini akan membuat mereka terjebak dalam siklus kerugian yang berkepanjangan,” ujar Zulkifli dalam sebuah konferensi pers. Ia juga menambahkan bahwa banyak pedagang pasar tradisional yang kini kesulitan untuk mendapatkan keuntungan karena harga barang yang terlalu rendah.
Contoh nyata dari situasi ini dapat dilihat pada harga komoditas seperti beras, sayuran, dan hasil bumi lainnya yang mengalami penurunan tajam. Petani yang seharusnya diuntungkan dari panen yang melimpah justru terpukul oleh harga jual yang rendah. Pedagang pasar tradisional juga merasakan tekanan karena margin keuntungan mereka semakin tipis.
Seorang pedagang di pasar induk Kramat Jati, Jakarta Timur, mengeluhkan penurunan harga sayuran yang cukup signifikan selama beberapa bulan terakhir. “Harga cabai, tomat, dan sayuran lainnya turun drastis, tetapi kami tetap harus membeli dari petani dengan harga yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Keuntungan kami jadi sangat sedikit,” ujarnya.
Baca juga : Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Baca juga : Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Baca juga : Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Pandangan Menteri Keuangan: Deflasi Bukan Sinyal Bahaya
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pandangan yang lebih optimis. Ia menganggap bahwa deflasi yang terjadi selama lima bulan terakhir tidak serta merta menjadi tanda bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi buruk. Menurutnya, penurunan harga ini lebih dipicu oleh pasokan yang melimpah, terutama di sektor pangan, yang membuat harga turun.
“Saat ini, pasokan pangan di Indonesia sangat baik, sehingga harga-harga terkoreksi. Ini bukanlah pertanda buruk. Justru ini menunjukkan bahwa kita mampu menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat dengan baik,” ujar Sri Mulyani. Ia juga menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada jalur yang positif, dan tren deflasi ini diharapkan tidak akan berlangsung lama.
Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua kalangan. Meskipun pasokan yang melimpah bisa menjadi hal yang baik, banyak ekonom menilai bahwa penurunan harga yang berkepanjangan juga mencerminkan lemahnya permintaan domestik. Jika daya beli masyarakat terus menurun, ini bisa menjadi masalah serius dalam jangka panjang.
Pandangan Ekonom: Deflasi Menggambarkan Daya Beli yang Lemah
Beberapa ekonom menilai bahwa deflasi beruntun ini bukan sekadar fenomena pasokan melimpah, melainkan juga sinyal lemahnya daya beli masyarakat. Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), menyebutkan bahwa penurunan harga yang berkepanjangan dapat menjadi tanda bahwa permintaan dalam negeri sedang menurun.
“Deflasi lima bulan berturut-turut ini jelas menunjukkan adanya masalah dalam perekonomian domestik kita. Jika permintaan tetap kuat, harga tidak akan terus turun seperti ini. Yang terjadi sekarang adalah masyarakat tidak memiliki daya beli yang cukup, sehingga pasokan tidak terserap dengan baik,” jelas Faisal.
Faisal juga mengingatkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal kedua 2024 hanya mencapai 4,91 persen, lebih rendah dibandingkan kuartal kedua tahun 2023 yang sebesar 5,22 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, mulai melemah.
Senada dengan Faisal, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait daya beli masyarakat. Menurutnya, tren deflasi ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan guna meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat.
“Kita melihat adanya perlambatan konsumsi yang signifikan. Jika ini dibiarkan, tidak hanya petani dan pedagang yang akan terdampak, tetapi juga seluruh sektor ekonomi yang bergantung pada permintaan konsumen,” ujar Shinta.
Solusi Pemerintah: Langkah Apa yang Dapat Diambil?
Melihat dampak negatif dari deflasi yang berkepanjangan, pemerintah perlu segera merumuskan langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi sektor-sektor yang paling rentan, seperti petani dan pedagang pasar. Salah satu solusi yang bisa diambil adalah meningkatkan daya beli masyarakat melalui program-program bantuan sosial, subsidi, dan stimulus ekonomi.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah siap mengambil langkah-langkah strategis jika diperlukan. “Jika situasi ini mulai berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Saat ini, kami terus memantau perkembangan di lapangan dan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong intervensi di sektor pertanian dengan melakukan pembelian hasil panen langsung dari petani untuk disimpan sebagai cadangan pangan nasional. Langkah ini akan membantu menstabilkan harga di pasar dan mencegah kerugian besar bagi para petani.
Indonesia di Ambang Krisis atau Masih Terkendali?
Tren deflasi lima bulan berturut-turut yang dialami Indonesia pada 2024 telah menimbulkan berbagai reaksi dari pemerintah, ekonom, dan pelaku usaha. Sementara beberapa pihak, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, menilai bahwa situasi ini masih terkendali dan tidak menimbulkan ancaman besar bagi perekonomian, pihak lain khawatir bahwa deflasi ini mencerminkan lemahnya daya beli dan permintaan dalam negeri.
Bagi petani dan pedagang pasar, dampak deflasi ini sudah mulai dirasakan. Mereka menghadapi tantangan besar akibat harga jual yang rendah dan keuntungan yang semakin tipis. Jika tidak ada intervensi segera, situasi ini bisa berkembang menjadi krisis yang lebih dalam.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam beberapa bulan mendatang akan sangat krusial dalam menentukan arah perekonomian Indonesia. Deflasi bisa menjadi sinyal bahwa perekonomian sedang melemah, atau bisa juga menjadi kesempatan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung