Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertanian menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perubahan iklim, konversi lahan, hingga stagnasi produktivitas. Saat ini, Indonesia berada di ambang krisis pangan, terutama beras dan gula, yang merupakan dua komoditas pokok bagi masyarakat. Artikel ini akan membahas fase krusial dalam produksi beras dan gula, faktor-faktor penyebab potensi krisis, serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah terjadinya krisis pangan yang lebih besar.
Fase Krusial Produksi Pangan
Seiring dengan bergantinya tahun, Indonesia memasuki fase krusial dalam produksi beras dan gula. Pada periode Oktober 2024 hingga Maret 2025, produksi beras akan memasuki masa kritis yang membutuhkan perhatian khusus. Musim tanam padi biasanya berlangsung pada bulan Oktober hingga Februari, dan panen raya diharapkan berlangsung pada bulan Maret. Namun, ketidakpastian cuaca dan faktor eksternal lainnya dapat mempengaruhi hasil panen.
Selain itu, periode November 2024 hingga Mei 2025 juga akan menjadi masa penting bagi produksi gula. Musim giling tebu di Indonesia diperkirakan akan berakhir pada medio Oktober 2024, dan musim giling selanjutnya baru akan dimulai pada Mei 2025. Dengan momen perayaan seperti Natal, Tahun Baru, dan Ramadhan yang datang di tengah periode tersebut, permintaan pangan, terutama beras dan gula, dipastikan akan meningkat.
Kenaikan Harga dan Defisit Produksi
Salah satu dampak dari fase krusial ini adalah kemungkinan terjadinya kenaikan harga beras dan gula. Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kementerian Pertanian memperkirakan bahwa produksi beras pada tahun ini akan mengalami penurunan sebesar 3,8 hingga 4 juta ton. Dengan proyeksi defisit beras mencapai 1,64 juta ton antara Januari dan November 2024, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaga kestabilan harga.
Di sisi lain, proyeksi Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menunjukkan bahwa produksi gula Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan hanya mencapai 2 juta ton, turun dari 2,3 juta ton pada tahun sebelumnya. Penurunan produksi ini berpotensi menyebabkan harga gula melonjak, terutama jika tidak ada intervensi dari pemerintah.
Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak, Hery Sugiartono, tanpa campur tangan pemerintah, harga beras di fase krusial ini akan berpotensi naik. Sementara itu, Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia, Yadi Yusriyadi, mengingatkan pentingnya keputusan segera mengenai kuota impor gula untuk tahun depan agar harga tetap terjaga.
Baca juga : Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Baca juga : Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Baca juga : Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Kelelahan Lahan Pertanian
Salah satu tantangan jangka panjang yang dihadapi sektor pertanian Indonesia adalah kelelahan lahan. Banyak lahan pertanian yang telah dieksploitasi secara berlebihan, baik melalui penggunaan bahan kimia maupun praktik pertanian yang tidak berkelanjutan. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas tanah dan, pada akhirnya, menurunnya produktivitas.
Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, mengungkapkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, produktivitas padi di Indonesia stagnan. Dari tahun 2014 hingga 2023, produktivitas padi hanya tumbuh sebesar 0,25 persen. Hal ini disebabkan oleh praktik budidaya yang tidak berkelanjutan, di mana 89,54 persen lahan pertanian di Indonesia berstatus tidak berkelanjutan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan
Untuk mencegah terjadinya krisis pangan, penting bagi Indonesia untuk menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan. Hal ini mencakup pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dan regenerasi lahan. Tanah yang sehat sangat penting untuk menjaga produksi pangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memberikan waktu bagi tanah untuk istirahat dan pulih dari kelelahan.
Praktik pertanian superintensif dan penggunaan bahan kimia secara berlebihan telah menyebabkan penurunan signifikan pada kandungan bahan organik di dalam tanah. Sekitar dua pertiga lahan pertanian Indonesia memiliki kandungan bahan organik di bawah 2 persen, yang mengindikasikan perlunya tindakan segera untuk meningkatkan kualitas tanah.
Regenerasi Petani dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Selain kesehatan tanah, regenerasi petani juga merupakan faktor penting dalam mencapai swasembada pangan. Generasi muda perlu dilibatkan dalam sektor pertanian agar dapat membawa inovasi dan teknologi baru. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian juga harus diperhatikan. Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang menunjukkan bahwa laju konversi sawah menjadi lahan non-sawah mencapai 100.000 hingga 150.000 hektar per tahun.
Kementerian Pertanian telah menetapkan lahan sawah yang dilindungi seluas 3,82 juta hektar di delapan provinsi. Namun, jumlah tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan luas panen padi yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan demikian, langkah-langkah yang lebih agresif diperlukan untuk melindungi lahan pertanian yang ada.
Cetak Biru Kementerian Pertanian 2024-2029
Dalam upaya mengatasi berbagai masalah yang ada, Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Andi Amran Sulaiman telah mengantongi Cetak Biru Kementerian Pertanian 2024-2029. Dalam cetak biru tersebut, terdapat lima program utama, yaitu swasembada pangan nasional, pengembangan komoditas ekspor strategis, peningkatan produksi susu dan daging, menciptakan pekarangan pangan bergizi, dan mandiri energi melalui penggunaan B50.
Implementasi cetak biru ini diharapkan dapat menjawab sejumlah persoalan jangka pendek dan panjang yang dihadapi sektor pertanian. Namun, keberhasilan program ini akan sangat tergantung pada komitmen pemerintah, dukungan dari petani, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberlanjutan dalam produksi pangan.
Indonesia kini berada di ujung tanduk dalam hal ketahanan pangan, khususnya dalam menghadapi fase krusial beras dan gula. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, meliputi penurunan produksi, kenaikan harga, kelelahan lahan, dan konversi lahan pertanian. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif. Hanya dengan langkah-langkah proaktif, Indonesia dapat memastikan bahwa kebutuhan pangan bagi seluruh warganya tetap terpenuhi dan terjaga. Jika tidak, kita mungkin akan menghadapi krisis pangan yang lebih parah di masa depan. *Mukroni
Foto Kowantaranews
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung