Jakarta, Kowantaranews.com -Pemborosan makanan menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Sementara ratusan juta orang kelaparan setiap hari, jutaan ton makanan terbuang sia-sia setiap tahunnya. Masalah ini tidak hanya mencerminkan ketidakseimbangan yang mencolok dalam distribusi sumber daya, tetapi juga memberikan dampak yang merusak lingkungan dan ekonomi. Di tengah situasi yang memprihatinkan ini, Paus Fransiskus, pemimpin spiritual Gereja Katolik, telah dengan tegas mengangkat suara, menyerukan kepada umat manusia untuk lebih menghargai makanan dan mengurangi pemborosan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosial kita.
Pemborosan Makanan: Sebuah Realitas yang Memprihatinkan
Menurut laporan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), volume sampah makanan mencapai 19 persen dari makanan yang diproduksi secara global. Setiap orang di dunia membuang rata-rata 79 kilogram makanan setiap tahun. Jumlah ini setara dengan 1 miliar porsi makanan yang terbuang setiap harinya di seluruh dunia. Ironisnya, sementara makanan tersebut terbuang sia-sia, sepertiga populasi dunia menghadapi kerawanan pangan, dan 783 juta orang lainnya mengalami kelaparan.
Makanan yang terbuang itu mewakili hampir 30 persen dari hasil panen lahan pertanian global. Laporan tersebut menunjukkan bahwa makanan yang terbuang dapat menyediakan 1,3 kali makan per hari bagi setiap orang yang terkena dampak kelaparan di seluruh dunia. Fakta ini memperlihatkan bahwa masalah kelaparan global sebenarnya bisa diatasi jika pemborosan makanan dapat dikurangi secara signifikan.
Di Indonesia, situasi ini tidak jauh berbeda. Angka kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia antara tahun 2000 dan 2019 mencapai 23-48 juta ton dengan kerugian ekonomi mencapai Rp 551 triliun, setara dengan 4-5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Jumlah makanan yang terbuang dan menjadi sampah itu cukup untuk memberikan makan 61 juta-125 juta orang, atau 29-47 persen dari masyarakat Indonesia. Ini adalah angka yang mengejutkan, terutama jika kita mempertimbangkan bahwa jumlah warga miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta orang atau 9,03 persen dari seluruh penduduk.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Pemborosan Makanan
Pemborosan makanan tidak hanya merugikan secara sosial tetapi juga secara ekonomi dan lingkungan. Secara ekonomi, kerugian langsung akibat pemborosan dan kehilangan makanan berdampak pada ekonomi global hingga 1 triliun dollar AS setiap tahun. Itu berarti sekitar 150 dollar AS per orang per tahun. Angka ini adalah kerugian yang sangat besar yang bisa dialihkan untuk tujuan-tujuan yang lebih produktif, seperti membantu ekonomi lokal atau memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Dari sisi lingkungan, makanan yang terbuang merupakan makanan yang siap dikonsumsi manusia tetapi berakhir di tempat pembuangan akhir. Limbah makanan ini menghasilkan gas metana dan karbon dioksida yang terbawa ke atmosfer, berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. UNEP memperkirakan bahwa kehilangan dan limbah makanan berkontribusi terhadap 8-10 persen emisi gas rumah kaca tahunan global. Kondisi ini berdampak signifikan terhadap keanekaragaman hayati dan menempati hampir sepertiga lahan pertanian di planet ini.
Selain itu, limbah makanan juga berperan dalam penurunan kualitas lahan pertanian. Lahan yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan pangan yang dibutuhkan oleh populasi global justru terbuang sia-sia karena produk yang dihasilkan tidak dimanfaatkan secara optimal. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan kerusakan lingkungan akibat pemborosan makanan mencapai sekitar 700 miliar dollar AS per tahun. Dampak lingkungan ini, jika tidak segera diatasi, dapat memicu berbagai bencana, termasuk krisis pangan yang lebih parah di masa depan.
Seruan Paus Fransiskus untuk Menghargai Makanan
Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, Paus Fransiskus dengan tegas mengingatkan umat manusia akan pentingnya menghargai makanan. Paus asal Argentina ini, sejak awal masa kepemimpinannya, telah menunjukkan kepeduliannya terhadap kaum miskin dan yang terpinggirkan. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu menekankan bahwa membuang makanan adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Bagi Paus, membuang makanan sama saja dengan mencuri dari mereka yang kelaparan.
Pada tanggal 27 Juni 2019, Paus Fransiskus mendesak 500 peserta Konferensi Umum Ke-41 Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang berbasis di Roma untuk bekerja sama dalam mengatasi ancaman kelaparan dan kerawanan pangan di dunia. Paus menekankan bahwa masalah kelaparan dan kekurangan pangan bukan hanya urusan negara-negara termiskin dan paling rentan, tetapi merupakan tanggung jawab semua orang. Menurutnya, tanggung jawab moral kita adalah untuk mengurangi penderitaan banyak saudara dan saudari kita yang terjebak dalam kemiskinan dan kelaparan.
Paus Fransiskus juga menyerukan untuk mengatasi penyebab mendasar dari kurangnya makanan dan akses ke air minum. Ia menegaskan bahwa kelangkaan makanan dan air bukanlah masalah eksklusif negara-negara miskin, melainkan masalah yang memerlukan perhatian dan tindakan dari seluruh komunitas global. Oleh karena itu, Paus menyerukan agar semua orang meningkatkan kesadaran akan masalah ini dan mengambil langkah konkret untuk mengurangi pemborosan.
Menghidupkan Kembali Nilai-Nilai Kesederhanaan dan Solidaritas
Dalam pesannya, Paus Fransiskus juga mengajak semua orang untuk kembali menghidupkan nilai-nilai kesederhanaan dan solidaritas yang mungkin telah dilupakan oleh masyarakat modern. Paus menyarankan agar kita meniru kebiasaan hemat kakek-nenek kita, yang selalu menghargai setiap butir makanan dan tidak pernah membuang sisa makanan. Paus Fransiskus berpendapat bahwa konsumerisme telah membuat banyak orang terbiasa membuang makanan setiap hari tanpa memikirkan dampaknya. Konsumerisme ini tidak hanya berdampak pada mereka yang lapar, tetapi juga merusak lingkungan dan membahayakan masa depan planet kita.
Paus Fransiskus menegaskan bahwa hidup hemat dan tidak boros adalah bentuk solidaritas sosial yang nyata. Dengan tidak membuang makanan, kita tidak hanya menyelamatkan sumber daya alam, tetapi juga turut serta dalam upaya global untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan. Hidup sederhana, menurut Paus, adalah bentuk solidaritas yang paling mendasar, dan setiap orang memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam upaya ini.
Tantangan dalam Mengubah Kebiasaan
Meskipun seruan Paus Fransiskus sangat jelas dan tegas, tantangan untuk mengubah kebiasaan masyarakat dalam hal pemborosan makanan tidaklah mudah. Kebiasaan membuang makanan telah menjadi bagian dari budaya konsumtif di banyak negara, termasuk di Indonesia. Mengubah pola pikir dan perilaku yang telah tertanam lama ini membutuhkan waktu, pendidikan, dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak.
Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, komunitas agama, dan sektor swasta semuanya memiliki peran dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghargai makanan dan mengurangi pemborosan. Pendidikan tentang nilai-nilai kesederhanaan dan penghargaan terhadap sumber daya alam harus dimulai sejak usia dini. Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan juga harus berperan dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya mengurangi pemborosan makanan.
Selain itu, teknologi dan inovasi juga dapat berperan dalam mengurangi pemborosan makanan. Pengembangan teknologi yang memungkinkan penyimpanan dan distribusi makanan yang lebih efisien, serta pengurangan limbah makanan di rantai pasokan, dapat membantu mengurangi jumlah makanan yang terbuang. Pemerintah juga dapat mendukung upaya ini dengan mengeluarkan kebijakan yang mendorong pengurangan limbah makanan dan mendukung pertanian berkelanjutan.
Baca juga : Paus Fransiskus Memulai Kunjungan Apostolik ke Asia, Dimulai dari Indonesia
Baca juga : Paus Fransiskus Cetak Rekor dalam Lawatan Asia-Oseania
Baca juga : Paus Fransiskus Serukan Perdamaian dan Persaudaraan di Tengah Konflik Global
Mewujudkan Seruan Paus Fransiskus dalam Tindakan Nyata
Seruan Paus Fransiskus untuk menghargai makanan dan mengurangi pemborosan bukan hanya sebuah ajakan moral, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Dunia menghadapi tantangan besar dalam upaya mengatasi kelaparan dan kerawanan pangan, dan pemborosan makanan adalah salah satu faktor yang memperburuk masalah ini. Dengan mendengarkan seruan Paus Fransiskus dan mengambil langkah-langkah nyata untuk mengurangi pemborosan makanan, kita dapat berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih adil, lebih berkelanjutan, dan lebih penuh kasih.
Langkah-langkah konkret seperti mengurangi porsi makanan yang disajikan, memanfaatkan sisa makanan, mendukung inisiatif pengelolaan sampah makanan, dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya menghargai makanan adalah beberapa cara sederhana yang dapat kita lakukan. Dengan demikian, kita tidak hanya membantu mengurangi limbah makanan, tetapi juga berpartisipasi dalam upaya global untuk mengatasi kelaparan dan memerangi perubahan iklim.
Pada akhirnya, seruan Paus Fransiskus adalah panggilan bagi kita semua untuk hidup dengan kesadaran yang lebih besar akan dampak dari tindakan kita. Makanan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh, dan setiap butir yang kita buang adalah potensi kehidupan yang hilang. Marilah kita bersama-sama menjawab seruan ini dengan tindakan nyata, demi masa depan yang lebih baik bagi semua umat manusia. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Paus Fransiskus Cetak Rekor dalam Lawatan Asia-Oseania
Paus Fransiskus Serukan Perdamaian dan Persaudaraan di Tengah Konflik Global
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Simbol Persahabatan Lintas Agama
Peringatan HUT RI di Beijing 2024: Gempita Merdeka dengan Kuliner Nusantara
Negara Kesatuan di Ujung Tanduk: Tantangan NKRI di Tengah Ketidakadilan dan Pluralitas
Nasionalisme di Persimpangan: Antara Globalisasi dan Identitas Bangsa
Merdeka di Atas Kertas, Belum Merdeka di Kehidupan Sehari-hari
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi