Jakarta, Kowantaranews.com – Dalam beberapa tahun terakhir, transisi energi menuju penggunaan energi terbarukan menjadi salah satu fokus utama pemerintah Indonesia. Target ambisius telah dicanangkan, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mempercepat penggunaan energi bersih dalam berbagai sektor. Pemerintah mengarahkan percepatan transisi energi ini untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Namun, tantangan utama terletak pada pemahaman masyarakat, terutama kalangan mayoritas Muslim di Indonesia, terkait konsep transisi energi dan pentingnya partisipasi dalam proses ini.
Sebuah survei yang dilakukan oleh tim dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa mayoritas Muslim Indonesia masih kurang memahami konsep transisi energi. Dari 3.045 responden Muslim yang disurvei, hanya 20,09 persen yang mengaku mengetahui istilah transisi energi. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah sebagian besar dari mereka yang mengaku memahami istilah tersebut, ternyata memiliki pengertian yang keliru atau terbatas mengenai transisi energi.
Salah Persepsi tentang Transisi Energi
Survei PPIM mengungkapkan bahwa sebagian besar responden yang mengetahui istilah transisi energi mengaitkannya dengan penggantian bahan bakar minyak ke listrik, tanpa memahami esensi yang lebih luas dari konsep ini. Sebanyak 24,29 persen dari responden menganggap transisi energi hanya sebatas perubahan energi dari bahan bakar minyak ke listrik, sementara 18,57 persen lainnya menganggap transisi energi sebagai energi yang berpindah. Hanya sebagian kecil yang mengaitkan transisi energi dengan energi ramah lingkungan, seperti energi surya atau angin.
Pemahaman yang sempit ini menunjukkan bahwa masyarakat Muslim Indonesia, khususnya kalangan menengah ke bawah, masih belum sepenuhnya memahami urgensi global untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Transisi energi adalah bagian penting dari upaya global dalam mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab utama perubahan iklim dan pemanasan global. Dampak perubahan iklim yang meliputi banjir, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan, serta kerusakan ekosistem laut seperti pemutihan karang dan pengasaman laut sudah dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Sayangnya, survei PPIM juga menemukan bahwa meskipun mayoritas responden menyadari adanya perubahan iklim akibat ulah manusia, hanya sedikit yang benar-benar memahami hubungan antara perubahan iklim dengan perlunya transisi energi. Ini menunjukkan adanya jurang besar dalam pemahaman masyarakat tentang peran energi terbarukan dalam melawan perubahan iklim.
Kurangnya Pemahaman tentang Konsep Green Islam
Selain kurangnya pemahaman tentang transisi energi, survei ini juga mengungkap bahwa konsep “Green Islam” atau Islam yang berwawasan lingkungan masih asing bagi mayoritas masyarakat Muslim di Indonesia. Green Islam adalah konsep yang menggabungkan nilai-nilai Islam dengan kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan dan menerapkan perilaku ramah lingkungan. Konsep ini telah diangkat oleh beberapa organisasi Islam besar di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, melalui inisiatif seperti ekopesantren (pesantren ramah lingkungan), fatwa lingkungan, serta komunitas-komunitas lingkungan berbasis Islam.
Namun, hasil survei menunjukkan bahwa meskipun beberapa responden berasal dari organisasi Islam tersebut, banyak yang belum mengenal inisiatif-inisiatif terkait lingkungan yang mereka usung. Hal ini menunjukkan perlunya upaya lebih besar untuk menyosialisasikan pentingnya pelestarian lingkungan dalam perspektif Islam.
Baca juga : Mantan Wapres hingga Menteri Mengenang Faisal Basri: Ekonom Kritis yang Berpulang
Baca juga : Teladan Kesederhanaan dan Perdamaian: Pesan Paus Fransiskus dalam Kunjungannya ke Indonesia
Baca juga : Seruan Paus Fransiskus: Menghargai Makanan dan Mengurangi Pemborosan untuk Mengatasi Kelaparan Global
Peran Ulama dan Pesantren dalam Meningkatkan Literasi Energi
Melihat hasil survei ini, jelas bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan literasi energi di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Salah satu cara yang paling efektif untuk melakukannya adalah melalui peran ulama dan pesantren. Berdasarkan survei, mayoritas responden (lebih dari 80 persen) percaya bahwa ulama dan pemimpin pondok pesantren memiliki pengaruh besar dalam mengajarkan topik-topik lingkungan dan memberikan respon terhadap permasalahan lingkungan.
Ulama dan tokoh agama memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran masyarakat Muslim tentang pentingnya transisi energi dan perlindungan lingkungan. Dengan pengetahuan agama yang mendalam, mereka dapat menyampaikan pesan-pesan pelestarian lingkungan berdasarkan ajaran Islam, seperti konsep khalifah (pemimpin) dan amanah (tanggung jawab) manusia untuk menjaga bumi.
Pemerintah bisa berkolaborasi dengan ulama dan pesantren untuk menyosialisasikan kebijakan transisi energi. Melalui ceramah agama, khutbah Jumat, pengajaran di pesantren, serta forum-forum keagamaan lainnya, ulama dapat menyampaikan pentingnya mengadopsi perilaku ramah lingkungan dan mendukung penggunaan energi terbarukan sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab moral.
Kebijakan yang Mendukung Perubahan Perilaku Energi
Selain peran ulama, pemerintah juga perlu mengevaluasi kebijakan-kebijakan terkait transisi energi agar lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Survei PPIM menunjukkan bahwa perilaku peduli lingkungan sering kali dipengaruhi oleh insentif ekonomi. Misalnya, responden cenderung lebih sering menghemat air dan listrik karena adanya keuntungan finansial langsung. Sebaliknya, tindakan lingkungan yang memerlukan biaya lebih besar, seperti membeli kendaraan listrik atau memasang panel surya, masih belum diminati karena dianggap terlalu mahal.
Ini menandakan perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan mendukung partisipasi masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebagai contoh, pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, yang lebih terjangkau dibandingkan kendaraan listrik, seharusnya lebih diprioritaskan. Namun, hingga saat ini, adopsi PLTS atap masih terhambat oleh regulasi dan kurangnya insentif yang memadai.
Pemerintah juga bisa mendorong pengembangan kebijakan subsidi atau insentif untuk masyarakat yang ingin mengadopsi energi terbarukan dalam skala kecil, seperti PLTS atap, sehingga partisipasi masyarakat dalam transisi energi bisa lebih meluas. Dengan menghilangkan hambatan-hambatan regulasi dan memberikan dukungan finansial yang tepat, masyarakat akan lebih terdorong untuk berkontribusi dalam penggunaan energi bersih.
Langkah ke Depan: Literasi sebagai Kunci
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Namun, langkah tersebut tidak akan tercapai tanpa peningkatan literasi energi di kalangan masyarakat. Literasi energi yang lebih baik akan mendorong perubahan perilaku, penggunaan energi yang lebih efisien, dan adopsi teknologi energi terbarukan yang lebih luas.
Dalam konteks mayoritas Muslim di Indonesia, peran ulama, pesantren, dan tokoh agama menjadi sangat penting. Mereka bisa menjadi agen perubahan yang efektif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya transisi energi dan pelestarian lingkungan. Pemerintah juga perlu memastikan kebijakan yang mendukung partisipasi masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah, dalam proses transisi energi. Hanya dengan langkah-langkah yang terkoordinasi dan inklusif, Indonesia bisa mencapai transisi energi yang berkelanjutan dan adil bagi semua lapisan masyarakat. *Mukroni
Foto Tempo
- Berita Terkait :
Mantan Wapres hingga Menteri Mengenang Faisal Basri: Ekonom Kritis yang Berpulang
Teladan Kesederhanaan dan Perdamaian: Pesan Paus Fransiskus dalam Kunjungannya ke Indonesia
Paus Fransiskus Cetak Rekor dalam Lawatan Asia-Oseania
Paus Fransiskus Serukan Perdamaian dan Persaudaraan di Tengah Konflik Global
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Simbol Persahabatan Lintas Agama
Peringatan HUT RI di Beijing 2024: Gempita Merdeka dengan Kuliner Nusantara
Negara Kesatuan di Ujung Tanduk: Tantangan NKRI di Tengah Ketidakadilan dan Pluralitas
Nasionalisme di Persimpangan: Antara Globalisasi dan Identitas Bangsa
Merdeka di Atas Kertas, Belum Merdeka di Kehidupan Sehari-hari
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi