• Jum. Des 6th, 2024

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

ByAdmin

Okt 17, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia saat ini berada di persimpangan penting dalam sejarah ekonominya. Menuju tahun 2045, tahun yang ditargetkan untuk meraih predikat Indonesia Emas, berbagai capaian telah dicatat, termasuk pertumbuhan ekonomi yang stabil, peningkatan infrastruktur, dan penurunan kemiskinan yang konsisten sejak masa Reformasi. Namun, di balik kesuksesan ini, ancaman kemiskinan masih membayangi, bahkan mungkin semakin mengancam di masa mendatang. Apakah Indonesia benar-benar bisa meraih status negara berpenghasilan tinggi tanpa meninggalkan sebagian besar penduduknya dalam jurang kemiskinan?

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 5 persen per tahun di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh berbagai proyek infrastruktur besar, peningkatan daya saing industri, dan pembukaan investasi yang lebih luas, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, meskipun pertumbuhan ini telah membawa banyak manfaat, terutama di perkotaan dan sektor formal, dampaknya terhadap pengurangan kemiskinan masih kurang signifikan jika dibandingkan dengan potensi ekonomi yang ada.

Sebuah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia berhasil turun dari 11,25 persen pada tahun 2014 menjadi 9,03 persen pada Maret 2024. Ini adalah pencapaian yang patut diapresiasi, terutama mengingat krisis pandemi COVID-19 yang sempat mengguncang ekonomi Indonesia pada tahun 2020-2021. Namun, ketika melihat lebih jauh, angka ini memperlihatkan bahwa penurunan kemiskinan Indonesia selama sepuluh tahun hanya mencapai 2,22 persen. Secara rata-rata, tingkat kemiskinan Indonesia hanya turun 0,222 persen per tahun selama dekade terakhir. Ini jauh lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain yang berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan pengurangan kemiskinan yang signifikan.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah dengan tren ini Indonesia bisa mencapai target penghapusan kemiskinan di tahun 2045? Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Indonesia menargetkan penurunan kemiskinan yang lebih cepat dengan harapan mencapai Indonesia Emas—sebuah era di mana Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan ekonomi yang kuat dan masyarakat yang makmur. Namun, untuk mencapai target ini, RPJPN memperkirakan tingkat kemiskinan harus turun rata-rata 0,375 hingga 0,41 persen poin per tahun. Hal ini menjadi tantangan besar mengingat tren penurunan kemiskinan yang lambat di bawah pemerintahan Jokowi.

Sejarah telah menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tingkat kemiskinan berhasil turun dari 16,66 persen pada tahun 2004 menjadi 11,25 persen pada tahun 2014, dengan rata-rata penurunan sebesar 0,541 persen per tahun. Ini adalah salah satu penurunan kemiskinan tercepat dalam sejarah Indonesia modern. Namun, tantangan saat ini berbeda. Meskipun pertumbuhan ekonomi di era Jokowi cukup stabil, yaitu sekitar 5 persen per tahun, penurunan kemiskinan jauh lebih lambat dibandingkan dengan era SBY.

Salah satu faktor utama yang menghambat percepatan penurunan kemiskinan di Indonesia adalah efek trickle-down atau efek tetesan ke bawah yang belum optimal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah ke atas, sementara kelas bawah, terutama di sektor informal dan pedesaan, masih tertinggal. Ketimpangan ini menjadi penghalang utama bagi penurunan kemiskinan yang lebih cepat. Banyak penduduk miskin di Indonesia yang bekerja di sektor marjinal-informal, di mana upah rata-rata hanya naik sebesar 3,27 persen pada tahun 2024, jauh di bawah kenaikan garis kemiskinan yang mencapai 9,26 persen per tahun dalam sepuluh tahun terakhir.

Baca juga : Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Baca juga : Meski Ekspor Turun, Neraca Perdagangan Tetap Surplus 53 Bulan Beruntun

Baca juga : Pemindahan Ibu Kota Ditunda: Jokowi Hentikan Nusantara, Semua Menunggu Langkah Berani Prabowo!

Garis Kemiskinan yang Terus Meningkat

Salah satu isu penting yang dibahas dalam proyeksi ekonomi Indonesia adalah kenaikan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah ukuran minimal pendapatan yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Pada Maret 2024, garis kemiskinan Indonesia ditetapkan sebesar Rp 582.932 per bulan per orang. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, garis kemiskinan ini telah naik sebesar 92,6 persen, yang berarti rata-rata naik 9,26 persen per tahun. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan pada tahun 2045 garis kemiskinan akan mencapai Rp 1,662 juta per bulan per orang.

Hal ini berarti, untuk menghapus kemiskinan di Indonesia pada tahun 2045, pendapatan setiap individu harus berada di atas Rp 1,662 juta. Ini merupakan tantangan besar, terutama mengingat banyaknya penduduk Indonesia yang masih bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu. Selain itu, kenaikan garis kemiskinan yang terus-menerus ini juga meningkatkan risiko bagi kelompok rentan miskin untuk jatuh ke dalam kemiskinan. Dengan kenaikan garis kemiskinan yang lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan upah, banyak keluarga yang saat ini berada di ambang kemiskinan bisa terancam jatuh ke dalam kategori miskin.

Untuk mengatasi tantangan ini, presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki ambisi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen selama lima tahun mendatang. Jika pertumbuhan ini tercapai, diharapkan penurunan kemiskinan juga bisa dipercepat. Namun, pertanyaan kritisnya adalah apakah pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini akan diikuti oleh distribusi yang lebih adil. Tanpa reformasi struktural yang mendalam, terutama dalam sistem upah, perlindungan sosial, dan akses ke pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, pertumbuhan ekonomi yang tinggi mungkin hanya akan dinikmati oleh kalangan atas, sementara kelompok bawah dan rentan miskin tetap terpinggirkan.

Indonesia Naik Kelas, Kemiskinan Kembali Mengancam?

Salah satu paradoks yang mungkin dihadapi Indonesia di masa depan adalah fenomena kemiskinan yang muncul kembali setelah negara berhasil naik kelas. Saat ini, Indonesia tergolong sebagai negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle-income country/LMIC), dengan garis kemiskinan global (GKG) sebesar 3,63 dollar AS per hari. Namun, seiring dengan naiknya status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle-income country/UMIC), garis kemiskinan global juga akan naik menjadi 6,85 dollar AS per hari, atau setara dengan Rp 3,119 juta pada tahun 2045 jika disesuaikan dengan daya beli masyarakat (purchasing power parity/PPP).

Ini berarti, meskipun Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional saat ini, kemiskinan baru akan muncul kembali ketika negara naik kelas. Sebagian besar penduduk yang sebelumnya dianggap tidak miskin berdasarkan standar garis kemiskinan nasional, bisa kembali dianggap miskin berdasarkan garis kemiskinan global yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam upaya mencapai Indonesia Emas 2045, Indonesia tidak bisa hanya fokus pada pengentasan kemiskinan absolut, tetapi juga harus memperhatikan kelompok rentan miskin dan calon kelas menengah. Jika pendapatan mereka tidak ditingkatkan secara signifikan, sebagian besar kelompok ini bisa jatuh ke dalam kemiskinan di masa depan.

Membangun Masa Depan yang Inklusif

Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, pemerintah perlu melakukan reformasi struktural yang mendalam di berbagai sektor. Salah satu kuncinya adalah memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti oleh distribusi yang lebih adil. Investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan peningkatan keterampilan kerja harus menjadi prioritas untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia, terutama di kalangan kelompok bawah. Selain itu, perluasan perlindungan sosial bagi kelompok rentan miskin juga penting untuk mencegah mereka jatuh ke dalam kemiskinan.

Kesuksesan Indonesia dalam mencapai status negara berpenghasilan tinggi akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat ikut merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Jika Indonesia berhasil mewujudkan visi ini, maka negara ini tidak hanya akan dikenal sebagai negara dengan ekonomi yang kuat, tetapi juga sebagai negara yang berhasil menghapus kemiskinan dan membangun masa depan yang inklusif bagi seluruh rakyatnya. *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *