Jakarta, Kowantaranews.com -Serangan terbaru Israel ke Lebanon dan Palestina pada September 2024 menandai babak baru dalam konflik panjang yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Dengan melancarkan hampir 5.000 serangan ke Lebanon dari 17 hingga 21 September 2024, serta serangan tanpa henti ke berbagai wilayah di Palestina, Israel sekali lagi memamerkan kekuatan militernya. Namun, lebih dari itu, serangan ini memperlihatkan sebuah pola global yang mengkhawatirkan: ketidakpedulian, bahkan pembelaan buta, dari sebagian besar negara Barat atas kekejaman yang dilakukan oleh Israel.
Di tengah serangan yang menewaskan ratusan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur penting di Lebanon, pernyataan dari Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin memperkuat kesan bahwa Israel akan selalu mendapatkan perlindungan penuh dari sekutunya yang paling berpengaruh. Dalam sebuah panggilan telepon dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada 16 hingga 20 September 2024, Austin dengan tegas menyatakan bahwa Amerika Serikat akan selalu membela Israel, meskipun serangan tersebut melanggar batas-batas hukum internasional dan kedaulatan negara lain.
Pada tanggal 17 dan 18 September, Israel berhasil meledakkan hampir 4.000 perangkat elektronik di Lebanon, termasuk pager dan walkie-talkie, dalam sebuah operasi intelijen yang sangat rumit. Operasi ini, yang diyakini melibatkan Mossad dan Angkatan Bersenjata Israel, tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis yang luar biasa dari militer Israel tetapi juga menggarisbawahi determinasi negara tersebut dalam menargetkan musuh-musuhnya. Unit 8200, salah satu unit paling rahasia di tubuh militer Israel, sekali lagi menjadi sorotan atas perannya dalam merancang dan melaksanakan serangan-serangan ini.
Penggunaan alat peledak yang disamarkan sebagai perangkat sehari-hari, seperti pager dan walkie-talkie, menjadi perhatian internasional. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengutuk penggunaan alat-alat tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum humaniter internasional. Menurutnya, hukum tersebut dengan tegas melarang penggunaan perangkat yang bertujuan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan warga sipil. Dalam rapat darurat Dewan Keamanan PBB yang diadakan untuk membahas situasi di Lebanon, Turk menyebut tindakan Israel ini sebagai sebuah teror yang secara jelas melanggar hukum internasional.
Sementara kecaman dari PBB dan beberapa negara mulai terdengar, dunia Barat, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya, tampaknya tetap diam atau bahkan terus memberikan dukungan. Pembelaan yang diberikan oleh negara-negara ini seakan-akan menjadi pelindung bagi Israel dari berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang yang diajukan oleh masyarakat internasional. Bahkan ketika beredar video yang memperlihatkan tentara Israel melemparkan empat tubuh dari atas sebuah bangunan di Qabatiya, Tepi Barat pada 20 September 2024, Israel tetap berkilah bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai angkatan bersenjata mereka, tetapi tidak ada tindakan nyata yang diambil untuk menghentikan kekejaman tersebut.
Israel dan para pendukungnya selalu mengangkat alasan pembelaan diri setiap kali menghadapi tuduhan terkait serangan-serangan besar yang dilancarkan terhadap Palestina dan Lebanon. Narasi ini diulang berkali-kali, terutama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menjadi titik balik dalam eskalasi kekerasan yang terjadi selama 11 bulan terakhir. Namun, serangan Hamas ini, meskipun dianggap sebagai tindakan terorisme oleh banyak pihak, tidak terjadi tanpa alasan yang jelas. Serbuan Israel yang terus menerus ke wilayah Palestina selama bertahun-tahun telah menjadi pemicu utama meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut.
Baca juga : Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
Baca juga : IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Baca juga : Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Bahkan, laporan terbaru dari media Israel seperti Haaretz dan Yedioth Ahronot menunjukkan bahwa pada serangan 7 Oktober 2023, banyak korban tewas bukan hanya karena serangan Hamas, tetapi juga akibat tindakan militer Israel sendiri. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menembaki warga sipil Israel dari tank, helikopter serbu, dan pesawat nirawak, menargetkan rumah, mobil, dan kerumunan orang yang tidak bersalah. Laporan ini mengungkapkan kebohongan narasi resmi yang awalnya disebarkan oleh militer Israel, yang menyalahkan sepenuhnya kelompok militan Palestina atas semua korban sipil.
Kepala Staf Angkatan Udara Israel, Tomer Bar, akhirnya mengakui bahwa beberapa prajurit Israel memang menembaki warga sipil Israel dalam insiden tersebut. Namun, Bar menegaskan bahwa para prajurit itu tidak bersalah karena mereka hanya mengikuti prosedur yang sesuai dengan kondisi lapangan. Pernyataan ini, meskipun mengakui fakta kekejaman yang terjadi, tetap gagal memadamkan kecaman internasional atas tindakan militer yang sembrono dan melanggar etika perang.
Dalam perkembangan terbaru, serangan besar-besaran Israel terhadap Rafah di Jalur Gaza memicu kampanye global bertajuk “All Eyes on Rafah”. Seruan ini menggema di berbagai negara, menyerukan perhatian dunia terhadap penghancuran sistematis yang dilakukan Israel di wilayah tersebut. Meskipun Presiden Amerika Serikat Joe Biden pernah berjanji akan menghentikan pasokan senjata ke Israel jika Rafah diserang, kenyataannya pasokan senjata terus mengalir ke tangan militer Israel. Para pejabat Amerika Serikat selalu berkilah bahwa serangan besar-besaran tidak dilancarkan oleh Israel terhadap Rafah, meskipun bukti-bukti sebaliknya terus bermunculan.
Salah satu faktor utama yang diyakini menjadi alasan di balik kebisuan Amerika Serikat atas tindakan Israel adalah pengaruh sumbangan politik dari kelompok pro-Israel. Menurut laporan dari The Guardian pada 10 Januari 2024, para anggota Kongres Amerika Serikat yang mendukung Israel menerima sumbangan sebesar 100.000 dollar AS lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang menentang agresi Israel. Sumbangan ini mempengaruhi sikap politik Amerika Serikat, di mana sekitar 82 persen anggota Kongres mendukung Israel secara tanpa syarat. Sebaliknya, hanya sekitar sembilan persen anggota Kongres yang memberikan dukungan kepada Palestina.
Salah satu contoh politisi Amerika Serikat yang secara vokal menolak serangan Israel ke Gaza adalah Cori Bush, anggota DPR dari Partai Demokrat. Namun, penolakannya atas agresi Israel tampaknya berdampak negatif pada karier politiknya. Bush gagal mendapatkan tiket untuk pemilihan umum 2024, sebagian karena iklan-iklan negatif yang didanai oleh kelompok pro-Israel seperti American Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Organisasi ini dilaporkan menghabiskan sekitar 9 juta dollar AS untuk membayar iklan yang mendiskreditkan Bush selama proses seleksi internal calon anggota DPR.
Kondisi ini semakin memperjelas bahwa Israel telah memperoleh dukungan kuat dari Amerika Serikat, baik dalam bentuk dukungan politik maupun militer. Bahkan, Israel kini memiliki kemampuan untuk mengoperasikan jet tempur canggih seperti F-35 tanpa harus mendapatkan pengesahan dari Amerika Serikat, sebuah kebebasan yang tidak dinikmati oleh sekutu-sekutu lain seperti Jepang dan Korea Selatan. Situasi ini mencerminkan ketidakadilan dalam hubungan internasional, di mana kepentingan strategis dan politik sering kali mengesampingkan nilai-nilai hak asasi manusia dan keadilan.
Konflik yang berlangsung ini juga menjadi pemicu bagi negara-negara di kawasan Selatan untuk semakin bersatu. Diplomat senior Singapura, Kishore Mahbubani, menyatakan bahwa Solusi Dua Negara dan penghentian Perang Gaza akan menjadi ujian nyata bagi penerapan demokrasi di dunia internasional. Mayoritas penduduk dunia kini mendukung penyelesaian damai dalam konflik ini, tetapi keengganan negara-negara kuat untuk mendengar suara mayoritas tersebut menunjukkan bahwa demokrasi global masih jauh dari kenyataan.
Pembelaan buta Barat atas Israel, serta kebisuan internasional atas kekejaman yang terjadi, hanya memperdalam luka di kawasan Timur Tengah. Hingga dunia benar-benar bersatu dalam mencari solusi yang adil dan menghormati hak asasi manusia, konflik ini tampaknya akan terus berlanjut, dengan semakin banyak korban jiwa di kedua belah pihak. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandun