Jakarta, Kowantaranews.com – Hari Senin, 23 September 2024, akan dikenang sebagai salah satu hari paling kelam dalam sejarah modern Lebanon. Serangan udara Israel yang brutal menewaskan sedikitnya 274 orang dan melukai lebih dari 1.000 lainnya, termasuk perempuan, anak-anak, dan petugas medis. Peristiwa ini bukan hanya mencatat rekor sebagai serangan paling mematikan sejak perang Hezbollah-Israel pada 2006, tetapi juga mengguncang dunia, membangkitkan kekhawatiran akan perang terbuka yang lebih luas di Timur Tengah.
Serangan yang terjadi pada Senin tersebut dimulai di berbagai titik di Lebanon, memperluas jangkauan Israel hingga ke daerah-daerah yang jauh dari perbatasan. Dalam beberapa jam, jet-jet tempur Israel telah menghantam target strategis di seluruh negeri, dari provinsi Byblos di utara, 130 kilometer dari perbatasan, hingga Baalbek dan Hermel di timur laut. Di Baalbek, seorang penggembala tewas, dan dua anggota keluarganya terluka akibat bom yang menghancurkan wilayah itu.
Tragedi di Tengah Eskalasi Konflik
Serangan Israel kali ini muncul di tengah eskalasi kekerasan antara Hezbollah dan Israel yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, dipicu oleh ketegangan yang tak kunjung reda di kawasan. Pada Oktober 2023, pertikaian lintas perbatasan dimulai ketika Hezbollah melancarkan serangan terhadap pos-pos militer Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan Palestina melawan pendudukan Israel. Serangan ini, yang awalnya terpusat di wilayah perbatasan, kini telah meluas ke seluruh Lebanon.
Kementerian Kesehatan Lebanon, dalam pernyataan resminya, mengonfirmasi bahwa banyak dari korban serangan ini adalah warga sipil yang tak berdosa, termasuk 21 anak-anak dan 31 perempuan. Bilal Kachmar, seorang pejabat dari kota Tyre, menyatakan bahwa serangan ini telah memaksa ratusan orang mengungsi dari rumah mereka. Mereka yang tersisa mencari perlindungan di sekolah-sekolah yang telah diubah menjadi tempat pengungsian darurat. Namun, dengan kekhawatiran bahwa serangan Israel akan terus berlanjut, ketakutan, ketidakpastian, dan kepanikan menyelimuti Lebanon.
“Ratusan orang mengungsi ke sekolah-sekolah yang diubah jadi tempat pengungsian, sementara banyak yang terpaksa berkemah di jalanan,” ungkap Kachmar.
Kota-Kota Hancur, Harapan Pupus
Wilayah-wilayah yang terkena serangan tidak hanya berada di perbatasan Lebanon-Israel, tetapi juga di dalam kota-kota besar yang sebelumnya dianggap aman. Dari langit Beirut hingga perbukitan Hermel, gempuran bom menyebabkan kehancuran yang tak terbayangkan. Ratusan rumah dan bangunan rata dengan tanah, meninggalkan reruntuhan yang menjadi saksi bisu dari penderitaan penduduk yang tak berdaya.
Asap tebal mengepul dari desa-desa di Distrik Nabatiyeh, sementara di kota Sidon, jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang mencoba melarikan diri dari serangan udara yang tak henti-hentinya. Warga yang berusaha kabur harus menghadapi kemacetan yang tak terhindarkan di tengah jalanan yang semrawut, sementara suara ledakan terus terdengar di kejauhan.
Di distrik selatan Beirut, tim penyelamat dan warga bekerja tanpa lelah di tengah puing-puing, mencoba mencari mereka yang masih hidup atau hilang akibat serangan Israel hari Jumat sebelumnya. Hingga Senin, jumlah korban dari serangan ini terus meningkat. Tidak ada tempat yang aman di Lebanon, dan warga hanya bisa berharap agar kekerasan ini segera berakhir.
“Saya terbangun dan tertidur dengan suara bom. Itulah kehidupan kami sekarang,” kata Wafaa Ismail, seorang ibu rumah tangga berusia 60 tahun dari desa Zawtar di Lebanon selatan. Suaranya terdengar patah dan letih, mencerminkan kepasrahan warga Lebanon yang telah hidup di bawah bayang-bayang perang selama bertahun-tahun.
Hezbollah Melancarkan Serangan Balasan
Di sisi lain, Hezbollah tidak tinggal diam. Serangan brutal dari Israel hanya memperkuat tekad kelompok militan ini untuk melawan balik. Pada hari yang sama, Hezbollah meluncurkan puluhan roket ke arah pos-pos militer Israel di Galilea. Mereka juga mengklaim berhasil menargetkan fasilitas perusahaan pertahanan Rafael, yang berbasis di Haifa, untuk hari kedua berturut-turut.
Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hezbollah, dalam pernyataan resminya menyebut bahwa kelompoknya telah memasuki “fase baru” dalam pertempuran mereka melawan Israel. Ia menyatakan bahwa Hezbollah siap untuk semua kemungkinan, termasuk memperluas konflik ke wilayah yang lebih luas.
“Kami berada dalam fase pembalasan terbuka,” ujar Qassem. “Kami siap menghadapi segala bentuk agresi militer dari musuh.”
Namun, serangan balasan Hezbollah tidak mengurangi intensitas gempuran dari Israel. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa negaranya tidak akan menunggu ancaman untuk datang, melainkan akan bertindak untuk mencegahnya. Netanyahu juga mengindikasikan bahwa serangan terhadap Lebanon akan diperluas dalam beberapa hari mendatang untuk “mengubah keseimbangan keamanan” di wilayah utara.
Baca juga : Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Baca juga : Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
Baca juga : IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Kehancuran di Kedua Sisi Perbatasan
Pertempuran lintas perbatasan ini tidak hanya menghancurkan Lebanon. Di Israel utara, warga sipil juga menghadapi dampak mengerikan dari serangan roket Hezbollah. Sirene serangan udara bergema di seluruh wilayah, memaksa ribuan orang untuk mencari perlindungan di bunker dan ruang bawah tanah.
Selama lebih dari setahun, pertempuran ini telah menyebabkan kehancuran besar di kedua sisi perbatasan. Kebakaran hutan yang tak terkendali melahap lahan pertanian di wilayah utara Israel, sementara infrastruktur penting hancur akibat serangan roket dan rudal. Di Lebanon selatan, Israel menuduh Hezbollah menggunakan komunitas-komunitas sipil sebagai tameng hidup, dengan menempatkan peluncur roket dan senjata lainnya di tengah pemukiman warga.
“Seluruh komunitas di Lebanon selatan telah berubah menjadi markas militer Hezbollah,” klaim seorang pejabat militer Israel. “Kami akan terus menyerang sampai kami berhasil memindahkan mereka dari perbatasan.”
Namun, klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen. Kantor berita Reuters melaporkan bahwa mereka belum mampu memastikan apakah Hezbollah benar-benar menempatkan senjata di kawasan pemukiman seperti yang diklaim Israel. Hezbollah sendiri membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa mereka tidak pernah menempatkan infrastruktur militer di dekat warga sipil.
Krisis Kemanusiaan di Tengah Kekerasan
Di tengah kekacauan ini, krisis kemanusiaan terus memburuk. Kementerian Kesehatan Lebanon telah meminta semua rumah sakit di Lebanon selatan dan Lembah Bekaa untuk menunda operasi yang tidak mendesak agar dapat menangani korban yang terus berdatangan akibat serangan. Pasokan obat-obatan semakin menipis, dan banyak rumah sakit yang kini beroperasi di luar kapasitas.
“Ini adalah bencana kemanusiaan,” kata seorang dokter di rumah sakit di Tyre. “Kami kehabisan tempat tidur, kehabisan obat, dan korban terus berdatangan.”
Sementara itu, banyak keluarga Lebanon yang terpaksa hidup dalam pengungsian. Dengan kondisi cuaca yang semakin memburuk dan musim dingin yang akan segera tiba, kondisi pengungsi diperkirakan akan semakin sulit. Ratusan orang berkemah di jalanan, tanpa akses yang memadai ke makanan, air bersih, atau perawatan medis.
Dunia Menyaksikan dengan Cemas
Di seluruh dunia, kecaman dan seruan untuk gencatan senjata semakin nyaring terdengar. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai organisasi kemanusiaan mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan kekerasan, namun upaya mediasi sejauh ini belum membuahkan hasil.
Negara-negara di Timur Tengah juga khawatir akan dampak jangka panjang dari konflik ini. Dengan hubungan yang semakin tegang di antara negara-negara Teluk, kekhawatiran akan pecahnya perang regional semakin membayangi.
Sementara itu, Amerika Serikat telah memperingatkan warganya yang berada di Lebanon untuk segera meninggalkan negara tersebut. Kedutaan besar di Beirut mengeluarkan peringatan darurat, menyatakan bahwa situasi keamanan semakin tidak stabil dan pertempuran dapat meluas kapan saja.
Masa Depan yang Suram
Dengan kekerasan yang terus meningkat, masa depan Lebanon dan seluruh kawasan tampak semakin suram. Banyak yang khawatir bahwa serangan-serangan ini hanyalah permulaan dari perang yang lebih besar dan lebih mematikan. Warga sipil yang telah lama hidup di bawah bayang-bayang perang kini menghadapi ketidakpastian yang lebih besar dari sebelumnya.
Bagi Lebanon, hari itu bukan hanya sebuah tragedi, tetapi juga pengingat bahwa perdamaian di kawasan ini masih jauh dari jangkauan. Sebuah mimpi yang diinginkan banyak orang, tetapi semakin sulit digapai di tengah kepungan kekerasan yang tak kunjung henti. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung