Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tahun 1955, dunia menyaksikan sebuah peristiwa bersejarah yang tidak hanya menggema di Asia dan Afrika, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam perjuangan melawan kolonialisme dan penindasan global. Konferensi Asia Afrika, yang digelar di Bandung, Indonesia, melahirkan Semangat Bandung, sebuah semangat yang berakar pada solidaritas, perdamaian, dan kerja sama antarbangsa untuk melawan ketidakadilan dan imperialisme. Hari ini, lebih dari enam dekade kemudian, seruan untuk menghidupkan kembali semangat itu semakin nyaring, terutama di tengah krisis kemanusiaan yang melanda Palestina.
Dalam beberapa bulan terakhir, dunia kembali diselimuti duka dengan meningkatnya eskalasi kekerasan di Jalur Gaza. Lebih dari 41.000 nyawa melayang akibat serangan militer Israel, dan ribuan lainnya terluka serta kehilangan tempat tinggal. Konflik yang tampaknya tak berujung ini bukan hanya merenggut kehidupan banyak orang tak berdosa, tetapi juga merusak fondasi stabilitas kawasan Timur Tengah. Lebih dari itu, situasi ini menjadi ujian besar bagi sistem multilateral internasional, yang kini tengah menghadapi tantangan untuk bertindak dan menegakkan keadilan.
Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia, dengan tegas menyatakan bahwa apa yang terjadi di Palestina bukan sekadar konflik biasa, melainkan serangan terhadap fondasi tatanan internasional. Dalam pertemuan Gerakan Non-Blok (GNB) di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Retno menekankan bahwa dunia tidak bisa tinggal diam di tengah ketidakadilan ini. “Kita harus bertanya kepada diri sendiri: apa yang dapat kita lakukan untuk menghentikan ini? Banyak orang tak berdosa yang hidupnya tiba-tiba berakhir akibat konflik,” ujar Retno dengan nada penuh keprihatinan.
Pernyataan Retno mencerminkan kegelisahan yang dirasakan oleh banyak negara berkembang, yang merasa bahwa suara mereka kerap diabaikan dalam forum internasional. Dalam situasi ini, Retno mengajak seluruh komunitas internasional untuk kembali menghidupkan Semangat Bandung—sebuah semangat yang pada dasarnya mengutamakan solidaritas, perdamaian, dan keadilan. Dengan menggunakan kekuatan kolektif GNB, Retno berharap bahwa negara-negara yang tergabung dalam gerakan ini dapat bersatu untuk menuntut pengakuan atas negara Palestina dan solusi dua negara yang telah lama menjadi impian rakyat Palestina.
Baca juga : Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Baca juga : Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Baca juga : Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
Dunia yang Terpecah dan Kesenjangan Geopolitik
Sidang Majelis Umum PBB yang ke-79, yang dimulai pada Selasa, berlangsung di tengah bayang-bayang konflik besar di berbagai belahan dunia. Selain perang yang masih berlangsung di Palestina, dunia juga dihadapkan pada konflik yang terus berkecamuk di Ukraina dan Sudan. Kini, ancaman perang besar juga mengintai Lebanon, di mana ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hezbollah semakin meningkat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dalam pidatonya yang penuh dengan keprihatinan, menyebut situasi di Jalur Gaza sebagai “mimpi buruk yang tak berkesudahan.” Ia juga mengecam meluasnya impunitas, atau kekebalan dari hukum, yang semakin banyak dirasakan di seluruh dunia. Menurut Guterres, banyak negara merasa bebas bertindak tanpa takut akan konsekuensi atau hukuman internasional. “Kita tidak bisa terus-menerus seperti ini,” tegas Guterres, sembari memperingatkan bahwa dunia sedang menuju arah yang berbahaya jika impunitas dan ketidakadilan terus dibiarkan.
Lebih dari 100 pemimpin negara dijadwalkan untuk berpidato dalam sidang Majelis Umum PBB, termasuk Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Raja Yordania Abdullah II, dan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian. Salah satu pidato yang paling dinantikan adalah dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang dijadwalkan memberikan pandangannya terkait berbagai konflik global, termasuk yang terjadi di Timur Tengah dan Ukraina.
Namun, di balik retorika diplomatik, kenyataannya tetap bahwa kesenjangan geopolitik antara negara-negara besar membuat hukum internasional dan hak asasi manusia sering kali diabaikan. Negara-negara adidaya kerap bertindak berdasarkan kepentingan nasional mereka sendiri, tanpa memperhatikan dampak luas dari tindakan mereka terhadap stabilitas global. Dalam konteks ini, seruan Retno Marsudi untuk kembali pada prinsip-prinsip Semangat Bandung menjadi relevan. Dunia membutuhkan solidaritas dan kerja sama yang lebih kuat untuk mengatasi krisis-krisis yang mengancam perdamaian global.
Gerakan Non-Blok: Harapan Baru bagi Palestina?
Gerakan Non-Blok, yang lahir dari semangat antikolonialisme dan antiimperialisme pada masa Perang Dingin, kembali diharapkan memainkan peran penting dalam mendorong terciptanya perdamaian yang adil di Palestina. GNB, yang kini terdiri dari lebih dari 120 negara, memiliki kekuatan kolektif yang cukup besar untuk mendorong perubahan dalam dinamika politik internasional. Retno Marsudi berpendapat bahwa GNB harus memanfaatkan kekuatan ini untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang melanggar hukum internasional, termasuk Israel.
Tidak hanya itu, Retno juga menekankan bahwa GNB harus bersatu dalam memperjuangkan pengakuan atas negara Palestina, yang hingga kini belum sepenuhnya diakui oleh banyak negara. “Untuk membantu mewujudkan impian rakyat Palestina, GNB harus bersatu,” tegas Retno.
Seruan ini menjadi semakin mendesak mengingat situasi di lapangan yang semakin memburuk. PBB dan berbagai kelompok kemanusiaan terus berjuang untuk memberikan bantuan kepada penduduk Gaza, yang terjebak dalam kondisi yang sangat sulit. Hampir 2,1 juta penduduk Gaza sangat membutuhkan bantuan pangan, dan akses terhadap bantuan kemanusiaan sangat terbatas. Selain itu, layanan kesehatan di wilayah tersebut hampir seluruhnya hancur akibat serangan militer yang terus berlanjut.
Para pekerja kemanusiaan juga menghadapi risiko yang sangat besar. Lebih dari 300 pekerja bantuan telah tewas sejak konflik dimulai, dua pertiga di antaranya merupakan staf PBB. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi krisis kemanusiaan yang lebih besar jika perang terus berkepanjangan.
Eskalasi Ketegangan di Lebanon
Tidak hanya di Gaza, ketegangan juga meningkat di sepanjang perbatasan Israel dengan Lebanon. Israel dan Hezbollah telah saling menyerang hampir setiap hari sejak pecahnya perang Israel-Hamas di Gaza pada Oktober 2023. Eskalasi terbaru terjadi setelah Israel melancarkan Operasi Panah Utara, yang menargetkan lebih dari 1.600 lokasi di Lebanon selatan dan timur, termasuk serangan terarah di Beirut.
Serangan ini memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, yang mendesak PBB dan kekuatan dunia untuk menghentikan tindakan Israel yang menghancurkan desa-desa dan kota-kota di Lebanon. Sementara itu, Amerika Serikat justru memperkuat dukungannya terhadap Israel dengan mengirim lebih banyak pasukan dan senjata ke kawasan Timur Tengah.
Situasi ini menambah kompleksitas dinamika geopolitik di kawasan tersebut, yang semakin mempertegas perlunya intervensi internasional yang lebih tegas dan berimbang. Uni Eropa, melalui Kepala Kebijakan Luar Negeri Josep Borrell, telah memperingatkan bahwa Israel dan Hezbollah sudah sangat dekat dengan ambang perang penuh. Jika tidak segera dihentikan, konflik ini bisa dengan mudah meluas dan membahayakan stabilitas kawasan.
Seruan untuk Perdamaian yang Adil
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: dunia tidak bisa lagi membiarkan ketidakadilan dan impunitas merajalela. Seruan untuk menghidupkan kembali Semangat Bandung bukan hanya relevan, tetapi juga sangat mendesak. Semangat solidaritas, perdamaian, dan keadilan antarbangsa yang dulu menjadi landasan perjuangan melawan kolonialisme harus dihidupkan kembali untuk menghadapi tantangan zaman ini.
Retno Marsudi dan banyak pemimpin dunia lainnya kini menyerukan komunitas internasional untuk bersatu dalam perjuangan ini. Perjuangan untuk Palestina bukan hanya tentang membela satu negara atau satu bangsa, tetapi tentang menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional yang menjadi dasar dari sistem multilateral global. Dan di saat-saat seperti inilah, Semangat Bandung benar-benar harus bangkit kembali. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung