• Ming. Okt 6th, 2024

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Rokok Tetap Murah, Jumlah Perokok Meningkat: Krisis Kesehatan Makin Mengancam!

ByAdmin

Sep 29, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Pembatalan kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 telah menimbulkan berbagai reaksi dan kekhawatiran dari berbagai pihak, terutama mereka yang peduli dengan dampak kesehatan masyarakat. Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau ini mungkin memberikan napas bagi industri tembakau, namun dampak jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi, prevalensi perokok di Indonesia, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, terus menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.

Sejak tahun-tahun sebelumnya, cukai rokok di Indonesia selalu menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. Cukai seringkali disebut sebagai “pajak dosa” atau sin tax, yaitu pungutan yang dikenakan pada barang-barang yang dianggap berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan, termasuk rokok. Melalui penerapan cukai, pemerintah berharap harga rokok meningkat, yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat terhadap produk tembakau tersebut. Namun, dengan keputusan pemerintah yang menunda kenaikan cukai rokok, masyarakat khawatir akan ada lonjakan jumlah perokok, terutama di kalangan generasi muda.

Peningkatan Prevalensi Merokok di Indonesia

Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia. Data dari Tobacco Control Atlas: ASEAN Region menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai 65,7 juta orang, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Filipina (16,5 juta orang), Vietnam (15,6 juta orang), Thailand (10,6 juta orang), dan Malaysia (4,8 juta orang). Yang lebih mengkhawatirkan adalah meningkatnya jumlah perokok pemula, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Menurut data yang dirilis oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi perokok anak usia 10-19 tahun di Indonesia telah meningkat dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018. Kenaikan ini sangat signifikan dan mencerminkan bahwa anak-anak dan remaja semakin mudah mendapatkan akses terhadap rokok. Apalagi dengan harga rokok yang tetap terjangkau karena batalnya kenaikan tarif cukai, risiko peningkatan prevalensi perokok di kelompok usia muda semakin besar.

Dalam konteks ini, harga rokok memainkan peran yang sangat penting. Menurut para ahli, salah satu faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk mulai merokok, terutama anak-anak, adalah harga yang terjangkau. “Semakin murah harga rokok, semakin mudah bagi anak-anak untuk membelinya,” ujar Risky Kusuma Hartono, Koordinator Riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI). Bahkan, harga rokok murah juga menjadi salah satu faktor yang mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk kembali ke kebiasaan buruk ini.

Selain itu, survei yang dilakukan oleh PKJS-UI menunjukkan bahwa peningkatan harga rokok yang disebabkan oleh cukai yang lebih tinggi dapat membantu mengurangi angka perokok. Namun, dengan keputusan pemerintah yang tidak menaikkan cukai rokok pada 2025, harapan untuk menurunkan prevalensi merokok di kalangan anak-anak dan remaja semakin jauh dari kenyataan. Risiko meningkatnya prevalensi perokok di masa mendatang kian nyata.

Baca juga : Indonesia Naik Setingkat, Dunia Gemetar: Juara 46 Daya Saing SDM!

Baca juga : Paus Fransiskus Terkesan dengan Keindahan Indonesia dalam Lawatan Apostoliknya

Baca juga : Pemahaman Transisi Energi di Kalangan Muslim Indonesia Masih Minim: Tantangan dan Peran Ulama dalam Edukasi Lingkungan

Beban Kesehatan Masyarakat

Keputusan untuk membatalkan kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 bukan hanya menimbulkan kekhawatiran di kalangan akademisi dan aktivis kesehatan, tetapi juga menambah tekanan pada sistem kesehatan nasional. Rokok telah lama dikenal sebagai salah satu penyebab utama berbagai penyakit serius seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan gangguan pernapasan kronis. Penyakit-penyakit ini membutuhkan perawatan medis yang mahal dan lama, yang sering kali membebani BPJS Kesehatan dan sistem kesehatan Indonesia secara keseluruhan.

Rokok bukan hanya berbahaya bagi para perokok aktif, tetapi juga bagi perokok pasif yang turut terpapar asap rokok. Data Kementerian Kesehatan mencatat bahwa setiap tahun, pemerintah mengeluarkan biaya pengobatan penyakit terkait rokok sebesar Rp 2,11 triliun, yang mencakup biaya rawat inap sebesar Rp 1,85 triliun dan rawat jalan sebesar Rp 0,26 triliun. Biaya ini dihabiskan untuk mengobati berbagai penyakit terkait rokok seperti kanker, penyakit pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan gangguan lainnya.

Lebih dari itu, beban ekonomi akibat merokok juga tidak bisa diabaikan. Studi dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan bahwa pada tahun 2019, beban biaya kesehatan yang disebabkan oleh konsumsi rokok mencapai Rp 17,9 triliun hingga Rp 27,7 triliun. Angka ini memperlihatkan besarnya pengaruh rokok terhadap perekonomian nasional, terutama dalam hal pengeluaran kesehatan. Bahkan, jika ditambah dengan beban ekonomi tidak langsung akibat kehilangan produktivitas karena penyakit terkait rokok, total beban ekonomi akibat rokok pada 2019 diperkirakan mencapai Rp 446,73 triliun, atau setara dengan 2,9% dari pendapatan nasional bruto.

Beban Konsumsi Rokok di Rumah Tangga

Yang lebih ironis, di banyak rumah tangga Indonesia, khususnya rumah tangga miskin, rokok telah menjadi salah satu komoditas utama yang dikonsumsi, melebihi kebutuhan dasar lainnya. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, konsumsi rokok merupakan pengeluaran terbesar kedua di rumah tangga setelah beras. Bahkan, di rumah tangga miskin, konsumsi rokok melebihi pengeluaran untuk protein penting seperti telur dan ayam.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga menguras pendapatan rumah tangga. Dalam laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, disebutkan bahwa konsumsi rokok di rumah tangga miskin mencapai 70% dari total konsumsi rokok di Indonesia. Ini berarti bahwa keluarga miskin lebih rentan terhadap bahaya rokok, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.

Tanpa adanya peningkatan tarif cukai rokok, harga rokok yang tetap terjangkau membuat konsumsi rokok di rumah tangga miskin akan terus tinggi. Hal ini tidak hanya merugikan kesehatan anggota keluarga, tetapi juga menambah tekanan finansial pada rumah tangga tersebut, yang seharusnya bisa mengalokasikan pendapatan mereka untuk kebutuhan gizi dan kesehatan yang lebih mendesak.

Tantangan bagi Pengendalian Tembakau di Indonesia

Keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan cukai rokok pada 2025 juga memperlihatkan adanya tantangan dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Meski telah ada regulasi yang cukup ketat, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Bahan Zat Adiktif, yang mengatur antara lain larangan penjualan rokok per batang, pembatasan iklan rokok, dan peredaran rokok elektronik, namun langkah-langkah ini tampaknya belum cukup untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia.

Industri tembakau juga terus memberikan tekanan terhadap pemerintah untuk menolak aturan-aturan yang mereka anggap merugikan bisnis, seperti usulan standardisasi kemasan polos rokok yang bertujuan untuk mengurangi daya tarik produk rokok bagi konsumen. Dengan tekanan dari industri tembakau dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak mendukung pengendalian rokok, Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar dalam upaya menurunkan prevalensi merokok dan mengatasi dampak kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh rokok.

Pembatalan kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 merupakan langkah yang memiliki dampak signifikan, baik bagi kesehatan masyarakat maupun industri tembakau. Di satu sisi, keputusan ini memberikan keuntungan bagi industri tembakau, yang menghadapi tantangan dari peredaran rokok ilegal dan tren peralihan ke produk rokok elektrik. Namun, di sisi lain, keputusan ini memperburuk krisis kesehatan masyarakat, dengan meningkatkan risiko prevalensi merokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, serta menambah beban ekonomi dan kesehatan yang diakibatkan oleh konsumsi rokok.

Dalam jangka panjang, pembatalan kenaikan cukai ini dapat memperburuk upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan mengurangi beban sosial dan ekonomi akibat konsumsi rokok. Tanpa kebijakan yang tegas dan berkelanjutan dalam pengendalian tembakau, Indonesia berisiko menghadapi krisis kesehatan yang semakin mendalam akibat rokok. *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Indonesia Naik Setingkat, Dunia Gemetar: Juara 46 Daya Saing SDM!

Paus Fransiskus Terkesan dengan Keindahan Indonesia dalam Lawatan Apostoliknya

Pemahaman Transisi Energi di Kalangan Muslim Indonesia Masih Minim: Tantangan dan Peran Ulama dalam Edukasi Lingkungan

Mantan Wapres hingga Menteri Mengenang Faisal Basri: Ekonom Kritis yang Berpulang

Teladan Kesederhanaan dan Perdamaian: Pesan Paus Fransiskus dalam Kunjungannya ke Indonesia

Seruan Paus Fransiskus: Menghargai Makanan dan Mengurangi Pemborosan untuk Mengatasi Kelaparan Global

Paus Fransiskus Cetak Rekor dalam Lawatan Asia-Oseania

Paus Fransiskus Serukan Perdamaian dan Persaudaraan di Tengah Konflik Global

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Simbol Persahabatan Lintas Agama

Peringatan HUT RI di Beijing 2024: Gempita Merdeka dengan Kuliner Nusantara

Negara Kesatuan di Ujung Tanduk: Tantangan NKRI di Tengah Ketidakadilan dan Pluralitas

Nasionalisme di Persimpangan: Antara Globalisasi dan Identitas Bangsa

Merdeka di Atas Kertas, Belum Merdeka di Kehidupan Sehari-hari

Pertemuan Tingkat Tinggi di Shanghai: Upaya Stabilisasi Hubungan Ekonomi AS-Tiongkok di Tengah Ketegangan Perdagangan

Tantangan Ekonomi Triwulan III: Prospek Pertumbuhan di Bawah 5 Persen Akibat Perlambatan Industri dan Konsumsi

Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang

Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia

Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab

Diskusi Kelompok Terarah di DPR-RI: Fraksi Partai NasDem Bahas Tantangan dan Peluang Gen Z dalam Pasar Kerja Global

Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer

Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung

Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah

Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *