• Sel. Jan 14th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Sambal Ulek: Dari Tradisi Sunda hingga Mendunia

ByAdmin

Okt 12, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Sambal ulek, salah satu permata dalam khazanah kuliner tradisional Indonesia, telah melampaui statusnya sebagai sekadar pelengkap makanan. Di balik kesederhanaan bahan-bahannya, sambal ulek menyimpan sejarah panjang dan nilai budaya yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda di Jawa Barat. Selain itu, sambal ulek juga telah menjadi bagian penting dari percampuran budaya antara Indonesia dan dunia internasional, khususnya Belanda. Dari rumah makan lokal hingga kemasan produk internasional, sambal ulek terus mempertahankan pesonanya di berbagai belahan dunia.

Sambal Ulek di Rumah Makan Zinira

Di tengah hiruk pikuk kota Bandung, tepatnya di Jalan Nias No. 1, berdiri Rumah Makan Zinira, yang terkenal akan sambal uleknya yang khas. Ny. Legia, pemilik rumah makan ini, bersama suami, anak, dan kerabatnya telah mengelola bisnis ini selama lebih dari dua dekade. Setiap hari, sejak pukul 4 pagi, ia mulai menyiapkan beragam menu masakan Sunda. Namun, yang selalu menjadi bintang di meja makan pelanggannya adalah sambal ulek galak, yang ia racik dengan tangan terampil.

“Ini namanya sambal ulek galak. Ciri khas rumah makan kami. Cabainya pakai cengek domba. Pelanggan terus datang karena sambal ini,” kata Legia dengan bangga. Sambal galak ini, yang mengandalkan cabai rawit (cengek domba), terasi, gula merah, gula pasir, dan sedikit penyedap rasa, dipadukan dengan bawang merah, bawang putih, dan tomat segar yang telah digoreng. Bahan-bahan tersebut diulek dalam cobek batu hingga halus dan menyatu, menghasilkan cita rasa yang kaya akan perpaduan pedas, asam, dan manis.

Menurut Legia, kesegaran bahan adalah kunci kelezatan sambal yang ia sajikan. “Mungkin karena bahan yang saya siapkan selalu segar,” ujarnya. Keberhasilan Rumah Makan Zinira tak hanya terletak pada cita rasa sambal, tetapi juga pada komitmen Legia dalam menjaga kualitas. “Alhamdulillah, omzet kami sekitar Rp 3 juta per hari. Dari sini kami bisa sisihkan untuk biaya pendidikan anak,” tambah Legia.

Salah satu pelanggan setia Zinira, Tio Setiawan, mengaku jatuh cinta pada sambal ulek buatan Legia. Dalam sepekan, ia bisa berkunjung hingga lima kali untuk menikmati sarapan dan makan siang di sana. “Tiada hari tanpa sambal ulek buatan RM Zinira. Makanan khas Sunda memang cocok dengan sambal ulek,” kata Tio.

Sejarah Panjang Sambal Ulek

Sambal ulek, yang proses pembuatannya melibatkan pengulekan bahan-bahan dengan cobek, bukan sekadar kuliner biasa. Sejarah mencatat bahwa sambal ulek telah ada sejak abad ke-17 di wilayah Limbangan, Garut, sebagaimana disebutkan dalam naskah kuno Mapag Cacandran Sunan Haruman. Pada masa itu, sambal ulek terdiri dari bahan-bahan seperti cabai, terasi, garam, gula, kencur, dan asem. Ini menunjukkan bahwa meskipun sederhana, sambal ulek telah lama menjadi bagian dari budaya kuliner Sunda.

Fadly Rahman, seorang dosen dari Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjadjaran, menjelaskan bahwa penyebutan “ulek” berasal dari kata kerja yang merujuk pada proses penumbukan atau penghancuran bahan-bahan menggunakan cobek. Tradisi ini menggambarkan bagaimana masyarakat Sunda memanfaatkan alat sederhana untuk menciptakan cita rasa kompleks yang kaya dan menggugah selera.

Dalam perjalanan sejarahnya, sambal ulek juga mencerminkan percampuran budaya yang terjadi antara Indonesia dan bangsa asing. Salah satu bahan penting dalam sambal ulek, yaitu cabai, diperkenalkan oleh bangsa Spanyol sebelum abad ke-17. Bangsa Spanyol membawa cabai ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Sumatera dan Jawa bagian barat. Sedangkan terasi, bahan penting lainnya dalam sambal ulek, berasal dari Cirebon, yang pada waktu itu merupakan pusat perdagangan terasi di Jawa Barat.

Fadly juga mencatat bahwa sambal ulek sempat menjadi primadona di kalangan pejabat Pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-19. Sambal ini, yang pada saat itu dikenal dengan istilah sambelans, telah menjadi bagian dari masakan yang dihidangkan dalam jamuan resmi. Pejabat kolonial, yang seringkali memiliki juru masak pribumi, sangat menghargai sambal ulek karena bahan-bahannya yang sulit didapat serta proses pembuatannya yang rumit. Ini menempatkan sambal ulek sebagai simbol kekayaan gastronomi yang langka dan eksotis.

Baca juga : Pasar Ekspor Ikan Hidup: Peluang Menggiurkan di Tengah Tantangan Logistik dan Keberlanjutan

Baca juga : Hendri Sucipto Kembali Pimpin UMKM Remojong DPC Brebes Periode 2023 – 2026

Baca juga : UMKM Remojong Hadir Di Festival Pangan Jateng Yang Diselenggarakan Di TMII Jakarta

Sambal Ulek di Belanda: Dari Tradisi ke Industri

Pengaruh kolonialisme Belanda di Indonesia tidak hanya meninggalkan jejak pada budaya, tetapi juga pada kuliner. Sambal ulek adalah salah satu warisan kuliner Indonesia yang terus bertahan di Belanda hingga hari ini. Banyak warga Belanda yang masih menikmati sambal ulek, bahkan perusahaan besar seperti Conimex telah memproduksi sambal ulek dalam kemasan untuk memenuhi permintaan pasar di negara tersebut.

Conimex adalah salah satu perusahaan makanan asal Belanda yang dikenal memproduksi berbagai bumbu dan saus bercita rasa Asia, termasuk sambal ulek. Produk sambal ulek Conimex telah dijual di berbagai supermarket di Belanda dan negara-negara Eropa lainnya. Dalam kemasan modern, sambal ulek ini tetap mempertahankan karakteristik pedasnya yang autentik, meskipun telah disesuaikan dengan selera konsumen internasional.

Fenomena ini mencerminkan bagaimana sambal ulek yang awalnya hanya dikenal di dapur-dapur tradisional Sunda kini telah menjadi produk komersial yang mendunia. Perpaduan antara cita rasa Indonesia dan kemasan modern dari Conimex menggambarkan bahwa kuliner tradisional dapat tetap relevan dan diminati, meskipun telah melalui berbagai adaptasi dan transformasi.

Sambal Ulek sebagai Warisan Budaya

Di balik popularitasnya, sambal ulek juga merupakan simbol dari kekayaan budaya dan sejarah panjang masyarakat Indonesia, khususnya Sunda. Proses pembuatannya yang melibatkan cobek batu dan ulekkan tangan tidak hanya menciptakan sambal yang lezat, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai tradisi, kerja keras, dan keaslian. Bagi masyarakat Sunda, sambal ulek adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mulai dari hidangan rumahan hingga jamuan besar di acara-acara adat.

Lebih dari itu, sambal ulek juga menunjukkan bagaimana warisan budaya kuliner Indonesia mampu melintasi batas geografis dan menjadi bagian dari budaya kuliner internasional. Di tengah globalisasi yang kian pesat, sambal ulek tetap mempertahankan identitasnya sebagai makanan tradisional yang autentik, namun juga fleksibel dalam beradaptasi dengan selera dan kebutuhan pasar modern.

Sambal Ulek: Menghubungkan Masa Lalu dan Masa Kini

Perjalanan sambal ulek dari dapur-dapur tradisional di Sunda hingga kemasan modern di Belanda adalah bukti bahwa kuliner bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal cerita, identitas, dan warisan budaya. Sambal ulek, dengan segala keunikannya, telah melewati berbagai fase sejarah dan tetap eksis di tengah perubahan zaman.

Baik sambal galak buatan Ny. Legia di Bandung maupun sambal ulek kemasan buatan Conimex di Belanda memiliki penggemarnya masing-masing. Setiap orang yang mencicipi sambal ulek, baik di Indonesia maupun di Belanda, turut merasakan sepotong sejarah dan warisan yang kaya. Sambal ulek bukan hanya soal pedasnya cabai atau gurihnya terasi, tetapi juga soal hubungan lintas budaya yang telah terjalin selama berabad-abad.

Di tengah maraknya inovasi dan modernisasi dalam dunia kuliner, sambal ulek tetap menjadi bintang yang tak tergantikan, baik di meja makan sederhana di rumah maupun di restoran kelas dunia. Kenikmatan yang ditawarkan sambal ulek melampaui sekadar sensasi rasa, ia membawa cerita panjang tentang tradisi, kebersamaan, dan percampuran budaya yang terus hidup dalam setiap ulekan. *Mukroni

Foto Kompas

  • Daftar Terkait

Pasar Ekspor Ikan Hidup: Peluang Menggiurkan di Tengah Tantangan Logistik dan Keberlanjutan

Hendri Sucipto Kembali Pimpin UMKM Remojong DPC Brebes Periode 2023 – 2026

UMKM Remojong Hadir Di Festival Pangan Jateng Yang Diselenggarakan Di TMII Jakarta

UMKM Remojong Selenggarakan Acara Halal Bi Halal Di Brebes Jawa Tengah

Pantai Pulau Cemara Brebes: Destinasi Wisata Pantai dengan Keindahan Alam dan Pengalaman Belajar Mangrove

UMKM Remojong Brebes Melakukan Pembinaan Anggota Selama Ramadhan Di Area Bumiayu Dan Sekitarnya

Kasus Hukum Subsidi Solar di Brebes Tidak Boleh Hanya Berhenti di Level Kroco

Demo Nakes di Brebes Sempat Menutup Jalur Pantura, Tolong Diperhatikan!

Waduh !, Kejaksaan Negeri Akan Menagih Desa-Desa di Brebes Penunggak Pajak

Keren !, Garuda Select Memanggil 5 Pemain Persab Brebes

Waduh !, Banyak  Jalan Rusak dan Dikeluhkan Warga, Pj Bupati Brebes  Ngadu ke Gubernur

Setelah Kekayaan Pejabat Pusat  Disorot, Berimbas Pejabat Daerah Brebes Disorot Publik juga

9 Desa di Kabupaten Brebes Terendam Banjir

Waduh !, Stunting dan Kemiskinan Ekstrim Sudah Gawat di Brebes

HIKAPINDO Mengapresiasi Pj Bupati Brebes yang Melaksanakan Program Prioritas untuk Mengatasi Stunting, Kemiskinan, dan Pekerjaan bagi Laki-laki

Demo Nakes di Brebes Sempat Menutup Jalur Pantura, Tolong Diperhatikan!

Waduh !, Kejaksaan Negeri Akan Menagih Desa-Desa di Brebes Penunggak Pajak

Keren !, Garuda Select Memanggil 5 Pemain Persab Brebes

Waduh !, Banyak  Jalan Rusak dan Dikeluhkan Warga, Pj Bupati Brebes  Ngadu ke Gubernur

9 Desa di Kabupaten Brebes Terendam Banjir

Waduh !, Stunting dan Kemiskinan Ekstrim Sudah Gawat di Brebes

Waduh !, 5 ABG Pemerkosa Gadis di Brebes Divonis Bui

Waduh !, Kawasan Bisnis Strategis Brebes Diterjang  Banjir

Waduh !, Gedung DPRD Brebes Digeruduk Pengawas Sekolah Merasa Dirugikan

Waduh !, Ada Polisi Brebes Gantung Diri di Pospol Brexit

Waduh !, Motor Rusak di Kantor Leasing  Brebes Gara-Gara Pasutri  Ngamuk

Ibu Rumah Tangga di Brebes dibekuk, Diduga Rekrut TKI Ilegal

Pelajar SMA di Brebes Ditangkap, Diduga Pelaku Pembunuhan

Keren !, Siswa SMK di Brebes Bikin Pewarna Batik dari Sampah Bawang Merah

Waduh !,  Persediaan Beras Bulog Gudang Cimohong Brebes Hanya Cukup Sepekan

Ternyata Sunda Jalawastu di Brebes, Ada Keeratan dengan Adat Badui di Banten

Waduh !, Lebaran Ini,  Jembatan Pemali Brebes Tak Bisa Dilalui

Ternyata UMR Brebes 2023 Terendah di  Wilayah Karesidenan Pekalongan

Dulu Kena Kasus Pertanahan di KPK, Mantan Bupati Brebes  Menikahkan Anak dengan Maskawin Tanah 3,2 Ha

Wow!, Sineas Asal Brebes Raih 3 Penghargaan Internasional

Apa Benar Nama Kabupaten Brebes Sudah Berganti 3 Kali ?

Waduh!, Untuk Brebes dan Pemalang , Kemiskinan  Ekstrem Disorot Ganjar

Jalawastu Kampung Unik di Brebes yang Dianggap Tanah Paling Suci

Viral Oknum LSM Brebes Ditangkap, Karena Kasus Perkosaan Anak

Waduh!, Komisi Kepolisian Nasional Sudah Pantau Kasus Pemerkosaan Anak di Brebes

Waduh!, Salah Satu LSM Brebes Sedang Diselidiki Dalam Kasus Pemerkosaan Anak

Waduh !, Ada Duit Damai Rp. 200 juta di Kasus  6 Pemerkosa  Anak Brebes

Akhirnya 6 Pemerkosa Anak Dibawah Umur Ditangkap Polres Brebes

Satgas PPA Kecewa, Kasus Pemerkosaan Gadis 15 Tahun Oleh 6 Pemuda di Brebes Berakhir Damai

Satgas PPA Kecewa, Kasus Pemerkosaan Gadis 15 Tahun Oleh 6 Pemuda di Brebes Berakhir Damai

Suka Ngintip, Seorang Pemuda di Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah Diamankan

Bukan Kemenlu  Yang  Nanganin TKI Brebes Solahudin Yang Ditahan Di Taiwan,   Tapi Lembaga Ini !

Sampah Terbengkalai, Kantor Bupati Brebes Disamperin Rakyat Peduli Sampah (RPS) 

Efek Popularitas Anies Baswedan, Nasdem Brebes Target 4 Kursi di DPRD Brebes

Brebes Butuh Kolaborasi Semua Pihak Untuk Mengatasi Banjir  Dan Kemiskinan

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *