Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 hanya mencapai 4,95% secara tahunan, turun dari 5,05% di kuartal sebelumnya. Angka ini tampak mengkhawatirkan, terutama jika dibandingkan dengan ambisi besar Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun ke depan. Berbagai faktor, mulai dari lesunya konsumsi rumah tangga hingga melambatnya sektor manufaktur, menjadi penghambat utama. Lantas, apakah target ini realistis di tengah tantangan yang kian berat?
1. Konsumsi Rumah Tangga Tak Lagi Perkasa
Konsumsi rumah tangga masih menjadi mesin utama perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari separuh total Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91%, tetapi angka ini menurun dari 5,05% pada kuartal yang sama di tahun sebelumnya dan jauh di bawah pertumbuhan triwulan III-2022 yang sebesar 5,4%. Penurunan ini tidak bisa diabaikan, karena konsumsi rumah tangga biasanya menjadi indikator kuat atas daya beli masyarakat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa tidak adanya faktor musiman seperti Lebaran atau libur sekolah menjadi salah satu penyebab melambatnya konsumsi. Pada triwulan II-2024, efek Lebaran dan Idul Fitri sempat mendorong konsumsi, tetapi begitu faktor ini hilang, daya beli kembali melemah. Sektor-sektor seperti transportasi dan komunikasi mengalami penurunan dari 6,84% pada triwulan II menjadi 6,54% di triwulan III. Begitu pula konsumsi di sektor restoran dan hotel yang turun dari 6,8% menjadi 6,61%.
Ini merupakan tanda bahwa masyarakat mungkin menahan pengeluaran, baik karena ketidakpastian ekonomi maupun kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Daya beli yang melemah ini memunculkan kekhawatiran baru, bahwa tanpa peningkatan kesejahteraan atau pengendalian harga, konsumsi rumah tangga dapat terus lesu.
2. Ekspor Menjadi Penyelamat Sementara
Di tengah melambatnya konsumsi domestik, sektor ekspor memberikan sedikit napas bagi perekonomian. Pada triwulan III-2024, ekspor Indonesia tumbuh sebesar 9,09% secara tahunan. Peningkatan ini didorong oleh ekspor non-migas, khususnya komoditas seperti bahan bakar minyak, mesin dan peralatan listrik, serta kendaraan. Selain itu, sektor pariwisata juga memberikan kontribusi melalui peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara, yang mendorong ekspor jasa.
Namun, kinerja ekspor yang solid ini tetap menghadapi risiko. Ketergantungan pada komoditas ekspor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga di pasar global. Misalnya, penurunan harga bahan bakar atau ketidakstabilan harga komoditas tertentu dapat meredam kontribusi ekspor terhadap PDB. Selain itu, pertumbuhan impor sebesar 11,47% yang disebabkan oleh peningkatan barang modal dan bahan baku bisa menjadi indikasi bahwa beban impor kian membesar.
3. Lesunya Manufaktur, Tantangan untuk Mencapai Target
Industri manufaktur, yang menjadi salah satu sektor paling strategis, juga menunjukkan tanda-tanda pelambatan. Manufaktur hanya tumbuh 4,72% secara tahunan pada triwulan III-2024, menurun dari 5,19% pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pelemahan ini diikuti oleh pengaruh dari kebangkrutan beberapa perusahaan besar seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang pada Oktober 2024 dinyatakan pailit. Bangkrutnya salah satu perusahaan tekstil terbesar ini bukan hanya memengaruhi sektor manufaktur, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekonomi daerah dan menambah angka pengangguran.
Dampak dari melambatnya sektor manufaktur tercermin pada lapangan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada Agustus 2024 mencapai 4,91%, naik tipis dari 4,82% pada Februari 2024. Selain itu, BPS mencatat bahwa jumlah pekerja setengah pengangguran pada Agustus 2024 adalah 11,56 juta orang, atau naik lebih dari 2 juta orang dari tahun sebelumnya.
Baca juga : Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Baca juga : Membangun Keadilan Melalui Otonomi: Gagasan Negara Federal untuk Indonesia
Baca juga : Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
4. Pembangunan Infrastruktur: Peluang dan Tantangan
Meski terdapat beberapa sektor yang mengalami pelemahan, investasi tetap tumbuh di kisaran 5,15% pada kuartal III-2024, didukung oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Pertumbuhan PMTB sebagian besar didorong oleh proyek-proyek infrastruktur yang sedang berjalan, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek pembangunan lainnya. Proyek-proyek ini memberikan stimulus bagi sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 7,48%, salah satu yang tertinggi di antara sektor lainnya.
Namun, meski sektor konstruksi menunjukkan pertumbuhan positif, efektivitas investasi ini masih dipertanyakan. Proyek infrastruktur memang memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam jangka pendek, tetapi butuh waktu lebih lama untuk memberikan dampak berkelanjutan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya beli.
5. Sektor Penunjang Lainnya: Transportasi dan Pariwisata
Di sisi lain, beberapa sektor justru mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, seperti transportasi dan pergudangan yang tumbuh 8,64% dan sektor akomodasi serta makan minum yang tumbuh 8,33%. Peningkatan ini didorong oleh kegiatan pariwisata yang semarak, mulai dari penyelenggaraan Moto GP di Mandalika, hingga Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI. Meskipun sektor-sektor ini menunjukkan pertumbuhan positif, mereka tetap bersifat musiman dan tidak bisa menjadi sandaran utama ekonomi secara jangka panjang.
6. Pengangguran dan Tantangan Sosial Ekonomi
Meningkatnya angka pengangguran serta bertambahnya jumlah pekerja setengah pengangguran menjadi masalah sosial-ekonomi yang perlu segera diatasi. Ketika sektor manufaktur melemah dan daya beli masyarakat menurun, tekanan terhadap pasar tenaga kerja semakin meningkat. Angka pekerja setengah pengangguran yang mencapai 11,56 juta orang mengindikasikan bahwa meskipun banyak yang masih bekerja, jam kerja yang terbatas dan upah yang rendah menjadi persoalan utama.
Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah perlu memberikan dukungan yang signifikan, terutama dalam hal pelatihan keterampilan agar pekerja dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri yang kian berkembang.
7. Target Ambisius di Tengah Keterbatasan
Dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kisaran 5%, apakah target 8% dalam lima tahun dapat tercapai? Ekonom dari Center of Law and Economic Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyatakan bahwa pencapaian target ini tampak sulit tanpa adanya terobosan besar. Untuk mencapai 8%, diperlukan upaya peningkatan daya beli masyarakat serta revitalisasi sektor manufaktur. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsi, sementara industri padat karya masih tertekan oleh gelombang PHK.
Dalam jangka pendek, pemerintah mungkin perlu melakukan intervensi fiskal, seperti subsidi atau bantuan langsung tunai, untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, untuk jangka panjang, perlu ada reformasi struktural yang mendorong investasi produktif, inovasi di sektor industri, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
8. Kebijakan Terobosan yang Dibutuhkan
Dalam menghadapi situasi ekonomi yang dinamis ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan. Beberapa kebijakan yang bisa dipertimbangkan antara lain:
- Penguatan Ekspor dan Industri Berbasis Nilai Tambah
Ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas ekspor yang rentan terhadap harga pasar internasional. Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi melalui pengembangan industri berbasis nilai tambah menjadi sangat penting. - Dukungan untuk Industri Padat Karya
Sektor padat karya perlu mendapat insentif agar dapat bertahan dan bahkan berkembang di tengah tekanan ekonomi. Pemerintah bisa memberikan insentif pajak, akses kredit berbunga rendah, serta pelatihan untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja. - Pengembangan Ekonomi Digital dan UMKM
UMKM sebagai tulang punggung ekonomi perlu didorong untuk beralih ke platform digital. Dengan akses pasar yang lebih luas, UMKM bisa mendiversifikasi produk dan memperluas jangkauan pelanggan. - Investasi di Sumber Daya Manusia
Untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang, pemerintah perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri modern.
Perlu Langkah Konkret dan Terukur
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat menunjukkan bahwa target ambisius 8% bukanlah hal mudah. Namun, bukan berarti mustahil. Dengan strategi yang tepat, kebijakan yang pro-rakyat, dan dukungan terhadap sektor produktif, ekonomi Indonesia masih bisa bangkit. Tantangannya adalah bagaimana membuat setiap kebijakan berdaya guna dan tepat sasaran agar mampu mengatasi masalah struktural serta memperkuat fondasi ekonomi. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung