• Sel. Jan 14th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas

ByAdmin

Okt 24, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Kasus Supriyani, seorang guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi berita nasional setelah ia dituduh memukul seorang siswa yang merupakan anak dari seorang anggota polisi. Tuduhan ini, yang mencuat pada April 2024, memunculkan keprihatinan masyarakat luas karena dianggap sebagai bentuk ketidakadilan hukum terhadap seorang pendidik yang tidak berdaya melawan kekuatan kekuasaan.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada Rabu, 24 April 2024, sekitar pukul 10.00 WITA. Supriyani dituduh memukul seorang siswa kelas IA di SD Negeri 4 Baito dengan sapu ijuk. Murid tersebut adalah anak dari Aipda Hasyim Wibowo, Kepala Unit Intelijen Polsek Baito. Insiden ini dilaporkan oleh sang ayah, yang menuding Supriyani menyebabkan luka di paha anaknya akibat pukulan tersebut.

Setelah laporan diterima, pada Senin, 29 April 2024, Supriyani dipanggil oleh Polsek Baito untuk dimintai keterangan. Dalam pemeriksaan itu, ia membantah tuduhan pemukulan tersebut. Menurutnya, tidak ada tindakan kekerasan yang ia lakukan terhadap siswa tersebut, apalagi hingga menyebabkan luka.

Namun, kendati Supriyani menolak tuduhan, ia tetap menjadi tersangka atas kasus penganiayaan. Situasi ini memicu berbagai pertanyaan, terutama terkait proses hukum yang dirasakan janggal. Banyak pihak merasa bahwa kekuasaan orangtua siswa, yang seorang polisi, berperan besar dalam menekan jalannya kasus.

Permintaan Maaf yang Dipaksakan

Meskipun Supriyani bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah, penyidik tetap mendorongnya untuk mendatangi rumah orangtua siswa guna meminta maaf. Tekanan ini semakin memperburuk keadaan, terutama karena Supriyani merasa tidak ada kesalahan yang harus diakui. Namun, demi menjaga hubungan baik dan mengikuti saran yang diberikan, Supriyani akhirnya mengunjungi rumah pelapor.

Dalam kesempatan tersebut, Supriyani menyampaikan permintaan maaf sebagai bentuk penghormatan, meskipun ia tetap tidak mengakui tuduhan pemukulan. Sayangnya, langkah ini tidak serta-merta menghentikan kasus. Proses hukum tetap berjalan, dan Supriyani semakin terjepit dalam situasi yang sulit. Dari sini, muncul pandangan bahwa kasus ini dipaksakan dan tidak memiliki dasar kuat.

Sidang yang Memperkuat Kecurigaan

Sidang perdana kasus ini digelar pada awal Oktober 2024, di mana Supriyani harus menghadapi dakwaan di pengadilan. Sebelum sidang dimulai, keprihatinan terus berdatangan dari berbagai pihak. Rekan-rekan guru dan orang-orang yang mengenal Supriyani menyatakan bahwa ia adalah guru yang berdedikasi, dan tuduhan pemukulan ini sama sekali tidak sesuai dengan karakter yang mereka kenal.

Selama sidang, banyak hal yang terungkap, termasuk tidak adanya saksi yang melihat langsung tindakan pemukulan yang dituduhkan. Bahkan, rekan-rekan Supriyani di sekolah menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya kejadian seperti yang dituduhkan pada hari itu. Ini memperkuat dugaan bahwa tuduhan yang diajukan terhadap Supriyani dibuat-buat.

Lebih jauh lagi, muncul desas-desus bahwa pihak keluarga pelapor meminta uang sebesar Rp 50 juta kepada Supriyani untuk “menyelesaikan” kasus ini secara damai. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada bukti konkret terkait adanya permintaan uang tersebut. Jika benar terjadi, hal ini menambah panjang daftar kejanggalan dalam kasus ini.

Baca juga : Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?

Baca juga : Yones Douw dan Kekecewaannya terhadap Pernyataan Yusril Ihza Mahendra: Sebuah Pengkhianatan terhadap Penegakan HAM?

Baca juga : Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek

Reaksi Masyarakat

Berita tentang kasus Supriyani dengan cepat menyebar, tidak hanya di wilayah Konawe Selatan, tetapi juga di seluruh Indonesia. Media sosial dipenuhi dengan komentar masyarakat yang mengkritik jalannya proses hukum yang dianggap tidak adil. Banyak yang menilai bahwa kasus ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang memiliki posisi lebih kuat, dalam hal ini seorang anggota kepolisian.

Tagar #BebaskanSupriyani bahkan sempat menjadi tren di beberapa platform media sosial, di mana masyarakat menuntut agar kasus ini dihentikan dan Supriyani dibebaskan dari semua tuduhan. Mereka juga menyerukan reformasi dalam penegakan hukum, terutama agar kekuatan atau jabatan tidak digunakan untuk menekan pihak-pihak yang lebih lemah.

Di dunia pendidikan, kasus ini juga mendapat perhatian khusus. Banyak guru dan pendidik di berbagai daerah menyuarakan solidaritas terhadap Supriyani. Mereka mengkhawatirkan bahwa kasus seperti ini bisa membuat para guru semakin takut menjalankan tugas mereka, terutama dalam hal mendisiplinkan siswa, karena khawatir akan dilaporkan dan dikriminalisasi tanpa dasar yang jelas.

Posisi Supriyani yang Dilematis

Di tengah semua peristiwa ini, posisi Supriyani semakin terjepit. Sebagai seorang guru honorer, statusnya tidak sekuat guru berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Gajinya yang terbatas dan ketidakpastian akan masa depannya di dunia pendidikan semakin menambah beban. Supriyani juga harus menghadapi tekanan psikologis yang berat, baik dari proses hukum yang berlarut-larut maupun dari pemberitaan yang terus berkembang.

Pada 24 Oktober 2024, setelah hampir enam bulan berada dalam tekanan hukum, Supriyani akhirnya bisa keluar sementara setelah penahanannya ditangguhkan. Isak tangis keluarga dan rekan-rekan menyambut Supriyani ketika ia keluar dari Lapas Perempuan Kelas III Kendari. Meski begitu, proses hukum masih terus berjalan, dan masa depan Supriyani tetap belum pasti.

Dalam sebuah wawancara singkat, Supriyani menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan. Namun, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap nasibnya sebagai seorang guru dan masa depannya dalam profesi yang ia cintai. “Saya hanya ingin mengajar dengan tenang, tapi sekarang semua ini membuat saya merasa takut,” ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Tuntutan Keadilan

Kasus Supriyani memunculkan tuntutan yang lebih luas akan adanya keadilan, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga bagi para pendidik di seluruh Indonesia. Banyak yang menilai bahwa Supriyani adalah korban dari sistem hukum yang tidak adil, di mana kekuasaan dan pengaruh dapat mengalahkan kebenaran.

Beberapa organisasi hak asasi manusia dan kelompok advokasi pendidikan mulai terlibat dalam kasus ini, menyerukan agar ada penyelidikan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran dalam penanganan kasus ini. Mereka juga menuntut agar pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pemerasan atau penyalahgunaan kekuasaan diberi sanksi yang tegas.

Namun, di balik semua itu, pertanyaan terbesar yang masih tersisa adalah: mengapa kasus ini bisa berkembang sejauh ini? Apakah benar tindakan hukum ini diambil demi keadilan, atau hanya untuk melindungi kepentingan pihak tertentu?

Supriyani, seorang guru honorer yang hanya ingin menjalankan tugas mendidik generasi penerus bangsa, kini terjebak dalam pusaran hukum yang tak kunjung selesai. Kasus yang awalnya hanya berupa tuduhan pemukulan kecil kini telah berkembang menjadi simbol ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Di mata masyarakat, Supriyani adalah korban dari sistem yang lebih besar, sebuah sistem yang seharusnya melindungi yang lemah tetapi justru sering kali merugikan mereka.

Bagaimanapun, kasus ini telah membuka mata banyak orang bahwa keadilan belum sepenuhnya merata di negeri ini. Dan bagi Supriyani, perjuangannya untuk mendapatkan kebebasan dan nama baiknya masih panjang. Terlepas dari semua dukungan yang datang, ia masih harus menghadapi realitas hukum yang tidak mudah untuk dilawan. *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?

Yones Douw dan Kekecewaannya terhadap Pernyataan Yusril Ihza Mahendra: Sebuah Pengkhianatan terhadap Penegakan HAM?

Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek

Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!

Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara

Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung

Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?

Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!

Polisi Bongkar Jaringan Judi Daring Raksasa: Perputaran Uang Capai Rp 685,5 Miliar, Libatkan WNA dan Aplikasi Ilegal!

MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?

Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma

Skandal Etik di Tubuh KPK: Wakil Ketua KPK Diduga Bertemu Tersangka Korupsi, Integritas Dipertaruhkan!

Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?

Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!

Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas

Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang

Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika

Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?

Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah

300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah

Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi

Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?

Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi

Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara

Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *