Jakarta, Kowantaranews.com – Di tengah kemelut pemberantasan korupsi yang seolah berjalan di tempat, muncul kembali dorongan kuat agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI periode 2025-2029. Para pendukung RUU ini, baik dari masyarakat sipil, lembaga hukum, hingga beberapa fraksi partai politik, menganggap RUU ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat sistem hukum, menutup celah bagi koruptor, dan melindungi kekayaan negara dari tangan-tangan kotor.
Namun, meski telah berulang kali diusulkan, RUU Perampasan Aset tak kunjung dibahas secara serius oleh legislatif. Bahkan, beberapa pihak melihatnya sebagai upaya yang penuh tantangan, mengingat regulasi yang ada saat ini dinilai masih belum memadai dalam menangani persoalan korupsi, khususnya dalam hal pemulihan aset hasil tindak pidana. Pihak-pihak yang mendukung RUU ini, seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesian Parliamentary Center (IPC), dan Komnas Perempuan, menilai RUU ini krusial untuk menjawab kebutuhan mendesak dalam menangani kasus-kasus korupsi besar yang berdampak pada keuangan negara.
Mengapa RUU Perampasan Aset Penting?
RUU Perampasan Aset dinilai penting karena menyediakan instrumen hukum yang diperlukan untuk menyita kekayaan yang diperoleh secara ilegal. Di bawah aturan ini, negara dapat memiliki landasan yang kuat untuk menyita aset koruptor, bahkan jika mereka melarikan diri ke luar negeri. Ronald Rofiandri, Direktur Monitoring, Evaluasi, dan Penguatan Jaringan PSHK, mengemukakan bahwa RUU ini telah diusulkan sejak tahun 2012, tetapi hingga kini belum mendapat perhatian serius dari pihak legislatif.
“RUU Perampasan Aset akan memberikan kepastian hukum bagi para terdakwa atau terpidana tindak pidana korupsi yang berada di luar negeri serta memberikan tambahan jaminan pengamanan kekayaan negara,” ungkap Ronald dalam rapat yang diadakan di Gedung Nusantara 1, DPR, Jakarta. Dengan aturan ini, negara diharapkan bisa lebih efektif mengamankan aset hasil korupsi dan menindak para pelaku tindak pidana dengan lebih tegas.
Baca juga : Miliaran Rupiah dan Skandal di Balik Tirai Hukum: Terungkapnya Jaringan Makelar Kasus di Mahkamah Agung!
Baca juga : Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Baca juga : Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Tantangan dalam Pembahasan RUU
Meski gagasan mengenai RUU Perampasan Aset ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, pembahasan RUU ini di DPR masih diwarnai oleh berbagai tantangan. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, menyatakan bahwa draf RUU tersebut masih perlu dikaji ulang. Menurutnya, substansi yang ada dalam draf masih tumpang tindih dengan undang-undang lain, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bob menekankan, “Sebagai praktisi hukum, saya melihat draf RUU Perampasan Aset ini belum memiliki substansi yang utuh. Ada bagian yang masih tumpang tindih, baik dengan undang-undang TPPU maupun aturan lain. Kita perlu meluruskan hal ini agar aturan tersebut benar-benar tepat sasaran.”
Selain itu, dia juga menyatakan bahwa draf RUU ini tak hanya fokus pada tindak pidana korupsi, tetapi juga mencakup tindak pidana lainnya. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pembahasan RUU ini kembali ditunda hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai cakupan dan fokus aturan tersebut.
Stagnasi Indeks Persepsi Korupsi: Alasan untuk Bergerak
Sejak beberapa tahun terakhir, indeks persepsi korupsi Indonesia stagnan, bahkan dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga mengusung pemberantasan korupsi sebagai prioritas. Muhammad Kholid, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menilai bahwa stagnasi ini menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kita memerlukan terobosan yang bisa meningkatkan indeks persepsi korupsi kita. Jika ini menjadi agenda utama Pak Presiden Prabowo Subianto, tentunya RUU Perampasan Aset bisa kita dorong bersama untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap negara,” tutur Kholid.
Ia juga menyampaikan bahwa RUU ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam mengurangi kasus korupsi dan meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi. “Pemberantasan korupsi adalah salah satu prioritas kita, dan RUU ini seharusnya menjadi bagian dari solusi kita untuk menutup celah hukum yang saat ini masih banyak dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Dukungan Pemerintah Prabowo Subianto
Salah satu faktor penting yang dapat mempercepat pembahasan RUU ini adalah dukungan dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di beberapa kesempatan, Prabowo menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi dan memperkuat sistem hukum yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, beberapa fraksi yang mendukung RUU ini, seperti PKS, berharap Presiden Prabowo dapat memberi dorongan yang kuat untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas nasional.
Menurut Kholid, jika pemerintahan saat ini ingin serius memberantas korupsi, RUU ini seharusnya menjadi agenda utama. “Apalagi dengan kondisi indeks persepsi korupsi yang masih stagnan, undang-undang baru ini dapat memberikan angin segar dalam upaya kita mengatasi korupsi,” ujarnya.
Harapan dan Kritik dari Masyarakat Sipil
Di sisi lain, masyarakat sipil dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyampaikan keprihatinan mereka terhadap lambatnya proses pembahasan RUU Perampasan Aset. Menurut mereka, tanpa adanya undang-undang yang kuat, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berjalan efektif. PSHK, salah satu lembaga yang aktif mengawal isu ini, menilai bahwa RUU Perampasan Aset memiliki peran sentral dalam mengatasi praktik korupsi yang merugikan negara.
Komnas Perempuan, yang turut hadir dalam rapat dengar pendapat di DPR, menyoroti pentingnya RUU ini dalam memberikan jaminan bagi kelompok rentan dan melindungi hak-hak masyarakat yang terdampak oleh korupsi. Mereka berharap agar DPR dan pemerintah tidak hanya fokus pada aspek hukum, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan dari tindakan korupsi.
“Korupsi bukan hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga menyebabkan ketidakadilan sosial dan dampak negatif bagi kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu, RUU ini harus diprioritaskan demi melindungi hak-hak masyarakat secara menyeluruh,” ungkap seorang perwakilan dari Komnas Perempuan.
Prospek RUU Perampasan Aset: Antara Harapan dan Realita
Meskipun sudah ada dorongan kuat dari berbagai pihak, prospek RUU Perampasan Aset untuk masuk ke dalam Prolegnas 2025-2029 masih belum pasti. Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, mengungkapkan bahwa usulan tersebut masih dalam tahap pengkajian dan membutuhkan masukan lebih lanjut dari masyarakat. Dalam waktu dekat, Baleg akan kembali mengadakan rapat untuk menghimpun aspirasi dari berbagai pihak guna memperbaiki substansi RUU ini.
Namun, masyarakat berharap agar RUU ini tidak hanya berhenti pada tahap usulan atau wacana. Mereka ingin agar pemerintah dan DPR dapat bergerak lebih cepat dalam merampungkan regulasi yang dinilai mendesak ini. Dengan adanya RUU Perampasan Aset, Indonesia diharapkan dapat lebih kuat dalam menghadapi korupsi dan mencegah kerugian negara yang selama ini terus terjadi akibat praktik korupsi yang sulit dibendung.
RUU Perampasan Aset mungkin adalah “harapan terakhir” yang dimiliki bangsa ini untuk menutup celah bagi para pelaku korupsi. Bukan hanya untuk mengamankan aset negara, tetapi juga untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat. Apakah RUU ini akan segera terwujud atau kembali terhenti di tengah jalan, hanya waktu yang bisa menjawab. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi