Jakarta, Kowantaranews.com -Pembukaan Olimpiade Paris 2024, yang diadakan pada tanggal 26 Juli 2024, waktu setempat, memicu berbagai reaksi dan kontroversi di seluruh dunia. Dengan tema “Liberté, Egalité, Fraternité” atau “Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan,” acara tersebut dirancang untuk merayakan nilai-nilai yang telah menjadi fondasi Republik Perancis sejak Revolusi Perancis. Namun, interpretasi artistik dari tema ini, terutama segmen yang menampilkan peragaan busana dan pertunjukan LGBTQ+, memunculkan perdebatan sengit tentang batasan kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap simbol-simbol agama.
Pesan Kebebasan dan Inklusivitas
Pembukaan tersebut berlangsung dengan spektakuler, diiringi oleh penampilan penyanyi terkenal seperti Celine Dion dan Lady Gaga, yang dikenal sebagai ikon komunitas LGBTQ+. Salah satu segmen yang menonjol adalah pertunjukan inklusivitas dari komunitas LGBTQ+ di Perancis. Segmen ini menampilkan peragaan busana dengan anggota LGBTQ+, termasuk waria, dalam formasi yang mengingatkan pada “Perjamuan Terakhir,” sebuah karya seni terkenal karya Leonardo da Vinci yang menggambarkan Yesus Kristus dan para rasulnya.
Pertunjukan ini dipimpin oleh DJ Barbara Butch, seorang aktivis lesbian, yang mengenakan hiasan kepala perak menyerupai lingkaran cahaya. Adegan tersebut, yang disertai musik dan pencahayaan dramatis, dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kebebasan, inklusivitas, dan persaudaraan, sesuai dengan semboyan nasional Perancis.
Baca juga : Obama Resmi Dukung Kamala Harris: Mengakhiri Spekulasi, Menguatkan Dukungan Demokrat
Baca juga : Video Polisi Menendang dan Menginjak Kepala Pria di Bandara Manchester Memicu Reaksi Keras
Reaksi dan Kritik
Namun, tidak semua penonton menerima pesan ini dengan positif. Segmen yang menampilkan formasi mirip “Perjamuan Terakhir” dianggap oleh beberapa pihak sebagai penghinaan terhadap agama Kristen. Para pemimpin gereja di Perancis, termasuk Konferensi Gereja Katolik Perancis, menyampaikan kritik tajam, menyebut adegan tersebut sebagai ejekan terhadap iman Kristen. Mereka mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan keprihatinan mereka dan menyebut bagian ini sebagai “tindakan berlebihan dan provokatif” yang melukai perasaan umat Kristen di seluruh dunia.
Kelompok konservatif dan politisi sayap kanan di Perancis dan luar negeri juga bereaksi keras. Wakil Perdana Menteri Perancis dan pemimpin partai Liga anti-migran, Matteo Salvini, serta anggota Parlemen Eropa dari partai Brothers of Italy, Nicola Procaccini, mengutuk pertunjukan tersebut. Mereka menuduh bahwa acara ini merendahkan budaya Perancis dan merupakan penghinaan terhadap simbol-simbol agama yang penting bagi banyak orang.
Pembelaan dan Perspektif Artistik
Di tengah kontroversi ini, Thomas Jolly, direktur artistik upacara pembukaan, menjelaskan bahwa tidak ada niat untuk menghina atau mengejek agama apa pun. Menurut Jolly, tujuan dari pertunjukan tersebut adalah untuk merayakan keberagaman dan inklusivitas, serta untuk menyampaikan pesan kasih sayang dan persaudaraan. Dia menegaskan bahwa di Perancis, kebebasan berekspresi adalah nilai yang dijunjung tinggi, termasuk kebebasan untuk mencintai dan mengekspresikan diri tanpa rasa takut akan diskriminasi.
Presiden Inter-LGBT, James Leperlier, juga menekankan pentingnya inklusivitas dalam masyarakat. Menurutnya, meskipun ada kemajuan, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua orang, termasuk kelompok LGBTQ+, dapat hidup tanpa diskriminasi dan ketidakadilan. Leperlier melihat acara pembukaan ini sebagai langkah maju dalam upaya tersebut, meskipun dia mengakui bahwa masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi.
Perspektif Historis dan Budaya
Pembukaan Olimpiade Paris 2024 tidak dapat dipisahkan dari konteks budaya dan sejarah Perancis. Paris, sebagai ibukota budaya dan seni, terkenal dengan semangat kebebasan dan eksperimentasi artistik. Sejak Revolusi Perancis, semboyan “Liberté, Egalité, Fraternité” telah menjadi landasan nilai-nilai nasional. Namun, interpretasi modern terhadap semboyan ini sering kali menimbulkan ketegangan, terutama ketika berhadapan dengan nilai-nilai tradisional dan agama.
Kontroversi ini mengungkap pergeseran makna dari nilai-nilai tersebut dalam masyarakat Perancis kontemporer. Kebebasan berekspresi yang diusung oleh negara sering kali berbenturan dengan persepsi publik tentang batas-batas yang boleh dilanggar, terutama terkait dengan simbol-simbol keagamaan. Perdebatan ini mencerminkan perpecahan yang lebih luas dalam masyarakat, yang mencakup isu-isu seperti hak-hak LGBTQ+, kebebasan beragama, dan kebebasan berbicara.
Implikasi Global
Kontroversi pembukaan Olimpiade Paris 2024 juga menyoroti bagaimana acara global seperti Olimpiade dapat menjadi arena bagi berbagai isu sosial dan politik. Reaksi keras dari luar negeri, termasuk dari tokoh-tokoh politik dan kelompok konservatif, menunjukkan bahwa nilai-nilai yang diperjuangkan di satu negara dapat dipersepsikan secara berbeda di negara lain. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana masyarakat internasional dapat menghormati keberagaman budaya dan nilai-nilai, sambil tetap menjaga sensitivitas terhadap keyakinan dan tradisi yang berbeda.
Dalam konteks ini, peran seni dan budaya menjadi sangat penting sebagai alat untuk dialog dan pemahaman antarbudaya. Sementara beberapa pihak melihat pertunjukan pembukaan ini sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai agama, yang lain melihatnya sebagai ungkapan kebebasan artistik dan hak untuk berekspresi. Perdebatan ini menggarisbawahi pentingnya mendiskusikan dan memahami perbedaan-perbedaan ini dalam konteks yang konstruktif dan saling menghormati.
Kontroversi pembukaan Olimpiade Paris 2024 adalah cermin dari ketegangan yang ada antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan budaya. Ini juga merupakan pengingat bahwa dalam dunia yang semakin terhubung, tindakan dan pesan yang disampaikan di satu bagian dunia dapat memiliki dampak dan reaksi yang luas. Sementara Perancis memegang teguh nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menafsirkan dan menerapkan nilai-nilai ini dalam cara yang menghormati perbedaan dan keragaman global. *Mukroni
Foto Kompas
- Berita Terkait :
Obama Resmi Dukung Kamala Harris: Mengakhiri Spekulasi, Menguatkan Dukungan Demokrat
Video Polisi Menendang dan Menginjak Kepala Pria di Bandara Manchester Memicu Reaksi Keras
Kamala Harris Menggemparkan Milwaukee: Semangat Perjuangan dan Visi Masa Depan Kekuatan Rakyat
Biden Mundur dari Pencalonan Presiden, Dukung Kamala Harris di Pilpres 2024
Ethiopian Airlines Dikecam Setelah Penumpang Dikeluarkan untuk Memberi Tempat Duduk kepada Menteri
Insiden Penembakan Trump di Butler: Pelaku Bertindak Sendirian, Satu Korban Tewas
Penembakan di Rapat Umum Donald Trump: Mantan Presiden Selamat, Pelaku Tewas
US Navy Pilots Return Home After Months of Battling Houthi Missiles and Drones
UK’s New PM Keir Starmer Calls for Urgent Gaza Ceasefire and Two-State Solution
Netanyahu Announces Israeli Delegation to Cairo for Ceasefire Talks Amid Ongoing Gaza Conflict
Hamas Accuses Israel of Stalling in Gaza Ceasefire Talks, Awaits Mediator Updates
Gaza War Spurs Surge in Terrorist Recruitment, Warns U.S. Intelligence
Heavy Fighting in Gaza Forces Thousands to Flee Again Amid Ongoing Conflict
Gaza Summer: Sewage, Garbage, and Health Risks in War-Torn Tent Camps
Head of Gaza’s Largest Hospital Released by Israel After Seven Months of Detention
Kisah Pegunungan Bani Yas’in: Esau bin Ishaq dan Keberanian Bani Jawa dalam Catatan Ibnu Khaldun
Unimaginable Suffering: A Hull Surgeon’s Mission to Aid Gaza’s War-Torn Civilians
Escalating Tensions: Israel and Hezbollah Edge Closer to Conflict Amid Rocket Fire and Threats
Netanyahu Announces Imminent Conclusion of Gaza Conflict’s Intense Phase
Gaza’s Overlooked Hostages: Thousands Held Without Charge in Israeli Detention
Chilean Art Exhibition Celebrates Palestinian Solidarity
Houthi Rebels Sink Bulk Carrier in Red Sea Escalation Amid Israel-Hamas Conflict
Tragedi Kemanusiaan di Gaza: Serangan Israel Menewaskan Sedikitnya 42 Orang
Kuba Ikut Dalam Gugatan Internasional Afrika Selatan di ICJ Mengenai Tindakan Israel di Gaza
Mengapa Gaza Adalah Zona Perang Terburuk: Perspektif Ahli Bedah Trauma David Nott
Armenia Resmi Akui Palestina sebagai Negara di Tengah Konflik Gaza-Israel
Qatar Lakukan Negosiasi Intensif untuk Gencatan Senjata Israel-Hamas
Day 256: Gaza Under Siege – Israel’s Airstrikes Claim Dozens of Lives
Pengunduran Diri Pejabat AS Stacy Gilbert: Protes terhadap Kebijakan Bantuan Kemanusiaan di Gaza
Idul Adha di Tengah Konflik: Ketika Kegembiraan Berganti Kesedihan di Gaza
Tragedi di Rafah: Delapan Tentara Israel Tewas dalam Pertempuran Terbaru di Jalur Gaza
AS menjatuhkan sanksi pada ‘kelompok ekstremis Israel’ karena memblokir bantuan Gaza
Langkah Israel: ‘Jeda Taktis’ untuk Meringankan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza oleh Qatar dan Mesir: Langkah Baru Menuju Perdamaian
Akhir yang Mendekat bagi Pemerintahan Netanyahu yang Terpecah
Krisis Kemanusiaan di Gaza: Keputusasaan di Tengah Pertempuran
Ketegangan AS-Israel: Perdebatan atas Berbagi Informasi Intelijen
Tekanan Boikot Israel terhadap Merek-merek Amerika di Timur Tengah
$7.000 untuk Keluar dari Gaza: Eksploitasi Warga Palestina yang Melarikan Diri ke Mesir
Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel