Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tanggal 17 Desember 1862, di tengah kekacauan Perang Saudara Amerika, Jenderal Ulysses S. Grant mengeluarkan perintah yang kontroversial yang memerintahkan pengusiran semua orang Yahudi dari distrik militernya. Perintah No. 11 ini didasarkan pada keyakinan Grant bahwa spekulan kapas Yahudi adalah kekuatan utama di balik pasar gelap kapas yang berkembang pesat pada masa itu. Tindakan ini berdampak besar, mengundang kritik luas dan memicu reaksi cepat dari Presiden Abraham Lincoln.
Latar Belakang Perintah No. 11
Pada masa itu, kapas adalah komoditas yang sangat penting bagi ekonomi Amerika, khususnya bagi negara-negara di Utara yang industri tekstilnya bergantung pada pasokan kapas dari Selatan. Perang Saudara membuat pasokan ini menjadi langka, meningkatkan nilai kapas secara signifikan. Spekulan kapas sering mengikuti pasukan Grant dengan harapan bisa membeli kapas di wilayah yang baru direbut dan menjualnya dengan keuntungan besar di Utara.
Jenderal Grant, yang saat itu sedang memimpin upaya merebut Vicksburg, Mississippi—benteng besar Konfederasi terakhir di Sungai Mississippi—menguasai wilayah yang luas mencakup sebagian Tennessee barat, Mississippi utara, serta bagian dari Kentucky dan Arkansas. Di wilayah ini, spekulasi kapas dan perdagangan pasar gelap menjadi masalah yang semakin serius. Grant percaya bahwa orang-orang Yahudi memainkan peran sentral dalam perdagangan ilegal ini, dan keyakinan ini mendorongnya untuk mengambil tindakan tegas.
Pada bulan Desember 1862, ayah Grant datang mengunjunginya bersama beberapa teman dari Ohio yang kebetulan adalah orang Yahudi. Teman-temannya tersebut adalah spekulan yang berharap mendapatkan akses ke kapas yang ditangkap oleh pasukan Grant. Marah karena apa yang dia anggap sebagai eksploitasi situasi perang, Grant segera mengeluarkan Perintah No. 11. Perintah ini menyatakan:
“Orang-orang Yahudi, sebagai kelompok yang melanggar setiap peraturan perdagangan yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan dan juga perintah departemen, dengan ini dikeluarkan dari departemen dalam waktu dua puluh empat jam sejak diterimanya perintah ini.”
Dampak dan Reaksi Terhadap Perintah No. 11
Pengusiran ini berdampak langsung pada komunitas Yahudi di wilayah yang dikendalikan oleh Grant. Di Paducah, Kentucky, sekitar 30 keluarga Yahudi diusir dari rumah mereka. Di antara mereka adalah Cesar Kaskel, seorang pemimpin komunitas Yahudi yang segera menggalang dukungan di Kongres untuk menentang perintah tersebut.
Kaskel pergi ke Washington D.C. dan bertemu dengan kongresmen serta pejabat tinggi lainnya untuk mengadvokasi pembatalan Perintah No. 11. Usaha mereka berhasil menarik perhatian Presiden Abraham Lincoln. Setelah mendengar keluhan dan mempertimbangkan dampak dari perintah ini, Lincoln segera memerintahkan Grant untuk mencabut Perintah No. 11.
Grant, menyadari bahwa tindakannya telah menyebabkan keributan besar dan mengundang kritik tajam, mematuhi perintah Lincoln. Kepada istrinya, Julia Grant, dia mengakui bahwa kritik atas tindakannya memang pantas diterima. Julia Grant mencatat bahwa suaminya “tidak punya hak untuk mengeluarkan perintah terhadap sekte khusus mana pun.” Ini menunjukkan introspeksi dan kesadaran Grant akan kesalahan dalam kebijakannya yang diskriminatif.
Konteks Perang Saudara dan Spekulasi Kapas
Perang Saudara Amerika adalah masa yang penuh dengan ketegangan dan perubahan sosial yang signifikan. Selain pertempuran militer, perang juga melibatkan perang ekonomi yang sengit. Blokade perdagangan oleh Union dan upaya Konfederasi untuk mempertahankan sumber daya mereka menciptakan situasi di mana barang-barang seperti kapas menjadi sangat berharga. Di tengah situasi ini, spekulasi kapas menjadi aktivitas yang menguntungkan namun kontroversial.
Spekulan, termasuk banyak di antaranya orang Yahudi, sering kali menghadapi tuduhan eksploitatif dan melanggar hukum. Dalam upayanya untuk menjaga ketertiban dan stabilitas di wilayah yang baru direbut, Grant merasa perlu untuk menindak tegas praktik perdagangan ilegal. Namun, pendekatannya yang menargetkan seluruh kelompok agama adalah tindakan yang melampaui batas kewajaran dan menimbulkan kecaman luas.
Baca juga : Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Baca juga : Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Baca juga : Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Respons Pemerintah dan Komunitas Yahudi
Pengusiran orang Yahudi oleh Grant menimbulkan gelombang protes dan kecaman dari berbagai pihak. Cesar Kaskel dan komunitas Yahudi lainnya menunjukkan kekuatan advokasi mereka dengan cepat menggalang dukungan dan menghubungi pejabat tinggi di Washington. Langkah-langkah ini merupakan contoh penting dari aksi komunitas yang efektif dalam sistem demokrasi, di mana hak-hak individu dan kelompok dapat dipertahankan melalui upaya bersama.
Respons cepat Presiden Lincoln menunjukkan komitmen pemerintah terhadap prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Lincoln, yang terkenal dengan kebijakan pembebasannya dan pendekatannya yang inklusif, mengambil tindakan tegas untuk membatalkan Perintah No. 11. Tindakan ini memperkuat reputasi Lincoln sebagai pemimpin yang berkomitmen pada keadilan dan persamaan hak.
Warisan dan Implikasi Peristiwa Ini
Meskipun Perintah No. 11 hanya berlangsung singkat, dampaknya terhadap komunitas Yahudi dan sejarah Amerika sangat signifikan. Peristiwa ini mengingatkan kita akan bahaya dari tindakan diskriminatif dan pentingnya respons cepat dari pemerintah dalam menegakkan keadilan. Pengakuan kesalahan oleh Grant dan tindakan cepat Lincoln untuk membatalkan perintah tersebut menunjukkan bahwa bahkan dalam masa perang, prinsip-prinsip dasar keadilan dan hak asasi manusia harus dijunjung tinggi.
Peristiwa ini juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh komunitas minoritas dalam sejarah Amerika. Pengusiran ini adalah salah satu dari sedikit contoh resmi antisemitisme di pemerintahan Amerika Serikat dan menjadi pengingat akan pentingnya terus memperjuangkan hak-hak sipil dan kesetaraan. Ini juga menyoroti bagaimana prasangka dan stereotip dapat menyebabkan kebijakan yang tidak adil dan merugikan.
Selain itu, tindakan Grant mencerminkan ketegangan yang sering kali muncul antara kebutuhan militer dan hak-hak sipil selama masa perang. Keputusan untuk mengusir seluruh kelompok agama karena tindakan beberapa individu adalah contoh dari reaksi berlebihan yang dapat terjadi dalam situasi krisis. Respons dari komunitas Yahudi dan tindakan cepat Lincoln untuk membatalkan perintah ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip keadilan dapat dipertahankan bahkan di masa yang paling sulit.
Pengusiran orang Yahudi oleh Jenderal Ulysses S. Grant pada tahun 1862 adalah peristiwa yang menonjol dalam sejarah Perang Saudara Amerika. Tindakan ini, yang didorong oleh keyakinan bahwa spekulan kapas Yahudi adalah ancaman terhadap upaya perang, menimbulkan kecaman luas dan memicu respons cepat dari pemerintah. Meskipun Perintah No. 11 hanya berlangsung singkat, dampaknya terhadap komunitas Yahudi dan warisan sejarahnya sangat signifikan.
Peristiwa ini mengingatkan kita akan bahaya tindakan diskriminatif dan pentingnya advokasi komunitas dalam mempertahankan hak-hak mereka. Pengakuan kesalahan oleh Grant dan tindakan cepat Lincoln untuk membatalkan perintah tersebut menunjukkan bahwa prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia harus selalu dijunjung tinggi, bahkan di masa perang. Sebagai salah satu episode dalam sejarah Perang Saudara Amerika, ini adalah contoh penting dari dinamika kekuasaan, tanggung jawab, dan prinsip-prinsip keadilan yang terus relevan hingga hari ini. *Mukroni
Sumber history.com
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan Tinggi PBB
Türkiye Bergabung dalam Kasus Genosida Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ
Chile Bergabung dengan Afrika Selatan dalam Kasus Genosida Terhadap Israel di ICJ
Selebriti AS Berunjuk Rasa untuk Palestina di Tengah Meningkatnya Konflik Gaza
Steven Seagal Terima Penghargaan dari Putin, Sampaikan Pidato Kontroversial tentang Ukraina
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut