Jakarta, Kowantaranews.com -Pada 9 Juni 2024, Arab Saudi mengumumkan keputusan mengejutkan yang mengguncang fondasi perekonomian global: tidak memperbarui perjanjian Petro Dollar dengan Amerika Serikat. Perjanjian ini, yang telah berlangsung selama 75 tahun, menandai berakhirnya era dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia dan memiliki implikasi besar bagi stabilitas ekonomi global. Andrei Jikh, seorang pakar ekonomi, menjelaskan dampak signifikan dari perubahan ini dan bagaimana dunia mungkin akan mengalami pergeseran besar dalam lanskap keuangan.
Sejarah Perjanjian Petro Dollar
Perjanjian Petro Dollar bermula setelah Perang Dunia II, ketika Arab Saudi setuju untuk menjual minyaknya hanya dalam dolar AS. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat memberikan perlindungan militer dan dukungan politik kepada Arab Saudi. Perjanjian ini menggantikan standar emas dan memungkinkan dolar AS menjadi mata uang utama dalam perdagangan minyak, yang pada gilirannya memperkuat posisi dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Keuntungan bagi Amerika Serikat sangat besar: negara ini bisa mencetak uang tanpa menimbulkan inflasi yang berlebihan, karena permintaan global yang tinggi untuk dolar AS.
Pengumuman Baru dari Arab Saudi
Pengumuman pangeran Arab Saudi untuk tidak memperbarui kontrak Petro Dollar menandakan perubahan dramatis dalam hubungan ekonomi global. Keputusan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendiversifikasi aliansi ekonomi dan politik Arab Saudi. Menurut Andrei Jikh, langkah ini dapat dilihat sebagai tanda dari pergeseran kekuatan ekonomi dunia dari dominasi Barat ke ekonomi yang lebih multipolar.
Dampak Ekonomi Langsung
1. Kenaikan Suku Bunga: Keputusan Arab Saudi diprediksi akan menyebabkan kenaikan suku bunga global. Tanpa permintaan yang konstan untuk dolar AS dalam perdagangan minyak, tekanan inflasi mungkin meningkat di Amerika Serikat, yang memaksa Federal Reserve menaikkan suku bunga. Ini akan berdampak langsung pada konsumen, dengan pinjaman hipotek, sewa, pinjaman mobil, pinjaman mahasiswa, dan kartu kredit menjadi lebih mahal.
2. Tekanan pada Sistem Perbankan: Kenaikan suku bunga dapat menambah tekanan pada sistem perbankan AS, yang mungkin sudah rapuh setelah krisis keuangan sebelumnya. Bank akan menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi dan mungkin perlu meningkatkan suku bunga pada produk keuangan mereka, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan kredit dan konsumsi.
Baca juga : Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
Baca juga : HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
Baca juga : PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
3. Defisit Nasional dan Anggaran Federal: Kenaikan suku bunga juga akan memperbesar biaya utang pemerintah AS. Dengan defisit nasional yang terus meningkat, biaya pembayaran bunga yang lebih tinggi akan menambah beban anggaran federal, yang berpotensi memaksa pemerintah untuk menaikkan pajak atau memotong pengeluaran pada program-program penting.
4. Nilai Dolar AS: Tanpa perjanjian Petro Dollar, nilai dolar AS dapat mengalami tekanan penurunan. Dolar yang lebih lemah akan membuat impor lebih mahal, meningkatkan biaya barang-barang konsumsi, dan menambah tekanan inflasi. Di sisi lain, eksportir AS mungkin melihat peningkatan daya saing di pasar global karena barang-barang mereka menjadi lebih murah dalam mata uang lokal.
Alasan di Balik Keputusan Arab Saudi
Langkah Arab Saudi untuk tidak memperbarui perjanjian Petro Dollar bukanlah keputusan yang tiba-tiba. Beberapa faktor mendasari keputusan ini:
1. Aliansi dengan BRICS: Arab Saudi telah menunjukkan komitmen yang meningkat terhadap aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Aliansi ini, yang terdiri dari beberapa ekonomi berkembang terbesar di dunia, telah bekerja untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan menciptakan sistem perdagangan yang lebih beragam dan inklusif.
2. Diversifikasi Ekonomi: Sebagai bagian dari Visi 2030, Arab Saudi berusaha mendiversifikasi ekonominya dari ketergantungan pada minyak. Keputusan untuk tidak memperbarui perjanjian Petro Dollar memungkinkan Arab Saudi mengeksplorasi opsi perdagangan yang lebih luas dengan berbagai mata uang, memperkuat ekonomi domestiknya, dan mengurangi ketergantungan pada satu mata uang atau negara.
3. Ketegangan Geopolitik: Ketegangan geopolitik antara Arab Saudi dan Amerika Serikat mungkin juga berperan dalam keputusan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara kedua negara mengalami pasang surut, dengan berbagai isu yang mempengaruhi kerjasama mereka. Arab Saudi mungkin melihat ini sebagai kesempatan untuk memperkuat posisinya di panggung internasional dengan mengurangi ketergantungan pada AS.
Masa Depan Dominasi Dolar
Menurut Andrei Jikh, keputusan ini bisa menandakan berakhirnya dominasi keuangan global Amerika Serikat. Ekspor utama Amerika yang paling terkenal adalah dolar AS itu sendiri. Ekonomi AS telah mendapat manfaat besar dari kemampuan untuk mengekspor dolar dan menerbitkan utang dalam bentuk obligasi negara, yang menciptakan ekonomi yang stabil, suku bunga lebih rendah, dan likuiditas pasar keuangan yang tinggi. Namun, dengan semakin banyak negara yang mengurangi ketergantungan pada dolar, AS menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya.
Potensi Konsekuensi dan Tindakan yang Dapat Diambil
1. Kenaikan Pajak: Untuk menutupi defisit yang semakin besar, pemerintah AS mungkin perlu mempertimbangkan kenaikan pajak. Ini dapat memicu ketidakpuasan publik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.
2. Kenaikan Biaya Pinjaman: Kenaikan suku bunga akan membuat biaya pinjaman lebih tinggi untuk konsumen dan bisnis. Ini bisa memperlambat investasi dan konsumsi, yang pada gilirannya dapat menekan pertumbuhan ekonomi.
3. Strategi Diversifikasi: AS mungkin perlu mencari cara untuk mendiversifikasi ekspornya dan mengurangi ketergantungan pada ekspor dolar. Ini bisa melibatkan peningkatan daya saing industri domestik dan eksplorasi pasar baru.
Penghentian perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi menandai awal dari era baru dalam perekonomian global. Dampak penuh dari keputusan ini masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi jelas bahwa ini merupakan perubahan besar yang akan mempengaruhi generasi mendatang. Dunia akan menyaksikan bagaimana kekuatan ekonomi global beralih dari dominasi Barat ke ekonomi yang lebih multipolar, dengan negara-negara seperti Arab Saudi memainkan peran kunci dalam menentukan arah masa depan perdagangan internasional.
Langkah ini menggarisbawahi pentingnya diversifikasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan global. Amerika Serikat, bersama dengan negara-negara lain, harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan peluang yang muncul dari pergeseran ini. Sementara itu, para investor dan pelaku ekonomi perlu memantau perkembangan ini dengan cermat untuk menyesuaikan strategi mereka dan mengurangi risiko.
Andrei Jikh menyimpulkan bahwa dunia berada di persimpangan penting, dan bagaimana kita merespons perubahan ini akan menentukan stabilitas dan kemakmuran ekonomi global di masa depan. *Mukroni
Sumber islamicity.org
Foto timelinedaily.com
- Berita Terkait :
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan Tinggi PBB
Türkiye Bergabung dalam Kasus Genosida Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ
Chile Bergabung dengan Afrika Selatan dalam Kasus Genosida Terhadap Israel di ICJ
Selebriti AS Berunjuk Rasa untuk Palestina di Tengah Meningkatnya Konflik Gaza
Steven Seagal Terima Penghargaan dari Putin, Sampaikan Pidato Kontroversial tentang Ukraina
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza