Jakarta, Kowantaranews.com -Di tengah kekacauan dan penderitaan yang diakibatkan oleh konflik berkepanjangan di Jalur Gaza, cerita tentang warga Palestina yang mencoba melarikan diri dari wilayah tersebut mencerminkan salah satu sisi gelap dari krisis kemanusiaan yang berlangsung. Jalur Gaza, dengan sejarah panjang kekerasan dan blokade, telah menjadi tempat di mana harapan untuk masa depan yang lebih baik semakin sulit dicapai. Dalam situasi ini, melarikan diri ke Mesir melalui terminal Rafah, satu-satunya titik keluar dari Gaza, telah menjadi impian bagi banyak orang yang terjebak di sana. Namun, kenyataannya, perjalanan ini jauh dari mudah dan murah. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana proses pelarian ini berubah menjadi bisnis yang menguntungkan bagi beberapa individu dan kelompok, tetapi dengan biaya yang sangat mahal bagi mereka yang mencoba melarikan diri.
Situasi di Jalur Gaza
Sejak dimulainya konflik terbaru antara Israel dan kelompok militan di Gaza, situasi di wilayah tersebut semakin memburuk. Pengeboman yang terus berlanjut oleh militer Israel telah menyebabkan ribuan kematian dan kerusakan infrastruktur yang luas. Blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir telah mengisolasi Gaza dari dunia luar, membuat warga Palestina di sana menghadapi kekurangan pangan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Dalam kondisi seperti ini, melarikan diri menjadi satu-satunya jalan keluar bagi banyak orang.
Bisnis Izin Keluar
Melarikan diri dari Gaza melalui terminal Rafah ke Mesir bukanlah tugas yang mudah. Terminal ini, yang seringkali menjadi satu-satunya titik keluar yang tersedia bagi warga Palestina, telah menjadi sasaran kontrol ketat oleh otoritas Mesir. Dalam situasi seperti ini, muncul peluang bisnis bagi sejumlah broker dan agen perjalanan yang menawarkan izin keluar dengan harga yang sangat tinggi. Penyelidikan oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dan situs pengecekan fakta independen Mesir, Saheeh Masr, mengungkapkan bahwa izin keluar ini dijual dengan harga antara $4.500 hingga $10.000 untuk warga Palestina, dan antara $650 hingga $1.200 untuk warga Mesir.
Mekanisme Penjualan Izin
Broker dan agen perjalanan yang menawarkan izin keluar ini seringkali beroperasi dengan cara yang tidak transparan dan meragukan. Salah satu agen perjalanan yang sering disebut oleh warga Gaza adalah Hala Consulting and Tourism, yang didirikan oleh Ibrahim El-Argani, seorang pengusaha dari wilayah Sinai yang memiliki hubungan dengan badan intelijen Mesir. Perantara ini menjual izin keluar kepada warga Palestina dengan harga yang sangat tinggi, memanfaatkan keputusasaan mereka untuk melarikan diri dari situasi yang semakin buruk di Gaza.
Baca juga : Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Baca juga : Apple Dituduh Mendukung Konflik Israel-Palestina: Karyawan Menuntut Penghentian Sumbangan Kontroversial
Baca juga : Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Kisah Para Pelarian
Penyelidik OCCRP dan Saheeh Masr berbicara dengan 15 warga Palestina dan Mesir yang telah beralih ke perantara untuk mendapatkan izin keluar. Dari mereka, hanya dua yang berhasil meninggalkan Gaza setelah membayar $4.500 masing-masing. Tiga orang lainnya ditipu oleh broker dan kehilangan uang mereka. Sisanya berusaha mengumpulkan dana yang diperlukan dengan menjual emas atau barang-barang pribadi mereka, meminjam dari keluarga dan teman, atau melalui crowdfunding online.
Rasha Ibrahim, salah satu warga Palestina yang mencoba melarikan diri, menjelaskan betapa sulitnya mengumpulkan uang yang diperlukan. “Saya menjual perhiasan saya, meminjam dari saudara-saudara saya, dan bahkan meminta bantuan dari orang-orang yang saya kenal di media sosial. Tapi itu belum cukup. Setiap kali saya hampir mencapai jumlah yang diperlukan, harga izin keluar meningkat lagi,” katanya.
Eksploitasi di Tengah Keputusasaan
Eksploitasi yang dilakukan oleh para broker ini mencerminkan tingkat keputusasaan yang dirasakan oleh warga Palestina di Gaza. Dengan biaya yang sangat tinggi, banyak yang harus mengorbankan segala sesuatu yang mereka miliki hanya untuk memiliki kesempatan meninggalkan wilayah tersebut. Keuntungan besar yang diperoleh oleh para broker ini datang dari penderitaan dan keputusasaan orang-orang yang terjebak dalam situasi konflik.
Respon Internasional
Kondisi ini telah memicu kritik dari berbagai organisasi hak asasi manusia dan komunitas internasional. Mereka menyerukan agar ada tindakan lebih lanjut untuk melindungi warga sipil di Gaza dan memastikan bahwa mereka yang ingin melarikan diri dari kekerasan dapat melakukannya tanpa harus membayar biaya yang sangat tinggi. Selain itu, ada dorongan untuk menuntut pertanggungjawaban para perantara yang memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadi.
Upaya Penanganan
Meski demikian, solusi jangka panjang untuk masalah ini tetap sulit dicapai. Blokade dan kontrol ketat di perbatasan Gaza terus berlanjut, sementara kebutuhan mendesak warga Palestina untuk bantuan kemanusiaan semakin meningkat. Organisasi kemanusiaan terus bekerja untuk memberikan bantuan yang diperlukan, namun tantangan logistik dan keamanan membuat upaya mereka sering kali terhambat.
Kisah Berlanjut
Kisah tentang bagaimana warga Palestina yang mencoba melarikan diri dari Gaza diperas oleh para broker ini hanyalah salah satu dari banyak cerita tentang penderitaan dan ketidakadilan yang terjadi di wilayah tersebut. Konflik berkepanjangan dan blokade yang melumpuhkan telah menciptakan situasi di mana harapan untuk masa depan yang lebih baik terasa semakin jauh. Sementara itu, upaya untuk melarikan diri dari Gaza tetap menjadi jalan berliku yang penuh dengan risiko dan biaya yang sangat mahal.
Dalam menghadapi situasi ini, penting bagi komunitas internasional untuk terus memberikan perhatian dan dukungan kepada warga Palestina di Gaza. Eksploitasi yang dilakukan oleh para broker yang menjual izin keluar dengan harga yang sangat tinggi harus dihentikan, dan solusi yang lebih manusiawi dan adil harus ditemukan untuk membantu mereka yang terjebak dalam konflik ini. Tanpa upaya bersama untuk mengatasi akar permasalahan dan memberikan bantuan yang diperlukan, penderitaan warga Palestina di Gaza akan terus berlanjut, dan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik akan tetap menjadi mimpi yang sulit terwujud. *Mukroni
Sumber lemonde.fr
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan Tinggi PBB
Türkiye Bergabung dalam Kasus Genosida Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ
Chile Bergabung dengan Afrika Selatan dalam Kasus Genosida Terhadap Israel di ICJ
Selebriti AS Berunjuk Rasa untuk Palestina di Tengah Meningkatnya Konflik Gaza
Steven Seagal Terima Penghargaan dari Putin, Sampaikan Pidato Kontroversial tentang Ukraina
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza