• Ming. Okt 6th, 2024

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Wartawan, Diplomat, dan Anjing Pelacak: Siapa Bilang Meliput Sidang PBB Itu Mudah?

ByAdmin

Sep 26, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Setiap tahun, kota New York menjadi panggung pertemuan terbesar para pemimpin dunia. Sidang Majelis Umum PBB menarik perhatian media internasional, diplomat, dan para aktivis. Namun, bagi mereka yang bertugas meliput acara bergengsi ini, glamor seringkali jauh dari kenyataan. Di balik berita headline yang menghiasi surat kabar dan siaran televisi, tersembunyi perjuangan para wartawan yang harus melintasi labirin pengamanan ketat, diplomasi yang ruwet, dan bahkan ancaman geopolitik global. Meliput Sidang Majelis Umum PBB tidak semudah yang dibayangkan.

Proses Masuk: Seperti Melalui Benteng Militer

Pintu gerbang utama kompleks Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York tampak seperti benteng dengan penjagaan ketat. Di sinilah para wartawan, diplomat, dan pejabat pemerintahan dari berbagai negara harus melewati serangkaian pemeriksaan keamanan yang hampir setara dengan protokol militer. Pada pintu masuk yang ditandai sebagai “Pintu 46,” khusus untuk awak media, sebuah pemandangan yang mengingatkan pada perbatasan militer di era Perang Dingin: petugas keamanan dengan seragam lengkap, anjing pelacak, dan peralatan deteksi yang canggih.

“Taruh semua tas di pinggir pagar dan tunggu di sebelah kanan. Semua barang bawaan harus dicek dulu oleh anjing pelacak kami,” suara lantang dari salah satu petugas keamanan terdengar keras saat mengatur antrean wartawan yang ingin masuk. Tidak ada kartu identitas, tidak ada akses. Bahkan jika seseorang mencoba merayu atau menyuap, keamanan tidak akan melunak.

Ini hanyalah tahap pertama. Sejak satu blok sebelum gerbang utama, para petugas dari berbagai satuan sudah berjaga-jaga. Selain personel PBB, ada polisi New York (NYPD), agen Dinas Rahasia AS (Secret Service), dan anggota badan keamanan federal lainnya yang ditempatkan untuk menjaga keamanan. Jangan berharap bisa menembus mereka tanpa kartu media atau identitas resmi.

Bagi para jurnalis, ini adalah ritual tahunan yang sudah menjadi “bagian dari pekerjaan”. Namun, di tengah semakin memanasnya situasi geopolitik global—dengan perang yang belum usai antara Rusia dan Ukraina, serta konflik baru yang meletus antara Israel dan Lebanon—pengamanan tahun ini lebih intens daripada biasanya. Sidang Majelis Umum PBB bukan hanya tentang pidato para pemimpin dunia, tetapi juga tentang menjaga stabilitas dan mencegah potensi ancaman terorisme yang bisa terjadi kapan saja.

Baca juga : Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!

Baca juga : Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina

Baca juga : Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia

Dalam Gedung: Rute yang Menguji Kesabaran

Setelah melewati serangkaian pemeriksaan ketat di luar gedung, jangan berpikir bahwa tantangan telah usai. Di dalam gedung Markas Besar PBB, tingkat pengamanan tidak berkurang. Wartawan harus terus menunjukkan kartu identitas mereka, dan banyak area yang tetap tertutup untuk akses media. Ruangan-ruangan pertemuan tertutup hanya bisa diakses oleh diplomat tingkat tinggi atau kepala negara. Bagi para wartawan, akses terbatas dan arah jalan yang berbelit-belit menjadi bagian dari tantangan sehari-hari.

“That’s the only way,” (Hanya itu satu-satunya jalan masuk), kalimat yang sering terdengar dari mulut satpam atau petugas keamanan PBB ketika wartawan bertanya apakah ada jalan pintas. Tentu saja, jalan pintas jarang ada. Bahkan diplomat pun kerap terjebak dalam labirin koridor gedung PBB. Jalur yang ditutup membuat perjalanan berputar mengelilingi kompleks yang luas dan melelahkan.

Bukan hal yang aneh jika dalam satu hari wartawan bisa berjalan hingga 15.000 langkah hanya untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Jika beruntung, wartawan bisa didampingi oleh staf dari Perutusan Tetap Indonesia untuk PBB atau dari Kementerian Luar Negeri yang bertugas membantu mereka. Jika tidak, bersiaplah untuk tersesat di labirin diplomatik yang tidak memiliki penanda jelas bagi pers.

Lebih dari Sekadar Peliputan: Diplomasi, Lobi, dan Ketegangan

Di luar liputan biasa tentang pidato pemimpin dunia di depan Sidang Majelis Umum, ada dimensi lain dari acara ini yang menarik perhatian, yakni diplomasi dan lobi yang terjadi di balik layar. Di ruang-ruang lobi, koridor sempit, dan area khusus yang tidak dapat diakses oleh media, berlangsung diskusi rahasia dan kesepakatan politik yang bisa mengubah peta geopolitik global.

Sidang Majelis Umum PBB sering dianggap sebagai “pasar lobi tahunan” di mana perwakilan negara bertemu untuk merundingkan isu-isu krusial di luar pandangan media. Lobi diplomatik ini sering lebih berpengaruh daripada pidato resmi yang disampaikan di mimbar utama. Pada tahun 2024, isu seperti utang negara, reformasi PBB, hingga konflik yang berkecamuk di Timur Tengah dan Eropa Timur menjadi sorotan utama.

Namun, di tengah semua negosiasi penting ini, wartawan dihadapkan pada keterbatasan akses. Tidak jarang mereka harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan pernyataan resmi dari delegasi negara mereka atau dari perwakilan organisasi internasional.

“Sulit untuk mengakses informasi langsung dari sumber, karena banyak diplomat yang tidak ingin berbicara sebelum ada keputusan resmi,” ujar seorang jurnalis yang telah meliput Sidang Majelis Umum PBB selama bertahun-tahun. “Kami hanya bisa berharap mendapatkan secuil informasi dari pembicaraan di sela-sela acara atau dari bocoran yang tidak resmi.”

Pengamanan yang Ketat dan Ancaman di Luar

Pengamanan di Sidang Majelis Umum PBB bukan tanpa alasan. Setiap tahunnya, New York menjadi titik fokus diplomatik global, dan keamanan menjadi prioritas utama. Pada tahun 2024, lebih dari 140 pemimpin dunia hadir, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang kehadirannya selalu disertai dengan operasi keamanan besar-besaran.

Secret Service, NYPD, dan badan keamanan lainnya bekerja bahu-membahu untuk memastikan tidak ada celah dalam pengamanan. Ada anjing pelacak, patroli udara dan laut, serta penutupan jalan di seluruh Manhattan. Selama sesi sidang, banyak ruas jalan utama di sekitar kompleks PBB ditutup total, menyebabkan kemacetan parah di kota yang sudah terkenal dengan lalu lintasnya yang padat.

Ini bukan sekadar langkah pencegahan biasa. Ancaman terorisme global, demonstrasi besar-besaran, dan situasi geopolitik yang tidak stabil memaksa pihak keamanan untuk selalu siaga. Pada malam sebelum pembukaan Sidang Majelis Umum, terjadi demonstrasi besar-besaran di Manhattan yang menuntut gencatan senjata di Gaza dan Lebanon. Para demonstran memblokir beberapa ruas jalan utama, membuat situasi semakin rumit bagi petugas keamanan.

Realitas di Balik Liputan

Meliput Sidang Majelis Umum PBB adalah pengalaman yang melelahkan, baik fisik maupun mental. Di satu sisi, wartawan harus berhadapan dengan pengamanan ketat dan akses terbatas; di sisi lain, mereka juga menghadapi tekanan dari kantor berita untuk memberikan laporan terbaru dan eksklusif tentang perkembangan geopolitik global.

Tidak jarang wartawan merasa frustrasi ketika upaya mereka untuk mendapatkan wawancara atau informasi terhenti oleh lapisan demi lapisan pengamanan. Setiap detik mereka harus waspada, mencari celah di balik pagar diplomatik dan protokol yang ketat.

Pada akhirnya, Sidang Majelis Umum PBB bukan hanya panggung bagi pemimpin dunia, tetapi juga medan pertempuran bagi para wartawan yang berusaha menembus “benteng terkuat” dalam dunia diplomasi internasional. Jadi, siapa bilang meliput Sidang PBB itu mudah? *Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!

Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina

Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia

Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional

Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!

IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat

Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik

Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan

Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai

Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza

“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024

Pendekatan Berani Sarah Friedland: Pidato Penghargaan di Festival Film Venesia Soroti Konflik Israel-Palestina

Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’

Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina

Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga

Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS

Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden

Sinergi Ekonomi: Kamala Harris Fokus Pada Tingginya Biaya Hidup dalam Pidato Kebijakan Ekonomi Pertama

Pertemuan Tingkat Tinggi di Shanghai: Upaya Stabilisasi Hubungan Ekonomi AS-Tiongkok di Tengah Ketegangan Perdagangan

Tantangan Ekonomi Triwulan III: Prospek Pertumbuhan di Bawah 5 Persen Akibat Perlambatan Industri dan Konsumsi

Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah

Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang

Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia

Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab

Diskusi Kelompok Terarah di DPR-RI: Fraksi Partai NasDem Bahas Tantangan dan Peluang Gen Z dalam Pasar Kerja Global

Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer

Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung

Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah

Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *