Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia tengah berada di persimpangan jalan dalam menentukan masa depan pendidikan tinggi dan sumber daya manusia. Dengan bonus demografi yang menjadi peluang emas menuju Indonesia Emas 2045, kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan justru menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan akademisi, mahasiswa, dan pemerhati pendidikan. Reshuffle pertama di Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto pada Rabu (19/2/2025) turut menyasar Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro. Satryo yang sempat mengajukan pengunduran diri akhirnya digantikan oleh Guru Besar ITB, Brian Yuliarto.
Pergantian mendadak ini memicu spekulasi publik, terutama setelah munculnya tagar #IndonesiaGelap dan #DaruratPendidikan yang sempat viral di media sosial. Protes luas terjadi akibat kebijakan efisiensi anggaran yang berpotensi mempengaruhi keberlanjutan pendidikan mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, beasiswa lainnya, serta kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik. Kebijakan ini bahkan mengancam kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akibat pemotongan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) serta bantuan untuk PTN berbadan hukum.
Krisis Anggaran Pendidikan: Efisiensi atau Pengabaian?
Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pada Rabu (12/2), Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan seharusnya tidak menyentuh aspek krusial yang berdampak langsung pada mahasiswa dan tenaga pendidik. Menurut perhitungan internal Kemendiktisaintek, efisiensi masih dapat dilakukan tanpa memangkas hingga 25 persen seperti yang diajukan oleh Kementerian Keuangan. Kemendiktisaintek sendiri mengusulkan pemangkasan sebesar Rp6,7 triliun atau sekitar 12 persen dari total pagu anggaran Rp56,6 triliun.
Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Kebijakan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuai kritik keras. Isu ini memicu kemarahan publik, terutama ketika masyarakat menyadari dampak langsung pemotongan anggaran terhadap sektor pendidikan dan kesehatan. Gelombang aksi unjuk rasa dan diskusi publik semakin membesar, menuntut kejelasan dari pemerintah terkait arah kebijakan anggaran pendidikan.
Menanggapi situasi yang memanas, pemerintah akhirnya memberikan klarifikasi bahwa pemotongan tidak akan menyentuh anggaran pendidikan yang bersifat bantuan sosial atau layanan publik institusi pendidikan. Efisiensi akan lebih difokuskan pada pengurangan biaya perjalanan dinas, rapat, dan pembangunan fisik yang masih dapat ditunda.
Namun, hal ini belum sepenuhnya meredam kekhawatiran publik. Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, Satria Unggul Wicaksana, menyebut bahwa pergantian Mendiktisaintek kemungkinan besar disebabkan oleh blunder komunikasi terkait kebijakan pemotongan anggaran pendidikan.
“Sebenarnya, ini bukan hanya soal komunikasi yang buruk, tetapi juga karena pemangkasan anggaran pendidikan bisa berujung pada kebijakan yang inkonstitusional. Undang-undang mengamanatkan minimal 20 persen dari APBN harus dialokasikan untuk pendidikan,” ujar Satria.
Bonus Demografi: Peluang atau Bom Waktu?
Indonesia sedang menghadapi bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan usia nonproduktif. Jika dikelola dengan baik, kondisi ini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan, sebagaimana yang pernah dialami Jepang, China, dan Singapura.
Namun, jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan secara optimal, bonus demografi justru dapat menjadi bencana. Data menunjukkan bahwa Human Capital Index (HCI) Indonesia masih berada di angka 0,54 persen, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara yang telah sukses memanfaatkan bonus demografi mereka. Pemerintah menargetkan peningkatan HCI menjadi 0,73 persen, tetapi dengan pemangkasan anggaran pendidikan, target ini menjadi semakin sulit untuk dicapai.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyoroti lemahnya komitmen pemerintah dalam mendukung sektor pendidikan.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Jangan sampai generasi muda kita menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Tanpa pendidikan yang memadai, bonus demografi bisa berubah menjadi beban demografi,” kata Ubaid.
Peningkatan kualitas pendidikan tinggi sangat erat kaitannya dengan kesiapan tenaga kerja yang kompetitif di pasar global. Dalam pemerintahan sebelumnya, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi salah satu strategi utama dalam menyiapkan lulusan yang lebih adaptif terhadap kebutuhan industri. Program ini mencakup magang, kuliah di luar negeri, hingga pengembangan wirausaha berbasis teknologi. Jika pendanaan untuk program-program ini dikurangi, maka upaya meningkatkan daya saing lulusan pun ikut terhambat.
Baca juga : Jejak Emas Diaspora Indonesia: Inovasi dan Dedikasi untuk Tanah Air
Baca juga : Talenta Emas Nusantara Terbang ke Negeri Singa: Indonesia Kehilangan Generasi Jenius?
Baca juga : Australia di Ambang Revolusi Digital: Larang Anak-Anak Bermedia Sosial!
Mendiktisaintek Baru: Tantangan Berat di Depan Mata
Dengan dilantiknya Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang baru, harapan masyarakat kini tertuju padanya untuk mencari solusi terbaik bagi dunia pendidikan. Dalam pernyataan pertamanya, Brian menegaskan bahwa Kemendiktisaintek akan menjalankan tugasnya sesuai dengan tujuan Astacita, yaitu mengembangkan riset, inovasi, dan industri berbasis sains dan teknologi.
“Kami memegang tanggung jawab besar, tetapi dengan kerja sama dari seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, kami optimis dapat menjalankan program prioritas yang telah dicanangkan,” ujar Brian.
Namun, tantangan yang dihadapi Brian tidaklah ringan. Ia harus mampu menyeimbangkan antara kebijakan efisiensi anggaran dengan kebutuhan mendesak sektor pendidikan tinggi. Selain itu, komunikasi yang lebih baik dengan publik dan pemangku kepentingan menjadi hal yang krusial untuk menghindari kesalahan strategi seperti yang terjadi sebelumnya.
Menanti Langkah Konkret Pemerintah
Indonesia sedang berada dalam momen kritis dalam menentukan arah kebijakan pendidikan tinggi. Bonus demografi yang seharusnya menjadi peluang justru terancam oleh kebijakan pemangkasan anggaran yang tidak berpihak pada sektor pendidikan.
Para akademisi, mahasiswa, dan pengamat pendidikan kini menantikan langkah konkret dari pemerintah. Apakah pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan agar pendidikan tetap menjadi prioritas, atau justru tetap kukuh pada kebijakan efisiensi yang berisiko mengorbankan generasi penerus bangsa?
Jika kebijakan tidak segera dikoreksi, maka dikhawatirkan dampaknya akan terasa dalam jangka panjang. Sejarah mencatat bahwa negara-negara yang gagal memanfaatkan bonus demografi akhirnya mengalami stagnasi ekonomi dan kesenjangan sosial yang semakin memburuk.
Kini, keputusan ada di tangan pemerintah. Akankah pendidikan tetap menjadi prioritas utama dalam membangun Indonesia Emas 2045, atau justru menjadi sektor yang dikorbankan atas nama efisiensi anggaran? Waktu yang akan menjawabnya. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Talenta Emas Nusantara Terbang ke Negeri Singa: Indonesia Kehilangan Generasi Jenius?
Australia di Ambang Revolusi Digital: Larang Anak-Anak Bermedia Sosial!
Skandal Besar Seleksi Guru PPPK: Pengabdian yang Dikhianati, Harapan yang Dicuri!
Kemerdekaan Pers Terancam! Kekerasan dan Krisis Ekonomi Mencekik Media Tanah Air
Tantangan Nadia Lestari: Transportasi Jakarta yang Masih Kurang Ramah bagi Difabel ?
Rokok Tetap Murah, Jumlah Perokok Meningkat: Krisis Kesehatan Makin Mengancam!
Indonesia Naik Setingkat, Dunia Gemetar: Juara 46 Daya Saing SDM!
Paus Fransiskus Terkesan dengan Keindahan Indonesia dalam Lawatan Apostoliknya
Mantan Wapres hingga Menteri Mengenang Faisal Basri: Ekonom Kritis yang Berpulang
Teladan Kesederhanaan dan Perdamaian: Pesan Paus Fransiskus dalam Kunjungannya ke Indonesia
Paus Fransiskus Cetak Rekor dalam Lawatan Asia-Oseania
Paus Fransiskus Serukan Perdamaian dan Persaudaraan di Tengah Konflik Global
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Simbol Persahabatan Lintas Agama
Peringatan HUT RI di Beijing 2024: Gempita Merdeka dengan Kuliner Nusantara
Negara Kesatuan di Ujung Tanduk: Tantangan NKRI di Tengah Ketidakadilan dan Pluralitas
Nasionalisme di Persimpangan: Antara Globalisasi dan Identitas Bangsa
Merdeka di Atas Kertas, Belum Merdeka di Kehidupan Sehari-hari
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi