Jakarta, Kowantaranews.com – Di sebuah sudut dunia yang dulu dikenal sebagai surga pantai tropis, kini berdiri sebuah “kampung” yang tak biasa. Orang-orang lokal menyebutnya “Kampung Dewa,” sebuah julukan yang awalnya terdengar megah, tapi kini lebih cocok disebut sebagai irony of the century. Di sini, para politikus dan pengusaha dari Indonesia—yang seharusnya sibuk membangun negeri—malah asyik bermain dadu, memutar slot, dan mengatur bandar judi online. Sementara itu, rakyat kecil yang jadi “pemain” hanya bisa pasrah menatap dompet kosong dan mimpi yang makin jauh dari jangkauan.
Selamat datang di Kampung Dewa, tempat di mana hukum jadi abu-abu, uang mengalir deras seperti sungai Mekong, dan moralitas? Yah, itu cuma jadi hiasan di bio media sosial para pelakunya.
Dari DPR ke Meja Judi
Bayangkan ini: seorang wakil rakyat yang biasanya duduk di ruang sidang megah DPR, lengkap dengan jas rapi dan pin emas di dada, kini duduk di kursi empuk di lantai kasino. Di tangan kanannya, segelas wiski premium. Di tangan kiri, ponsel pintar yang menampilkan dashboard transaksi judi online. Ini bukan skenario film Hollywood, tapi realitas yang terungkap dari investigasi terbaru yang dilakukan tim wartawan independen, termasuk penulis, di Sihanoukville, Kamboja.
Salah satu nama yang mencuat adalah sosok yang tak asing di jagat politik Indonesia: seorang anggota DPR dari partai besar yang konon punya saham di Golden Oasis Entertainment, salah satu perusahaan judi terbesar di kawasan ini. Namanya? Mari kita sebut saja “Pak Harta” untuk sementara—tunggu sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau interpol bergerak untuk mengonfirmasi. Pak Harta, menurut sumber yang kami temui di lapangan, tak hanya jadi investor pasif. Dia juga ikut mengatur strategi agar situs judi online yang dikelola perusahaannya tetap bisa diakses di Indonesia meski diblokir Kominfo. Caranya? VPN, server bayangan, dan tentu saja, “oli” untuk melicinkan jalur birokrasi.
“Di sini, semua orang tahu siapa bosnya,” kata seorang pekerja kasino yang kami temui di sebuah warung kopi kecil di pinggir kota. Pria berusia 30-an ini, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku sudah tiga tahun bekerja di Kampung Dewa. “Banyak orang Indonesia datang ke sini. Ada yang bawa koper penuh duit, ada yang bawa janji manis buat pekerja kayak kami. Tapi ujung-ujungnya, mereka yang di atas yang menang,” ujarnya sambil menyeruput kopi hitam.
Baca Juga : Gelombang Pelantikan Kepala Daerah, Presiden Prabowo Pimpin Era Baru Pemerintahan!
Baca Juga : MK Hapus Presidential Threshold: Era Baru Politik Tanpa Batas Dimulai!
Baca Juga : Pramono-Rano: Gemuruh Kemenangan yang Menggetarkan Jakarta!
Naturalisasi Kilat demi Jackpot
Tak semua pengusaha dan politikus yang terlibat di Kampung Dewa berani menunjukkan muka asli mereka. Banyak dari mereka memilih jalan pintas: jadi warga negara Kamboja. Proses naturalisasi di negara ini ternyata tak serumit yang dibayangkan—tentu saja, dengan syarat kantong tebal dan koneksi yang tepat. Dalam waktu kurang dari setahun, seorang pengusaha asal Jakarta yang dulu dikenal sebagai importir tekstil kini jadi “Tuan Sokha,” pemilik saham mayoritas di Lion Hart Group, perusahaan yang mengoperasikan puluhan situs judi online.
“Kalau di Indonesia ketahuan, bisa masuk bui. Di sini, asal bayar pajak dan ‘salam tempel’ ke oknum yang tepat, semua aman,” kata seorang mantan pegawai Lion Hart yang kini beralih profesi jadi pedagang kecil. Menurutnya, para “dewa” ini tak hanya mengendalikan judi online, tapi juga membangun ekosistem lengkap: dari perekrutan pekerja migran Indonesia hingga pencucian uang lewat bisnis properti dan restoran mewah di Sihanoukville.
Fakta menarik: sebagian besar pekerja di Kampung Dewa adalah anak-anak muda Indonesia yang tergiur gaji besar. Mereka datang dengan janji penghasilan Rp15-20 juta per bulan, tapi kenyataannya, banyak yang terjebak dalam lingkaran utang dan tekanan kerja tak manusiawi. “Saya pikir bakal kerja di kantor biasa. Ternyata disuruh jadi operator chat, nawarin orang main slot tiap hari,” keluh Budi, 25 tahun, yang akhirnya pulang ke Indonesia dengan tangan hampa setelah dua tahun di Kamboja.
Duit Triliunan dan Dompet Rakyat yang Kempis
Skala operasi judi online di Kampung Dewa bukan main-main. Data dari laporan terbaru Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bocor ke publik menyebutkan bahwa transaksi terkait judi online dari dan ke Kamboja mencapai ratusan triliun rupiah dalam setahun terakhir. Sebagian besar uang itu mengalir melalui cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum, atau disamarkan lewat bisnis valuta asing yang sah di mata hukum.
Tapi siapa yang rugi? Tentu saja rakyat kecil. Di Indonesia, judi online jadi momok baru yang menghisap tabungan keluarga. Ibu-ibu yang awalnya iseng main slot demi “cuan cepat” kini nangis di pojokan karena deposito habis. Bapak-bapak yang nekat pasang taruhan bola akhirnya jadi penutup buku pinjol. Sementara itu, di Kampung Dewa, para “bandar” tertawa lelet sambil menghitung untung di vila mewah mereka yang menghadap laut.
“Kami tahu ini salah, tapi apa daya? Kalau yang atas aja santai, kami cuma ikut arus,” kata seorang operator situs judi yang kami wawancarai via aplikasi pesan terenkripsi. Dia mengaku sering melihat nama-nama besar—dari pengusaha properti sampai pejabat daerah—muncul di daftar “VIP player” yang dapat bonus khusus dari situsnya.
Pemerintah: Lihat, Tapi Tak Bertindak?
Di tengah gemerlap Kampung Dewa, pemerintah Indonesia tampak seperti penutup mata yang setia. Kominfo memang rajin memblokir ribuan situs judi online setiap tahun, tapi seperti permainan kucing-tikus, situs baru bermunculan lebih cepat dari yang bisa dikejar. Presiden Prabowo Subianto, yang baru dilantik beberapa bulan lalu, sempat didesak oleh mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti untuk “bereskan sampah ini.” Tapi sampai hari ini, langkah konkret masih sebatas wacana.
“Kalau serius, harusnya ada razia lintas negara bareng interpol. Bukan cuma blokir situs, tapi tangkap orangnya,” kata seorang aktivis anti-judi yang kami temui di Jakarta. Sayurannya? Banyak dari pelaku besar ini punya “tameng” di kalangan elit politik dan penegak hukum, membuat mereka sulit disentuh.
Kampung Dewa: Surga atau Neraka?
Bagi para politikus dan pengusaha yang jadi “bandar,” Kampung Dewa adalah surga. Mereka hidup bak raja: mobil mewah, pesta tiap malam, dan kekayaan yang tak terdeteksi radar pajak. Tapi bagi rakyat kecil—baik yang jadi pekerja di sana maupun pemain di Indonesia—ini adalah neraka yang nyata. Uang habis, keluarga berantakan, dan harapan tinggal kenangan.
Saat matahari terbenam di Sihanoukville, lampu-lampu kasino di Kampung Dewa mulai menyala. Di balik gemerlap itu, ada cerita kelam yang terus berputar: politikus jadi bandar, rakyat jadi pemain, dan hukum cuma penonton setia. Sampai kapan? Mungkin sampai ada “dewa” sejati yang turun tangan—atau setidaknya, sampai KPK punya cukup bensin untuk terbang ke Kamboja.
Untuk saat ini, Kampung Dewa tetap berdiri tegak, mengundang siapa saja yang punya cukup nyali dan dompet tebal untuk masuk ke dalam permainan. Sayuran yang pasti: pemenangnya bukan Anda, tapi mereka yang duduk di atas meja bandar. By Mukroni
Foto Kowantaranews
Sumber Tempo
- Berita Terkait
Gelombang Pelantikan Kepala Daerah, Presiden Prabowo Pimpin Era Baru Pemerintahan!
MK Hapus Presidential Threshold: Era Baru Politik Tanpa Batas Dimulai!
Pramono-Rano: Gemuruh Kemenangan yang Menggetarkan Jakarta!
Gemuruh Kemenangan Pramono-Rano: Demokrasi Jakarta Menang Melawan Manipulasi!
Tipis Tapi Epik! Pramono Anung-Rano Karno Taklukkan Jakarta dengan 50,07% Suara
Hasil Sementara Internal: Pramono-Rano Capai 50,09% Suara di Pilkada DKI Jakarta 2024
Kembali ke Federalisme: Membangun Otonomi untuk Pembangunan yang Merata
Membangun Keadilan Melalui Otonomi: Gagasan Negara Federal untuk Indonesia
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung