Jakarta, Kowantaranews.com -Di balik hingar-bingar konflik dan seruan kebangsaan yang lantang, sering kali tersimpan dinamika politik yang licik dan tak terlihat. Salah satu figur yang kerap menjadi sorotan dalam perbincangan ini adalah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Selama bertahun-tahun, Netanyahu, yang dikenal sebagai seorang pemimpin keras, telah menavigasi lanskap politik domestik dan internasional dengan kecerdasan yang luar biasa. Namun, ada sebuah pertanyaan yang menghantui banyak pengamat: apakah dia menggunakan kekuatan militer dan perang untuk memperkokoh kekuasaannya, meski harus mengorbankan nyawa dan penderitaan rakyatnya sendiri?
Netanyahu dan Warisan Konflik
Sejak menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah berulang kali terlibat dalam berbagai konflik bersenjata, baik dengan negara-negara tetangga maupun kelompok-kelompok bersenjata di kawasan seperti Hamas dan Hezbollah. Konflik-konflik ini sering kali dimulai dengan dalih menjaga keamanan nasional Israel dari ancaman eksternal. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, banyak analis yang menyoroti adanya motif politik di balik kebijakan-kebijakan perang Netanyahu.
Perang Lebanon, khususnya, menjadi salah satu contoh nyata dari dinamika ini. Pada tahun 2006, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap Hezbollah di Lebanon. Konflik yang berlangsung selama lebih dari sebulan ini menewaskan ribuan orang, menghancurkan infrastruktur Lebanon, dan mengakibatkan krisis kemanusiaan yang mendalam. Di sisi lain, meski Israel juga mengalami kerugian, Netanyahu dan partai politiknya meraup keuntungan politis yang signifikan dari peristiwa tersebut.
Manuver Politik dalam Konflik
Ketika Netanyahu terlibat dalam kampanye militer, retorika politiknya sering kali sarat dengan nuansa patriotisme dan ketakutan. Dengan menyebut kelompok-kelompok bersenjata seperti Hezbollah dan Hamas sebagai ancaman eksistensial bagi Israel, ia berhasil membangkitkan rasa nasionalisme dan solidaritas di kalangan rakyat Israel. Strategi ini memberikan dukungan politik yang kuat, terutama di kalangan sayap kanan Israel yang memang cenderung mendukung pendekatan keras terhadap Palestina dan negara-negara tetangga.
Namun, apakah strategi ini murni untuk melindungi kepentingan nasional Israel? Banyak kritikus yang berpendapat sebaliknya. Mereka melihat bahwa Netanyahu kerap menggunakan konflik bersenjata sebagai alat untuk memperkuat posisinya di dalam negeri. Setiap kali posisi politiknya goyah atau popularitasnya menurun, ada kecenderungan munculnya eskalasi militer. Dalam konteks politik Israel yang sangat kompetitif, perang sering kali menjadi alat yang efektif untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah domestik seperti korupsi, ketidakadilan sosial, atau bahkan investigasi hukum yang menjeratnya.
Penderitaan Rakyat sebagai Harga yang Dibayar
Di balik setiap keputusan politik dan strategi militer, ada harga yang harus dibayar. Bagi Netanyahu, harga tersebut sering kali berupa nyawa manusia. Setiap konflik yang dipicu oleh kebijakannya tidak hanya menyebabkan kematian dan kehancuran di pihak lawan, tetapi juga mengorbankan nyawa rakyat Israel sendiri. Sejak tahun 2006, ratusan tentara dan warga sipil Israel tewas dalam berbagai konflik dengan Hezbollah, Hamas, maupun negara-negara lain di kawasan Timur Tengah.
Namun, dampak yang lebih luas dirasakan oleh warga sipil di pihak lawan, khususnya di Palestina dan Lebanon. Serangan udara Israel sering kali menghantam wilayah pemukiman, sekolah, dan rumah sakit, mengakibatkan ribuan korban jiwa yang sebagian besar adalah warga sipil. Di Lebanon, misalnya, perang tahun 2006 meninggalkan luka yang dalam bagi masyarakat. Infrastruktur yang porak-poranda, ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan perekonomian yang lumpuh menjadi warisan dari kebijakan militer Netanyahu.
Banyak organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional yang mengutuk tindakan Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu, menyebutnya sebagai tindakan yang tidak proporsional dan melanggar hukum internasional. Meskipun demikian, Netanyahu tetap teguh dengan kebijakannya, sering kali menekankan bahwa semua tindakan militer yang dilakukan adalah demi kepentingan keamanan nasional Israel.
Baca juga : Netanyahu Bicara Damai di PBB Sambil Kirim Bom ke Lebanon: Ironi di Tengah Perang
Baca juga : Semua Salah Kecuali Israel: Netanyahu Pidato di Depan Kursi Kosong PBB
Baca juga : Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!
Politik Kekuasaan: Menunggangi Krisis
Ketika rakyat tengah dilanda ketakutan dan ketidakpastian akibat perang, pemimpin politik yang berhasil memproyeksikan dirinya sebagai pelindung akan mendapatkan dukungan yang besar. Netanyahu tampaknya memahami hal ini dengan sangat baik. Dalam setiap kesempatan, dia memposisikan dirinya sebagai figur yang tak kenal takut dalam menghadapi musuh-musuh Israel. Retorikanya tentang perlindungan terhadap “tanah air Yahudi” dan “melawan terorisme” mampu memikat basis pemilih konservatif yang setia.
Namun, dalam beberapa kesempatan, terlihat jelas bagaimana Netanyahu menggunakan situasi konflik untuk menutupi masalah-masalah domestik. Di saat skandal korupsi yang melibatkan dirinya mulai mencuat, atau ketika partainya menghadapi tantangan politik di dalam negeri, konflik eksternal kerap kali muncul. Hal ini menciptakan persepsi bahwa Netanyahu sengaja memanfaatkan ketegangan militer untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah domestik yang lebih mendesak.
Sebagai contoh, saat menghadapi ancaman pengadilan terkait tuduhan korupsi, Netanyahu kerap mengarahkan fokus pada ancaman eksternal seperti Iran atau Hamas. Setiap kali ketegangan meningkat, media nasional dan internasional cenderung mengalihkan perhatian dari masalah hukum yang dihadapi Netanyahu dan lebih menyoroti kebijakan militernya.
Dilema Etika dan Masa Depan Israel
Kebijakan militer Netanyahu membawa Israel ke dalam dilema etika yang mendalam. Di satu sisi, sebagai negara yang dikelilingi oleh musuh-musuh yang secara terbuka menyerukan penghancurannya, Israel memang perlu mempertahankan kekuatan militernya. Namun di sisi lain, kebijakan perang yang terus menerus tanpa adanya solusi damai jangka panjang hanya akan memperpanjang siklus kekerasan yang tidak berujung.
Banyak warga Israel yang mulai mempertanyakan kebijakan keras Netanyahu, terutama generasi muda yang tumbuh di tengah-tengah ketegangan dan konflik. Mereka merindukan perdamaian dan stabilitas yang sejati, bukan siklus kekerasan yang berulang-ulang. Namun, selama Netanyahu masih berkuasa, tampaknya kebijakan militer akan tetap menjadi poros utama dari politik luar negeri Israel.
Kekuasaan Netanyahu yang dibangun di atas penderitaan dan konflik terus memperpanjang situasi ini. Rakyat Israel, Palestina, dan Lebanon semua menjadi korban dari dinamika politik yang menempatkan kekuasaan pribadi di atas kesejahteraan kolektif. Saat dunia terus menyaksikan, pertanyaan yang tersisa adalah: sampai kapan politik perang Netanyahu akan berlangsung, dan berapa banyak lagi nyawa yang harus dikorbankan demi mempertahankan kekuasaannya?. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Netanyahu Bicara Damai di PBB Sambil Kirim Bom ke Lebanon: Ironi di Tengah Perang
Semua Salah Kecuali Israel: Netanyahu Pidato di Depan Kursi Kosong PBB
Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!
Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina
Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung