Jakarta, Kowantaranews.com -Kebijakan pajak selalu menjadi isu yang sensitif dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Baru-baru ini, rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen telah menjadi perbincangan hangat. Kebijakan ini dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Dasar Kebijakan Kenaikan PPN
Pemerintah telah mengemukakan beberapa alasan di balik rencana kenaikan PPN ini. Salah satunya adalah untuk menyeimbangkan anggaran negara dan mengurangi defisit fiskal. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pembiayaan program-program nasional, termasuk subsidi, infrastruktur, dan penanganan pandemi. Peningkatan PPN dianggap sebagai salah satu solusi untuk menambah pemasukan negara tanpa harus bergantung terlalu banyak pada utang.
Sebagai perbandingan, tarif PPN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Sebagai contoh, Vietnam dan Filipina memiliki tarif PPN sebesar 12 persen, sementara Thailand menetapkan 10 persen. Dengan menaikkan PPN menjadi 12 persen, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan daya saing regional sekaligus menambah ruang fiskal untuk pembiayaan pembangunan.
Dampak terhadap Konsumen
Namun, kenaikan PPN juga memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Sebagai pajak konsumsi, PPN dikenakan pada hampir semua barang dan jasa, kecuali yang mendapat pengecualian tertentu seperti kebutuhan pokok dan layanan kesehatan. Kenaikan tarif PPN berarti harga barang dan jasa yang dikonsumsi sehari-hari akan meningkat.
Daya beli masyarakat yang baru saja pulih dari tekanan pandemi dapat terancam. Harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan daging mungkin tidak langsung terdampak, mengingat kategori ini biasanya bebas PPN. Namun, sektor lain seperti transportasi, pendidikan, dan barang-barang non-esensial kemungkinan besar akan mengalami kenaikan harga.
Bagi kelompok berpendapatan rendah, kenaikan harga ini bisa menjadi beban tambahan. Studi menunjukkan bahwa PPN bersifat regresif, yaitu lebih memberatkan kelompok miskin karena mereka menghabiskan proporsi pendapatan yang lebih besar untuk konsumsi. Hal ini dapat memperluas kesenjangan ekonomi jika tidak disertai dengan langkah-langkah mitigasi yang memadai.
Baca juga : Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia
Baca juga : Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Baca juga : Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Dampak terhadap Dunia Usaha
Sektor usaha juga akan merasakan dampak langsung dari kenaikan PPN. Bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), kebijakan ini bisa menjadi tantangan besar. Dengan naiknya harga barang dan jasa, pelaku usaha mungkin kesulitan menarik konsumen. Selain itu, kenaikan tarif ini dapat meningkatkan biaya administrasi pajak bagi pengusaha kecil yang belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang canggih.
Namun, bagi perusahaan besar, dampaknya mungkin lebih mudah diatasi. Mereka memiliki sumber daya untuk menyesuaikan harga tanpa kehilangan terlalu banyak konsumen. Selain itu, perusahaan besar biasanya memiliki akses yang lebih baik ke insentif pajak atau kebijakan kompensasi lain yang ditawarkan pemerintah.
Langkah Mitigasi yang Diperlukan
Untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah mitigasi. Beberapa di antaranya meliputi:
- Pengecualian dan Penurunan Tarif untuk Barang Esensial: Pemerintah harus memastikan bahwa kebutuhan pokok dan layanan esensial tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif yang lebih rendah. Hal ini untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok miskin.
- Bantuan Langsung Tunai (BLT): Bantuan sosial seperti BLT dapat digunakan untuk membantu kelompok rentan menghadapi kenaikan harga akibat PPN. BLT juga dapat menjadi langkah strategis untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
- Penguatan UMKM: Pemerintah dapat memberikan insentif atau bantuan teknis kepada UMKM agar mereka dapat beradaptasi dengan kebijakan baru ini. Misalnya, pelatihan pencatatan keuangan dan bantuan teknologi untuk mendukung manajemen usaha.
- Edukasi Pajak: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Transparansi dalam penggunaan dana pajak juga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kebijakan ini.
Reaksi Publik dan Pakar
Rencana kenaikan PPN ini menuai berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian masyarakat menganggap kebijakan ini memberatkan, terutama di tengah pemulihan ekonomi yang belum merata. Di sisi lain, beberapa ekonom mendukung langkah ini sebagai upaya memperbaiki struktur pajak dan meningkatkan pendapatan negara.
“Kenaikan PPN memang tidak populer, tetapi ini adalah langkah yang diperlukan untuk memperkuat keuangan negara,” ujar seorang ekonom dari Universitas Indonesia. “Yang penting adalah bagaimana pemerintah mengelola hasil pajak ini dengan transparan dan memastikan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat yang nyata.”
Namun, kelompok oposisi politik dan organisasi masyarakat sipil menilai bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan beban hidup masyarakat. Mereka menuntut agar pemerintah mencari alternatif lain, seperti meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran atau memperluas basis pajak tanpa menaikkan tarif.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah kebijakan yang memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan. Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi meningkatkan beban ekonomi masyarakat dan pelaku usaha.
Kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada bagaimana pemerintah mengelola dampak negatifnya. Dengan langkah mitigasi yang tepat dan transparansi dalam penggunaan pajak, kenaikan PPN dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Namun, tanpa langkah pendukung yang memadai, kebijakan ini berisiko menimbulkan resistensi publik dan memperlambat pemulihan ekonomi nasional. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!
PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!
12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung