• Sel. Jul 1st, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

ByAdmin

Apr 20, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Dunia ekonomi Indonesia kembali dikejutkan oleh gejolak global yang tak terduga. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang baru saja kembali menjabat, mengumumkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% untuk barang impor dari Indonesia. Kebijakan ini merupakan bagian dari perang dagang global yang kini juga melibatkan Tiongkok dan beberapa negara lain. Meski implementasinya ditunda selama 90 hari untuk negosiasi lebih lanjut, ancaman ini telah menciptakan gelombang ketidakpastian yang terasa hingga ke warung tegal (warteg) di pelosok Indonesia. Dari pelemahan rupiah hingga ancaman kredit macet di sektor perbankan, drama ekonomi 2025 ini bak sinetron panjang dengan plot twist yang bikin jantungan.

Tarif Trump dan Perang Dagang Global

Kebijakan tarif ini bukanlah hal baru dalam playbook Trump. Selama masa kepresidenannya sebelumnya, ia dikenal dengan pendekatan proteksionis yang agresif, termasuk tarif tinggi terhadap Tiongkok dan negara-negara mitra dagang AS lainnya. Kini, pada April 2025, Trump kembali mengeluarkan kebijakan serupa dengan alasan “melindungi pekerja Amerika” dan “menyeimbangkan neraca perdagangan”. Indonesia, sebagai salah satu eksportir besar ke AS, menjadi sasaran utama dengan tarif 32% yang dikenakan pada berbagai komoditas, mulai dari furnitur, garmen, hingga elektronik.

Pengumuman ini datang di tengah pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi. Pada akhir 2024, ekspor Indonesia ke AS mencatatkan pertumbuhan menggembirakan: furnitur naik 7,5% (year-on-year), elektronik melonjak 22,1%, dan garmen tumbuh 16%. AS sendiri menyerap 59,2% ekspor furnitur Indonesia, 59,6% garmen, dan 24,1% elektronik. Namun, kebijakan tarif ini mengancam untuk membalikkan tren positif tersebut, menciptakan efek domino yang terasa di berbagai sektor.

Meski ditunda selama 90 hari, ketidakpastian ini telah memicu reaksi berantai di pasar keuangan. Rupiah langsung anjlok ke level Rp16.800 per dolar AS, turun 8% dari posisi setahun lalu. Sementara itu, pelaku usaha, dari pengusaha besar hingga pemilik warteg, mulai menghitung ulang strategi mereka untuk bertahan di tengah badai ekonomi ini.

Baca juga : Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Baca juga : Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Baca juga : Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Dampak pada Sektor Manufaktur dan Ekspor

Sektor manufaktur berbasis ekspor menjadi yang pertama merasakan guncangan. Indonesia dikenal sebagai salah satu pemasok utama furnitur, garmen, dan elektronik ke pasar AS. Menurut Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI), ekspor furnitur ke AS menyumbang lebih dari separuh total ekspor sektor ini. Begitu pula dengan garmen, yang menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengandalkan AS sebagai pasar utama dengan pangsa 59,6%. Sementara itu, sektor elektronik, yang sedang menikmati pertumbuhan pesat berkat permintaan global akan komponen teknologi, kini menghadapi ancaman serius.

Tarif 32% berpotensi membuat produk Indonesia kehilangan daya saing di pasar AS. Biaya tambahan ini kemungkinan akan ditanggung oleh importir AS, yang pada gilirannya dapat mengurangi permintaan barang dari Indonesia. “Kalau tarif ini diberlakukan, pesanan dari AS bisa turun drastis. Kami sudah mulai kurangi produksi untuk antisipasi,” ujar Budi Santoso, pengusaha furnitur dari Jepara, yang mengaku sudah kehilangan 20% pesanan sejak pengumuman tarif.

Penurunan ekspor ini tidak hanya berdampak pada perusahaan besar. Ribuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi bagian dari rantai pasok juga terancam. Misalnya, pengrajin kain tradisional di Jawa Tengah yang memasok bahan untuk garmen ekspor kini khawatir kehilangan pasar. Dampaknya berantai: penurunan produksi berarti pengurangan tenaga kerja, investasi, dan kebutuhan modal kerja, yang pada akhirnya memperlambat roda ekonomi.

Sektor Perbankan: Di Ujung Tanduk ?

Sektor perbankan Indonesia, yang menjadi tulang punggung pembiayaan ekonomi, juga tidak luput dari tekanan. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total kredit perbankan pada Januari 2025 mencapai Rp7.782 triliun, dengan sektor manufaktur dan perdagangan menyumbang sekitar 30%. Penurunan aktivitas ekspor berpotensi mengurangi permintaan kredit di sektor-sektor ini, sekaligus meningkatkan risiko kredit macet (non-performing loan/NPL).

Data OJK menunjukkan bahwa kredit UMKM, yang banyak terkait dengan perdagangan dan manufaktur, hanya tumbuh 2,51% pada Februari 2025, dengan NPL mencapai 4,03%. “Kami sudah lihat tanda-tanda perlambatan kredit sejak akhir 2024, dan kebijakan tarif ini bisa memperburuk situasi,” ujar seorang eksekutif bank swasta nasional yang enggan disebut namanya.

Selain itu, depresiasi rupiah menjadi ancaman serius. Dengan nilai tukar melemah ke Rp16.800 per dolar AS, perusahaan yang memiliki kredit dalam mata uang asing (valas), yang menyumbang 15% total kredit perbankan, kini menghadapi beban cicilan yang membengkak. Hal ini meningkatkan risiko gagal bayar, yang pada gilirannya dapat mengganggu likuiditas perbankan.

Tekanan lain datang dari potensi kenaikan suku bunga. Untuk menahan pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan. Namun, langkah ini berisiko meningkatkan biaya pinjaman, terutama untuk kredit valas yang sensitif terhadap perubahan suku bunga. “Kami terjebak dalam situasi sulit. Kalau suku bunga naik, kredit macet bisa melonjak. Kalau tidak naik, rupiah bisa jatuh lebih dalam,” ujar seorang analis perbankan.

Warteg Waswas: Dampak ke Ekonomi Rakyat

Jika sektor manufaktur dan perbankan adalah tulang punggung ekonomi makro, warteg adalah nadi ekonomi rakyat. Warteg, yang menjadi tempat makan favorit pekerja kantoran hingga buruh pabrik, kini juga merasakan getaran dari kebijakan tarif Trump. Banyak warteg bergantung pada pasokan bahan baku dari sektor pertanian dan perdagangan, yang turut terdampak oleh perlambatan ekonomi.

Mpok Sari, pemilik warteg di kawasan Tanah Abang, Jakarta, mengeluhkan kenaikan harga bahan pokok seperti minyak goreng dan beras. “Dari dulu kalau dolar naik, harga barang di pasar ikut naik. Sekarang pelanggan juga sepi, mungkin karena banyak yang kena PHK di pabrik,” katanya. Menurutnya, omzet wartegnya turun 15% sejak awal 2025.

UMKM seperti warteg juga kesulitan mendapatkan kredit baru dari bank. Dengan pertumbuhan kredit UMKM yang melambat dan risiko kredit macet meningkat, bank cenderung lebih selektif dalam menyalurkan pinjaman. Hal ini memperburuk situasi bagi pelaku usaha kecil yang sudah terhimpit oleh kenaikan biaya operasional.

Upaya Mitigasi: OJK dan Pemerintah Bergerak

Menghadapi situasi ini, OJK bergerak cepat untuk mengantisipasi dampak. Menurut pernyataan resmi, eksposur langsung perbankan terhadap risiko nilai tukar relatif rendah, dengan posisi devisa neto hanya 1,55%. Namun, OJK menginstruksikan bank untuk memperkuat uji stres (stress test), manajemen risiko, dan cadangan modal guna menghadapi potensi gejolak.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia tengah menjajaki negosiasi dengan AS untuk mendapatkan pengecualian tarif atau setidaknya pengurangan besaran tarif. Menteri Perdagangan menyatakan bahwa Indonesia akan memanfaatkan masa tenggang 90 hari untuk memperkuat diplomasi dagang. Selain itu, pemerintah juga mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara seperti India, Timur Tengah, dan Afrika untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

Bank Indonesia, sementara itu, terus memantau pergerakan rupiah dan siap melakukan intervensi di pasar valas jika diperlukan. “Kami akan memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga, baik dari sisi nilai tukar maupun inflasi,” ujar seorang pejabat BI.

Drama Ekonomi yang Belum Usai

Kebijakan tarif Trump telah menciptakan badai ekonomi yang mengguncang Indonesia, dari sektor manufaktur hingga warteg di pinggir jalan. Ancaman terhadap ekspor, stabilitas perbankan, dan nilai tukar rupiah berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Meski dampaknya mungkin tidak langsung terasa, kombinasi penurunan ekspor, kredit macet, dan depresiasi rupiah bisa menjadi resep bencana ekonomi.

Di tengah ketidakpastian ini, sinergi antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan pelaku usaha menjadi kunci untuk meminimalkan guncangan. Diversifikasi pasar, penguatan cadangan devisa, dan pengawasan ketat terhadap sektor keuangan adalah langkah-langkah krusial yang harus segera diambil. Sementara itu, masyarakat, termasuk pemilik warteg seperti Mpok Sari, hanya bisa berharap agar drama ekonomi 2025 ini segera menemukan happy ending.

Dengan negosiasi yang masih berlangsung dan pasar yang terus bergejolak, satu hal pasti: Indonesia harus bersiap menghadapi babak baru dalam sinetron ekonomi global ini. Akankah rupiah bangkit, warteg kembali ramai, dan bank tersenyum lega? Hanya waktu yang bisa menjawab. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *