Jakarta, Kowantaranews.com -Seth Rogen, aktor terkenal Kanada-AS, telah memicu kontroversi besar dengan pernyataannya tentang Israel dan Palestina. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini di podcast WTF dengan Marc Maron, Rogen mengungkapkan bahwa selama masa mudanya, ia merasa “diberi banyak kebohongan tentang Israel.” Dia menyatakan bahwa dia tidak diberitahu tentang keberadaan orang Palestina yang tinggal di tanah yang sekarang menjadi negara Yahudi, yang membuatnya merasa tertipu.
Rogen, yang memiliki latar belakang Yahudi yang kuat, dibesarkan dengan pendidikan Yahudi yang intens. Dia menghadiri kamp Yahudi, dan orang tuanya bertemu di sebuah kibbutz di Israel, sebuah komunitas pertanian kolektif. Namun, dia merasa bahwa narasi yang dia terima tentang Israel sangat tidak lengkap. “Sebagai seorang Yahudi, saya diberi banyak kebohongan tentang Israel sepanjang hidup saya,” kata Rogen dalam podcast tersebut. “Mereka tidak pernah mengatakan kepada Anda, ‘Oh, ngomong-ngomong, ada orang di sana’. Mereka membuatnya tampak seperti tanah kosong yang siap diisi, seperti pintu terbuka.”
Pernyataan Rogen ini menyoroti sebuah masalah yang sering kali diabaikan dalam pendidikan banyak orang Yahudi tentang Israel, khususnya di diaspora. Lebih dari 700.000 warga Palestina diusir atau melarikan diri selama perang 1947-1949, yang berujung pada berdirinya negara Israel. Konflik ini, yang dikenal sebagai Nakba atau “malapetaka” oleh orang Palestina, mengakibatkan perpindahan massal dan pembentukan negara baru di tanah yang sebelumnya didiami oleh orang Palestina. Saat ini, keturunan dari mereka yang terusir berjumlah sekitar 5,6 juta pengungsi yang tersebar di seluruh dunia.
Rogen dan Maron, yang juga seorang Yahudi, berbicara panjang lebar tentang topik ini saat mempromosikan komedi baru Rogen, “An American Pickle.” Film ini bercerita tentang seorang imigran Yahudi dari tahun 1920-an yang jatuh ke dalam tong berisi air garam dan terbangun di Brooklyn modern. Dalam konteks percakapan mereka, mereka juga membahas antisemitisme, yang menurut Rogen masih sangat lazim. Rogen mencatat bahwa sejak kecil, ayahnya telah memperingatkannya tentang kebencian terhadap orang Yahudi. “Saya ingat ayah saya terus terang mengatakan kepada saya, ‘Orang-orang membenci orang Yahudi. Sadarilah hal itu. Mereka melakukannya begitu saja.’ Dan sejujurnya, itu adalah sesuatu yang saya sangat senang ditanamkan dalam diri saya sejak usia muda. Karena jika tidak, saya akan terus-menerus terkejut melihat betapa para bajingan membenci orang Yahudi.”
Baca juga : Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Baca juga : Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Diskusi mereka juga menyentuh tema zionisme dan keberadaan negara Israel sebagai tempat perlindungan bagi orang Yahudi di seluruh dunia. Zionis telah lama berargumen bahwa sejarah panjang antisemitisme dan tragedi Holocaust membuktikan bahwa orang Yahudi memerlukan negara mereka sendiri untuk menjamin keamanan mereka. Namun, Rogen mengkritik gagasan ini dengan mengatakan, “Anda tidak boleh menyimpan sesuatu yang ingin Anda simpan di satu tempat.” Pernyataannya ini mencerminkan pandangan kritis terhadap kebijakan yang memusatkan populasi Yahudi di satu negara, yang menurutnya tidak menjamin keamanan dan kesejahteraan jangka panjang mereka.
Ketika ditanya apakah dia akan tinggal di Israel, Rogen menjawab dengan tegas tidak. Maron merespons dengan mengatakan hal yang sama, mengakui bahwa pernyataan mereka mungkin akan membuat marah banyak orang Yahudi yang mendukung Israel. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk Lahav Harkov, editor kontributor senior di surat kabar Jerusalem Post, yang mengkritik komentar Rogen di Twitter. Harkov menyatakan bahwa komentar tersebut “dibuat dari posisi yang sangat, sangat istimewa – dan ketidaktahuan – jika dia tidak dapat memahami mengapa Israel masuk akal bagi jutaan orang Yahudi di seluruh dunia”.
Kontroversi ini mencerminkan perdebatan yang lebih luas di kalangan Yahudi di Amerika Utara tentang dukungan mereka terhadap Israel. Meskipun survei sering menunjukkan bahwa mayoritas Yahudi di Amerika Utara tetap mendukung Israel, ada kekhawatiran di kalangan Zionis bahwa dukungan ini mungkin berkurang. Banyak yang khawatir bahwa generasi muda Yahudi di diaspora, yang semakin kritis terhadap kebijakan Israel terhadap Palestina, mungkin menjauh dari dukungan tradisional mereka terhadap negara Yahudi tersebut.
Perdebatan ini sering kali muncul kembali setelah tokoh-tokoh penting, seringkali orang Yahudi, mengungkapkan pandangan yang sangat kritis terhadap Israel. Baru-baru ini, Peter Beinart, seorang komentator politik Yahudi Amerika terkemuka, dicemooh dan dipuji karena komentarnya yang mempertanyakan apakah ia dapat tetap menjadi seorang liberal dan juga mendukung negara Yahudi sementara jutaan warga Palestina terus tidak mendapatkan hak-hak dasar mereka. Beinart berargumen bahwa mendukung hak-hak dasar bagi semua orang, termasuk orang Palestina, seharusnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai liberal.
Komentar Rogen datang pada saat yang sangat sensitif dalam hubungan antara Yahudi di diaspora dan Israel. Dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan meningkatnya kesadaran global tentang isu-isu keadilan sosial, semakin banyak orang Yahudi muda yang mempertanyakan narasi tradisional tentang Israel yang mereka terima sejak kecil. Mereka mendesak komunitas mereka untuk menghadapi kenyataan sejarah dan politik yang lebih kompleks dan untuk mendukung solusi yang lebih adil dan damai bagi semua orang yang tinggal di wilayah tersebut.
Kontroversi ini juga mencerminkan pergeseran dalam cara orang Yahudi di diaspora mendefinisikan identitas dan hubungan mereka dengan Israel. Sementara generasi sebelumnya mungkin melihat Israel sebagai pusat identitas Yahudi mereka, generasi muda lebih cenderung melihat identitas mereka dalam konteks yang lebih global dan inklusif. Mereka menolak narasi yang menyederhanakan konflik dan mencari cara untuk mendukung hak asasi manusia dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Pernyataan Seth Rogen tentang Israel dan Palestina adalah bagian dari percakapan yang lebih besar dan sangat penting tentang masa depan hubungan antara Yahudi di diaspora dan Israel. Dengan menyoroti kebohongan yang dia rasakan dalam pendidikan masa kecilnya tentang Israel, Rogen membuka ruang untuk diskusi yang lebih jujur dan terbuka tentang sejarah dan realitas politik di Timur Tengah. Ini adalah langkah penting menuju pemahaman yang lebih dalam dan solusi yang lebih damai dan adil bagi semua orang yang terlibat dalam konflik ini.
Seth Aaron Rogen
Seth Aaron Rogen (/ˈroʊɡən/; lahir 15 April 1982) adalah aktor, komedian, dan pembuat film asal Kanada-Amerika Serikat yang telah menciptakan jejak yang mengesankan dalam dunia hiburan. Rogen, yang dikenal karena gaya komedinya yang khas dan kepribadiannya yang karismatik, memulai karirnya sebagai stand-up comedian di Vancouver sebelum akhirnya pindah ke Los Angeles untuk mengejar peluang yang lebih besar.
Karir Awal di Televisi
Karir Rogen di dunia akting mulai menanjak ketika ia bergabung dengan serial televisi “Freaks and Geeks” karya Judd Apatow pada tahun 1999. Meskipun acara ini tidak bertahan lama, hanya satu musim, namun telah menjadi kultus klasik dan meluncurkan karir banyak aktornya. Pada tahun 2001, Rogen mendapatkan peran dalam sitkom “Undeclared,” juga karya Apatow, di mana ia tidak hanya berakting tetapi juga bekerja sebagai penulis. Pengalaman ini memperkuat kemampuannya dalam penulisan komedi dan membuka jalan bagi kontribusinya di proyek-proyek selanjutnya.
Pindah ke Dunia Film
Langkah besar dalam karir Rogen terjadi ketika ia bekerja sebagai staf penulis pada musim terakhir “Da Ali G Show” pada tahun 2004. Tim penulis acara tersebut mendapatkan nominasi Primetime Emmy Award untuk Outstanding Writing for a Variety Series. Bimbingan Apatow membantu Rogen bertransisi ke dunia film, dimulai dengan penampilan kecil dalam “Donnie Darko” (2001) dan peran pendukung dalam “The 40-Year-Old Virgin” (2005), yang juga ia ikut produksi.
Pada tahun 2007, Rogen mendapatkan peran utama dalam komedi arahan Apatow, “Knocked Up,” yang sukses besar secara komersial dan kritis. Pada tahun yang sama, ia bersama Evan Goldberg menulis film “Superbad,” yang menjadi salah satu komedi remaja paling ikonik pada masanya. Kesuksesan ini diikuti dengan “Pineapple Express” (2008), “The Green Hornet” (2011), dan “This Is the End” (2013), di mana Rogen tidak hanya berakting tetapi juga menulis dan menyutradarai.
Kesuksesan dalam Peran Komedi dan Dramatis
Baca juga : Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan
Rogen telah menunjukkan kemampuan aktingnya yang serba bisa dengan mengambil berbagai peran komedi dan dramatis. Ia membintangi “Zack and Miri Make a Porno” (2008), “Neighbors” (2014) dan sekuelnya “Neighbors 2: Sorority Rising” (2016), “The Disaster Artist” (2017), dan “Long Shot” (2019). Dalam ranah drama, Rogen memainkan peran penting dalam “50/50” (2011), “Take This Waltz” (2011), “Steve Jobs” (2015), dan “The Fabelmans” (2022). Pada tahun 2022, ia membintangi miniseri FX on Hulu, “Pam & Tommy,” yang membawanya mendapatkan nominasi Primetime Emmy Award dan Golden Globe Award untuk Aktor Pendukung Terbaik.
Peran di Balik Layar dan Produksi
Tidak hanya sukses di depan kamera, Rogen juga aktif di belakang layar. Ia ikut mengembangkan serial televisi AMC “Preacher” (2016–2019), di mana ia berperan sebagai penulis, produser eksekutif, dan sutradara. Selain itu, ia menjadi produser eksekutif untuk serial superhero Amazon Prime Video “The Boys” sejak tahun 2019 dan “Invincible” sejak tahun 2021. Kedua serial ini menerima pujian kritis dan memiliki basis penggemar yang kuat.
Pengisi Suara dalam Film Animasi
Rogen juga dikenal karena peran suaranya dalam berbagai film animasi populer. Ia memberikan suaranya untuk karakter dalam “Shrek the Third” (2007), “Horton Hears a Who!” (2008), seri film “Kung Fu Panda,” “The Spiderwick Chronicles” (2008), “Monsters vs. Aliens” (2009), “Sausage Party” (2016), “The Lion King” (2019), dan “The Super Mario Bros. Movie” (2023). Suara khasnya dan kemampuan komedinya yang alami membuatnya menjadi pilihan yang tepat untuk berbagai karakter animasi.
Pengaruh dan Warisan
Seth Rogen telah membangun karir yang beragam dan sukses di berbagai aspek industri hiburan. Dari komedi hingga drama, dari akting hingga penulisan dan penyutradaraan, ia telah menunjukkan kemampuan serbagunanya yang luar biasa. Kemampuannya untuk berpindah antara peran komedi dan dramatis serta kontribusinya di belakang layar menjadikannya salah satu talenta paling dihormati dan dicari di Hollywood. Dengan berbagai proyek yang terus ia kembangkan dan bintangi, pengaruh Rogen dalam dunia hiburan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang. *Roni
Sumber theguardian.com
- Berita Terkait :
Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan
Senator Sanders Mengutuk Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tentang Gaza sebagai Barbarisme
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan