Jakrta, Kowantaranews.com -Pada titik kritis dalam sejarah dunia, Amerika Serikat mendapati dirinya berada di persimpangan jalan dalam hal kebijakan luar negeri dan penegakan hak asasi manusia. Senator Bernie Sanders, seorang tokoh politik terkemuka dan mantan kandidat presiden, baru-baru ini menyampaikan pandangan
yang tegas mengenai peran AS sebagai pemimpin dunia. Sanders menyoroti masalah
yang mendalam tentang bagaimana Amerika Serikat bisa mengklaim diri sebagai
pemimpin Dunia Bebas dan menegakkan hukum internasional jika tidak konsisten
dalam menanggapi pelanggaran hak asasi manusia, terutama yang terjadi di Gaza.
Kepemimpinan Global Amerika Serikat
Sejak akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat telah memainkan
peran sentral dalam membentuk tatanan dunia yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia. Melalui berbagai institusi
internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), NATO, dan
lembaga-lembaga keuangan internasional, AS telah berupaya mempromosikan
stabilitas dan pembangunan global. Ini termasuk mengkritik dan mengambil
tindakan terhadap negara-negara yang melanggar hukum internasional dan
melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, Sanders menunjukkan bahwa peran tersebut harus
dijalankan dengan konsistensi yang ketat. “Kami mencoba memobilisasi
negara-negara untuk menegakkan hukum internasional dan mencegah kejahatan
terhadap kemanusiaan. Itulah yang kami lakukan dan telah lakukan,” kata
Sanders. Ia menekankan bahwa jika AS ingin mempertahankan kredibilitasnya, maka
harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip tersebut tanpa pengecualian.
Kritik terhadap Negara Lain
Amerika Serikat tidak ragu untuk mengkritik negara-negara
seperti Rusia, Cina, dan Arab Saudi atas tindakan yang dianggap melanggar hak
asasi manusia. Dalam kasus Rusia, invasi ke Ukraina dan penindasan terhadap
oposisi domestik menjadi sorotan utama. Sementara itu, tindakan keras Cina
terhadap minoritas Uighur dan tindakan represif di Hong Kong juga mendapat
kecaman keras dari AS. Arab Saudi pun sering dikritik atas catatan hak asasi
manusia yang buruk, termasuk perlakuan terhadap aktivis dan pembunuhan jurnalis
Jamal Khashoggi.
Namun, Sanders mengingatkan bahwa kredibilitas Amerika
Serikat dalam mengkritik negara-negara ini dapat dipertanyakan jika tampaknya
ada standar ganda dalam kebijakan luar negeri AS, khususnya terkait dengan
Israel dan Palestina. “Bagaimana Amerika Serikat bisa mengkritik negara mana
pun di dunia jika kita berpura-pura bahwa apa yang terjadi di Gaza bukanlah
masalah serius?” tanya Sanders dengan nada prihatin.
Inkonistensi dalam Kebijakan terhadap Israel dan
Palestina
Isu Israel dan Palestina selalu menjadi titik panas dalam
politik internasional, dan kebijakan AS terhadap konflik ini sering kali
kontroversial. Banyak pihak, termasuk Sanders, melihat bahwa AS cenderung
memihak Israel, meskipun ada laporan yang mendokumentasikan pelanggaran hak
asasi manusia terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini menciptakan
persepsi bahwa AS tidak konsisten dalam menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Sanders menegaskan bahwa untuk mempertahankan peran sebagai
pemimpin moral, AS harus mengakui dan mengkritik tindakan yang dianggap sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan, tidak peduli siapa pelakunya. “Jika kita
berpaling dan mengabaikan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di
Gaza, kita kehilangan kredibilitas untuk mengkritik tindakan negara lain tidak
peduli betapa buruknya tindakan tersebut,” ujarnya.
Baca juga : Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Dampak terhadap Reputasi Global Amerika Serikat
Kredibilitas Amerika Serikat sebagai pemimpin global sangat
bergantung pada konsistensi dan integritas dalam kebijakan luar negeri. Sanders
memperingatkan bahwa ketidakkonsistenan dalam menanggapi pelanggaran hak asasi
manusia dapat merusak reputasi AS dan membuatnya sulit untuk membangun koalisi
internasional yang efektif. Negara-negara lain mungkin meragukan niat dan
komitmen AS terhadap nilai-nilai yang diakuinya sendiri jika terlihat ada
standar ganda.
“Kita harus dihormati di seluruh dunia sebagai negara yang
percaya pada hak asasi manusia dan hukum internasional. Ini adalah standar
kesopanan minimum yang harus dipenuhi pemerintah kita,” kata Sanders. Ia
mendesak agar kebijakan luar negeri AS didasarkan pada prinsip-prinsip yang
jelas dan konsisten, yang tidak hanya menekankan kepentingan strategis tetapi
juga komitmen terhadap keadilan dan kemanusiaan.
Harapan untuk Amerika Serikat
Bernie Sanders mengakhiri pesannya dengan harapan agar
Amerika Serikat bisa memimpin dengan contoh yang baik. Ia percaya bahwa dengan
menempatkan hak asasi manusia dan hukum internasional sebagai prioritas utama,
AS dapat mengembalikan dan memperkuat posisinya sebagai pemimpin dunia yang
dihormati. Ini memerlukan langkah-langkah konkret dan kebijakan yang konsisten,
termasuk:
- Mengkritik
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Secara Konsisten: Tidak peduli siapa
pelakunya, AS harus mengutuk pelanggaran hak asasi manusia dengan tegas
dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. - Mendorong
Diplomasi dan Dialog: Menggunakan diplomasi untuk mendorong
penyelesaian konflik secara damai dan adil. Dialog dengan semua pihak yang
terlibat harus menjadi bagian integral dari kebijakan luar negeri AS. - Menegakkan
Hukum Internasional: Mendukung mekanisme hukum internasional seperti
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan mematuhi keputusan-keputusannya.
Ini juga termasuk berpartisipasi aktif dalam upaya global untuk memperkuat
sistem hukum internasional.
- Mengutamakan
Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar Negeri: Kebijakan luar negeri
AS harus mencerminkan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keadilan
sosial. Ini termasuk memberikan bantuan dan dukungan kepada negara-negara
yang berupaya memperbaiki catatan hak asasi manusia mereka.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, Amerika Serikat dapat
membuktikan bahwa klaimnya sebagai pemimpin Dunia Bebas bukanlah sekadar
retorika kosong, tetapi sebuah komitmen yang tulus untuk menciptakan dunia yang
lebih adil dan manusiawi. Sanders percaya bahwa hanya dengan demikian AS bisa
mempertahankan kredibilitas dan pengaruhnya di panggung global.
Bernard Sanders
Bernard Sanders, lahir pada 8 September 1941, adalah seorang politikus
Amerika Serikat yang menjabat sebagai Senator Amerika Serikat junior mewakili
Vermont sejak 2007. Sebelumnya, ia menjabat sebagai wakil tunggal Vermont dari
tahun 1991 hingga 2007, menjadi politikus independen dengan masa jabatan
terlama sepanjang sejarah kongres Amerika Serikat. Selain itu, ia juga menjadi
anggota kaukus Partai Demokrat. Sanders telah dua kali maju sebagai calon
presiden, pertama pada tahun 2016 dan kemudian pada tahun 2020.
Sebagai seorang yang mengaku sebagai sosialis demokrat dan progresif,
Sanders menentang kesenjangan ekonomi. Dalam kebijakan domestik, ia mendukung
hak-hak buruh, layanan kesehatan universal dan negeri, gaji tetap untuk cuti
hamil, pendidikan tinggi gratis, dan Green New Deal untuk mengatasi perubahan
iklim. Sementara dalam kebijakan luar negeri, ia mendukung pemangkasan anggaran
militer, mendorong diplomasi dan kerja sama internasional, serta mengutamakan
hak tenaga kerja dan isu lingkungan dalam perjanjian dagang internasional.
Pandangan-pandangan Sanders telah berhasil mempengaruhi ideologi Partai
Demokrat setelah ia maju sebagai calon presiden pada tahun 2016.
Sanders lahir dan dibesarkan di Brooklyn, New York City, dalam sebuah
keluarga pekerja Yahudi. Ia menempuh pendidikan di Brooklyn College sebelum
pindah ke Universitas Chicago, di mana ia lulus pada tahun 1964. Sebagai
seorang mahasiswa, ia aktif sebagai koordinator unjuk rasa di Congress of
Racial Equality dan Student Nonviolent Coordinating Committee selama periode
perjuangan gerakan hak sipil di Amerika Serikat. Setelah menetap di Vermont
pada tahun 1968, Sanders mulai terlibat dalam politik dan beberapa kali mencalonkan
diri melalui partai ketiga pada awal hingga pertengahan tahun 1970-an, tetapi
selalu kalah. Dia kemudian maju sebagai independen dan berhasil terpilih
sebagai wali kota Burlington pada tahun 1981 dengan selisih sepuluh suara.
Sanders terpilih kembali tiga kali, kemudian memenangkan pemilihan legislatif
untuk Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat dari Vermont pada tahun 1990, di
mana ia menjadi salah satu anggota pendiri Kaukus Progresif Kongres. Setelah 16
tahun menjabat di DPR, Sanders terpilih sebagai anggota Senat pada tahun 2006,
dan ia kembali terpilih pada tahun 2012 dan 2018.
Pada bulan April 2015, Sanders mengumumkan pencalonannya sebagai calon
presiden Amerika Serikat melalui Konvensi Partai Demokrat. Meskipun peluangnya
kecil, ia berhasil memenangkan 23 pemilihan pendahuluan dan kaukus serta meraih
43% suara delegasi partai, dengan 55% sisanya dimenangkan oleh Hillary Clinton.
Kampanye Sanders ditandai dengan antusiasme pendukung yang besar, tanpa
bergantung pada sumbangan dari perusahaan, industri keuangan, atau komite
politik independen. Pada bulan Juli 2016, ia mendukung Clinton dalam kampanye
pencapresannya melawan Donald Trump dari Partai Republik. Pada Februari 2019,
Sanders mengumumkan kembali pencalonannya sebagai calon presiden dan bersaing
dengan belasan calon lainnya. Namun, ia mengakhiri kampanye pencapresannya pada
8 April 2020. *Roni
Sumber x.com/GlobeEyeNews/status/1794284958456152287
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan
Senator Sanders Mengutuk Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tentang Gaza sebagai Barbarisme
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan