Jakarta, Kowantaranews.com – Pada pagi yang sepi di Teheran, ibu kota Iran, berita tentang pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin politik terkemuka Hamas, tersebar luas, memicu gelombang duka dan kemarahan di seluruh Palestina, khususnya di Jalur Gaza. Haniyeh, yang dikenal sebagai salah satu figur sentral dalam perjuangan Palestina, dibunuh dalam apa yang digambarkan oleh kelompok Palestina sebagai “serangan berbahaya Zionis di kediamannya.” Meskipun belum ada pihak yang mengklaim tanggung jawab secara resmi, insiden ini telah meninggalkan jejak luka mendalam di hati banyak warga Palestina.
Di Gaza, reaksi terhadap kematian Haniyeh tidak hanya dipenuhi dengan kesedihan, tetapi juga dengan rasa marah dan ketidakberdayaan. Bagi banyak warga, Haniyeh bukan hanya seorang pemimpin Hamas, tetapi juga simbol perlawanan dan harapan bagi bangsa Palestina. Di kamp-kamp pengungsian di Deir el-Balah, Gaza bagian tengah, banyak orang mengenang Haniyeh sebagai sosok yang rendah hati dan mudah didekati. Salah satu warga, Saleh al-Shannat, yang mengungsi dari Beit Lahiya di Gaza utara, menyebut berita itu “menyedihkan” dan “memilukan.”
“Ismail Haniyeh adalah seorang pemimpin Palestina, bukan hanya pemimpin Hamas. Ia adalah mantan Perdana Menteri dalam pemerintahan persatuan Palestina dan seorang pemimpin yang cinta damai,” ujar al-Shannat dengan mata berkaca-kaca. Ia menambahkan bahwa Haniyeh selalu berusaha melayani masyarakat dan kepentingan mereka, sebuah kualitas yang langka dan sangat dihargai di tengah-tengah konflik yang berkepanjangan. Haniyeh dikenal karena keterlibatannya dalam komite mediasi yang bertujuan menyelesaikan pertikaian lokal, yang membuatnya dihormati oleh berbagai lapisan masyarakat.
Kepergian Haniyeh juga menimbulkan kekhawatiran yang mendalam tentang masa depan politik dan sosial Palestina. Banyak yang mempertanyakan bagaimana kehilangan seorang pemimpin dengan pengaruh sebesar Haniyeh akan mempengaruhi dinamika internal Palestina, terutama hubungan antara berbagai faksi politik. Selain itu, insiden ini juga memicu perdebatan tentang taktik militer dan diplomatik yang digunakan dalam konflik dengan Israel, serta bagaimana hal tersebut mempengaruhi masyarakat sipil Palestina.
Read more : Assassination of Hamas Leader Ismail Haniyeh: A New Hurdle in Middle East Peace Efforts
Read more : Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel
Baca juga : Senator Bernie Sanders Criticizes Congressional Invitation to Netanyahu: Calls Out Alleged War Crimes
“Israel hanya akan terhalang oleh bahasa kekerasan,” lanjut al-Shannat. “Israel tidak memahami dialog, perdamaian, atau negosiasi, dan terus melanjutkan perang pemusnahan di Gaza.” Pernyataan ini mencerminkan perasaan frustrasi yang meluas di antara warga Gaza, yang sering kali merasa diabaikan oleh komunitas internasional. Mereka melihat kematian Haniyeh sebagai bagian dari pola kekerasan yang sistematis yang menargetkan tokoh-tokoh kunci dalam perlawanan Palestina.
Namun, bagi banyak orang, Haniyeh adalah lebih dari sekadar pemimpin politik. Ia adalah simbol ketahanan dan perlawanan, serta harapan bagi masa depan yang lebih baik bagi Palestina. Kehadirannya di panggung politik tidak hanya terkait dengan Hamas, tetapi juga dengan upaya untuk mencapai kesatuan nasional dan memperjuangkan hak-hak Palestina di kancah internasional. Haniyeh dikenal karena pidatonya yang berapi-api dan komitmennya untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina, meskipun ia juga sering dikritik oleh lawan-lawannya karena taktik-taktik keras yang diambil oleh Hamas.
Di kalangan internasional, reaksi terhadap pembunuhan Haniyeh juga beragam. Sementara beberapa negara dan organisasi internasional mengutuk kekerasan tersebut dan menyerukan penyelidikan yang menyeluruh, yang lain tampak diam atau bahkan mendukung tindakan tersebut secara tersirat. Menteri Warisan Israel, Amichay Eliyahu, misalnya, merayakan kematian Haniyeh dalam sebuah posting di X (sebelumnya Twitter), yang semakin memanaskan suasana.
“Ini adalah saat yang penuh kesedihan bagi rakyat Palestina, dan dunia harus menyadari penderitaan kami,” kata seorang warga Gaza yang tak ingin disebutkan namanya. “Kami berharap bahwa keadilan akan ditegakkan, dan bahwa komunitas internasional tidak akan berpaling dari penderitaan kami.” Ucapannya mencerminkan harapan dan kekecewaan yang dirasakan oleh banyak orang di Gaza, yang merasa sering kali terabaikan oleh dunia luar dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan hak-hak dasar.
Kematian Haniyeh tidak hanya meninggalkan kekosongan dalam kepemimpinan Palestina, tetapi juga memicu perdebatan lebih luas tentang masa depan perlawanan Palestina. Bagi banyak orang, peristiwa ini menggarisbawahi perlunya pendekatan baru dalam konflik dengan Israel, termasuk kemungkinan untuk memperbarui upaya diplomatik dan mencari dukungan internasional yang lebih besar. Namun, bagi yang lain, kematian Haniyeh adalah panggilan untuk melanjutkan perjuangan dengan lebih gigih, dengan keyakinan bahwa kemerdekaan Palestina hanya dapat dicapai melalui perlawanan aktif.
Dalam setiap konflik, sosok-sosok seperti Ismail Haniyeh sering kali menjadi simbol lebih dari sekadar peran politik yang mereka mainkan. Mereka mewakili aspirasi, harapan, dan kadang-kadang, frustrasi dari rakyat yang mereka pimpin. Dalam hal ini, Haniyeh tidak hanya dilihat sebagai pemimpin Hamas, tetapi sebagai simbol dari perjuangan Palestina untuk kebebasan dan keadilan. Dengan kepergiannya, Palestina bukan hanya kehilangan seorang pemimpin, tetapi juga bagian dari jiwa kolektif mereka yang berjuang untuk masa depan yang lebih baik.
Kini, Gaza dan Palestina menghadapi tantangan besar ke depan. Dengan kekosongan yang ditinggalkan oleh Haniyeh, pertanyaan tentang siapa yang akan mengisi peran kepemimpinan ini menjadi lebih mendesak. Selain itu, bagaimana masyarakat Palestina, baik di Gaza maupun di Tepi Barat, akan merespons situasi ini dan langkah-langkah apa yang akan diambil oleh faksi-faksi politik lainnya untuk menjaga kesatuan dan melanjutkan perjuangan mereka akan menjadi titik fokus dalam waktu dekat.
Pada akhirnya, pembunuhan Ismail Haniyeh adalah pengingat tragis akan konflik yang terus berkepanjangan di Timur Tengah dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina. Ini juga merupakan panggilan bagi komunitas internasional untuk lebih proaktif dalam mencari solusi yang adil dan damai bagi konflik ini. Dalam kekosongan yang ditinggalkan oleh Haniyeh, semangat perlawanan dan tekad rakyat Palestina tetap hidup, menunggu hari di mana mereka dapat hidup dalam perdamaian dan kebebasan di tanah air mereka sendiri. *Mukroni
Sumber Al Jazeera
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Assassination of Hamas Leader Ismail Haniyeh: A New Hurdle in Middle East Peace Efforts
Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel
Protes Besar-besaran di Depan Kongres AS Menyoroti Ketidakpuasan Terhadap Kebijakan AS-Israel
Adidas Dihujani Kritik Usai Menarik Iklan Bella Hadid Karena Desakan Pro-Israel
Yemen Celebrates in the Streets Following Successful Drone Strike on Tel Aviv
UK’s New PM Keir Starmer Calls for Urgent Gaza Ceasefire and Two-State Solution
Netanyahu Announces Israeli Delegation to Cairo for Ceasefire Talks Amid Ongoing Gaza Conflict
Hamas Accuses Israel of Stalling in Gaza Ceasefire Talks, Awaits Mediator Updates
Gaza War Spurs Surge in Terrorist Recruitment, Warns U.S. Intelligence
Heavy Fighting in Gaza Forces Thousands to Flee Again Amid Ongoing Conflict
Gaza Summer: Sewage, Garbage, and Health Risks in War-Torn Tent Camps
Head of Gaza’s Largest Hospital Released by Israel After Seven Months of Detention
Kisah Pegunungan Bani Yas’in: Esau bin Ishaq dan Keberanian Bani Jawa dalam Catatan Ibnu Khaldun
Unimaginable Suffering: A Hull Surgeon’s Mission to Aid Gaza’s War-Torn Civilians
Escalating Tensions: Israel and Hezbollah Edge Closer to Conflict Amid Rocket Fire and Threats
Netanyahu Announces Imminent Conclusion of Gaza Conflict’s Intense Phase
Gaza’s Overlooked Hostages: Thousands Held Without Charge in Israeli Detention
Chilean Art Exhibition Celebrates Palestinian Solidarity
Houthi Rebels Sink Bulk Carrier in Red Sea Escalation Amid Israel-Hamas Conflict
Tragedi Kemanusiaan di Gaza: Serangan Israel Menewaskan Sedikitnya 42 Orang
Kuba Ikut Dalam Gugatan Internasional Afrika Selatan di ICJ Mengenai Tindakan Israel di Gaza
Mengapa Gaza Adalah Zona Perang Terburuk: Perspektif Ahli Bedah Trauma David Nott
Armenia Resmi Akui Palestina sebagai Negara di Tengah Konflik Gaza-Israel
Qatar Lakukan Negosiasi Intensif untuk Gencatan Senjata Israel-Hamas
Day 256: Gaza Under Siege – Israel’s Airstrikes Claim Dozens of Lives
Pengunduran Diri Pejabat AS Stacy Gilbert: Protes terhadap Kebijakan Bantuan Kemanusiaan di Gaza
Idul Adha di Tengah Konflik: Ketika Kegembiraan Berganti Kesedihan di Gaza
Tragedi di Rafah: Delapan Tentara Israel Tewas dalam Pertempuran Terbaru di Jalur Gaza
AS menjatuhkan sanksi pada ‘kelompok ekstremis Israel’ karena memblokir bantuan Gaza
Langkah Israel: ‘Jeda Taktis’ untuk Meringankan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza oleh Qatar dan Mesir: Langkah Baru Menuju Perdamaian
Akhir yang Mendekat bagi Pemerintahan Netanyahu yang Terpecah
Krisis Kemanusiaan di Gaza: Keputusasaan di Tengah Pertempuran
Ketegangan AS-Israel: Perdebatan atas Berbagi Informasi Intelijen
Tekanan Boikot Israel terhadap Merek-merek Amerika di Timur Tengah
$7.000 untuk Keluar dari Gaza: Eksploitasi Warga Palestina yang Melarikan Diri ke Mesir
Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan