Jakarta, Kowantaranews.com -Pada Jumat dini hari waktu setempat, 2 Agustus 2024, Turki secara resmi mengumumkan penutupan akses ke Instagram di seluruh wilayah negara. Langkah drastis ini diambil sebagai tanggapan atas tindakan platform tersebut yang menghapus unggahan yang berisi ucapan belasungkawa untuk Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas, yang tewas dalam ledakan bom di Iran. Keputusan ini tidak hanya menimbulkan keributan di kalangan warga Turki, tetapi juga menarik perhatian internasional, termasuk reaksi keras dari Malaysia.
Ismail Haniyeh, seorang tokoh politik Hamas yang dikenal dekat dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menjadi korban ledakan bom yang diduga kuat diselundupkan ke tempat tinggalnya di Iran beberapa bulan sebelumnya. Kematian Haniyeh memicu berbagai reaksi emosional dari para pendukungnya di seluruh dunia, termasuk di Turki dan Malaysia. Para pengguna media sosial di kedua negara tersebut berbondong-bondong mengunggah ucapan dukacita dan penghormatan terakhir untuk Haniyeh. Namun, tindakan Instagram yang menghapus unggahan-unggahan tersebut memicu kemarahan.
Media dekat pemerintah Turki, Yeni Safak, melaporkan bahwa tindakan pemblokiran Instagram oleh pemerintah Turki dipicu oleh sensor dan pembatasan yang dilakukan Instagram dan Facebook terhadap unggahan-unggahan terkait Haniyeh. Banyak warga Turki yang mengeluhkan bahwa unggahan mereka dihapus tanpa alasan yang jelas. Fahrettin Altun, Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk penyensoran yang tidak dapat diterima. Ia menyatakan bahwa Instagram dan Facebook tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai alasan di balik penghapusan unggahan tersebut, dan menyebut tindakan ini sebagai penghinaan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Kemarahan terhadap tindakan Instagram dan Facebook tidak hanya datang dari Turki. Di Malaysia, Perdana Menteri Anwar Ibrahim secara terbuka mengecam Meta, perusahaan induk dari Instagram dan Facebook. Anwar mengungkapkan bahwa unggahan dukacitanya untuk Haniyeh juga dihapus oleh Instagram, yang dianggapnya sebagai tindakan yang diskriminatif terhadap situasi di Palestina. Anwar menyatakan bahwa tindakan Meta menunjukkan ketidakadilan yang jelas dan meminta perusahaan tersebut untuk memberikan penjelasan serta meminta maaf. Kantor PM Malaysia dalam pernyataannya di akun X (sebelumnya Twitter) menegaskan bahwa tindakan Facebook adalah diskriminasi dan melanggar prinsip-prinsip kebebasan berbicara.
Sebelum unggahannya dihapus, Anwar Ibrahim sempat mengunggah rekaman video panggilan teleponnya dengan seorang pejabat Hamas, di mana ia menyampaikan ucapan belasungkawa dan solidaritasnya. Anwar juga menekankan bahwa hubungannya dengan para pemimpin politik Hamas adalah hubungan yang damai dan bukan hubungan militer. Namun, unggahannya dihapus oleh Instagram, yang memicu kemarahan publik di Malaysia. Anwar menulis komentar panjang yang mengecam Meta dan menyebut tindakan perusahaan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Ia juga mendesak Meta untuk tidak tunduk pada tekanan rezim Zionis Israel.
Langkah Turki untuk memblokir akses Instagram bukanlah yang pertama kali dilakukan oleh negara tersebut dalam upaya untuk mengendalikan konten di media sosial. Sebelumnya, Turki telah beberapa kali membatasi akses ke berbagai platform media sosial dan laman web tertentu, termasuk Wikipedia pada tahun 2017 dan 2020. Pada bulan April 2024, Meta juga menangguhkan layanan jaringan sosial Threads di Turki setelah Ankara melarang Threads berbagi informasi dengan Instagram. Pemblokiran Instagram kali ini berdampak signifikan, mengingat ada sekitar 50 juta pengguna Instagram di Turki dari total populasi 85 juta jiwa.
Reaksi publik terhadap pemblokiran Instagram di Turki sangat beragam. Banyak pengguna media sosial yang mengeluhkan bahwa kehidupan mereka sangat bergantung pada platform tersebut, terutama bagi mereka yang menggunakan Instagram untuk keperluan bisnis dan komunikasi. Di platform X, komentar-komentar seperti “Instagram diblokir di Turki, hidup sudah berakhir” menjadi tren. Namun, ada juga yang mendukung langkah pemerintah Turki sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan sensor yang dianggap tidak adil.
Baca juga : Kehilangan Besar: Pembunuhan Ismail Haniyeh dan Reaksi Warga Palestina
Read more : Assassination of Hamas Leader Ismail Haniyeh: A New Hurdle in Middle East Peace Efforts
Read more : Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga memberikan tanggapannya terhadap pembunuhan Ismail Haniyeh. Dalam pernyataannya, Biden mengungkapkan bahwa pembunuhan Haniyeh tidak membantu upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata di Gaza. Ia menyatakan kekhawatirannya bahwa kekerasan di Timur Tengah akan semakin meningkat akibat insiden tersebut. Biden juga mengungkapkan bahwa ia kembali menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Kamis untuk mendesaknya agar segera menyepakati gencatan senjata. Menurut Biden, langkah ini sangat penting untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut.
Jenazah Ismail Haniyeh diterbangkan dari Teheran ke Lusail, Qatar, yang menjadi tempat peristirahatan terakhirnya. Sejak tahun 2019, Haniyeh tinggal di Doha. Anggota politbiro Hamas, Izzat al-Rishq, meminta publik untuk mendoakan Haniyeh di semua masjid di seluruh dunia. Ia juga menyerukan agar hari Jumat dijadikan sebagai hari kemarahan untuk mengecam pembunuhan Haniyeh dan menolak genosida di Jalur Gaza.
Kematian Ismail Haniyeh dan reaksi keras terhadap tindakan sensor oleh Instagram dan Facebook mencerminkan kompleksitas politik dan emosi yang terkait dengan konflik Palestina-Israel. Bagi banyak orang di Turki dan Malaysia, Haniyeh bukan hanya seorang pemimpin politik, tetapi juga simbol perlawanan terhadap penindasan. Tindakan sensor yang dilakukan oleh platform media sosial besar seperti Instagram dan Facebook dianggap sebagai bentuk penindasan baru yang mengancam kebebasan berbicara dan solidaritas internasional terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah dan masyarakat di berbagai negara menunjukkan solidaritas yang kuat terhadap Palestina, meskipun ada risiko konsekuensi diplomatik dan ekonomi. Pemblokiran Instagram di Turki dan teguran keras dari Malaysia kepada Meta merupakan bukti bahwa isu Palestina tetap menjadi salah satu topik yang paling sensitif dan berpengaruh dalam politik internasional. Bagaimana respons Meta terhadap tuntutan penjelasan dan permintaan maaf ini akan sangat menentukan bagaimana perusahaan teknologi besar tersebut dihadapkan pada tantangan dalam mengelola kebijakan sensor dan kebebasan berbicara di platform mereka. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Kehilangan Besar: Pembunuhan Ismail Haniyeh dan Reaksi Warga Palestina
Assassination of Hamas Leader Ismail Haniyeh: A New Hurdle in Middle East Peace Efforts
Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel
Protes Besar-besaran di Depan Kongres AS Menyoroti Ketidakpuasan Terhadap Kebijakan AS-Israel
Adidas Dihujani Kritik Usai Menarik Iklan Bella Hadid Karena Desakan Pro-Israel
Yemen Celebrates in the Streets Following Successful Drone Strike on Tel Aviv
UK’s New PM Keir Starmer Calls for Urgent Gaza Ceasefire and Two-State Solution
Netanyahu Announces Israeli Delegation to Cairo for Ceasefire Talks Amid Ongoing Gaza Conflict
Hamas Accuses Israel of Stalling in Gaza Ceasefire Talks, Awaits Mediator Updates
Gaza War Spurs Surge in Terrorist Recruitment, Warns U.S. Intelligence
Heavy Fighting in Gaza Forces Thousands to Flee Again Amid Ongoing Conflict
Gaza Summer: Sewage, Garbage, and Health Risks in War-Torn Tent Camps
Head of Gaza’s Largest Hospital Released by Israel After Seven Months of Detention
Kisah Pegunungan Bani Yas’in: Esau bin Ishaq dan Keberanian Bani Jawa dalam Catatan Ibnu Khaldun
Unimaginable Suffering: A Hull Surgeon’s Mission to Aid Gaza’s War-Torn Civilians
Escalating Tensions: Israel and Hezbollah Edge Closer to Conflict Amid Rocket Fire and Threats
Netanyahu Announces Imminent Conclusion of Gaza Conflict’s Intense Phase
Gaza’s Overlooked Hostages: Thousands Held Without Charge in Israeli Detention
Chilean Art Exhibition Celebrates Palestinian Solidarity
Houthi Rebels Sink Bulk Carrier in Red Sea Escalation Amid Israel-Hamas Conflict
Tragedi Kemanusiaan di Gaza: Serangan Israel Menewaskan Sedikitnya 42 Orang
Kuba Ikut Dalam Gugatan Internasional Afrika Selatan di ICJ Mengenai Tindakan Israel di Gaza
Mengapa Gaza Adalah Zona Perang Terburuk: Perspektif Ahli Bedah Trauma David Nott
Armenia Resmi Akui Palestina sebagai Negara di Tengah Konflik Gaza-Israel
Qatar Lakukan Negosiasi Intensif untuk Gencatan Senjata Israel-Hamas
Day 256: Gaza Under Siege – Israel’s Airstrikes Claim Dozens of Lives
Pengunduran Diri Pejabat AS Stacy Gilbert: Protes terhadap Kebijakan Bantuan Kemanusiaan di Gaza
Idul Adha di Tengah Konflik: Ketika Kegembiraan Berganti Kesedihan di Gaza
Tragedi di Rafah: Delapan Tentara Israel Tewas dalam Pertempuran Terbaru di Jalur Gaza
AS menjatuhkan sanksi pada ‘kelompok ekstremis Israel’ karena memblokir bantuan Gaza
Langkah Israel: ‘Jeda Taktis’ untuk Meringankan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza oleh Qatar dan Mesir: Langkah Baru Menuju Perdamaian
Akhir yang Mendekat bagi Pemerintahan Netanyahu yang Terpecah
Krisis Kemanusiaan di Gaza: Keputusasaan di Tengah Pertempuran
Ketegangan AS-Israel: Perdebatan atas Berbagi Informasi Intelijen
Tekanan Boikot Israel terhadap Merek-merek Amerika di Timur Tengah
$7.000 untuk Keluar dari Gaza: Eksploitasi Warga Palestina yang Melarikan Diri ke Mesir
Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan