Jakarta, Kowantaranews.com -Transisi kekuasaan merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi yang sehat. Proses ini menjadi momen kritis untuk memastikan kesinambungan pemerintahan dan memberikan legitimasi kepada pemimpin terpilih. Namun, transisi kekuasaan Presiden terpilih Donald J. Trump pada tahun 2024 memicu kontroversi besar. Penggunaan dana gelap tanpa pengungkapan dan keputusan untuk menghindari aturan transparansi federal memunculkan pertanyaan serius tentang potensi konflik kepentingan, pengaruh asing, dan ancaman terhadap integritas demokrasi Amerika Serikat.
Penyimpangan dari Tradisi Transparansi
Dalam sejarah politik modern Amerika Serikat, transisi presiden biasanya diatur oleh Presidential Transition Act. Undang-undang ini memberikan pendanaan federal untuk tim transisi dengan syarat mereka mematuhi batas kontribusi individu, tidak menerima dana dari pihak asing, dan secara terbuka mengungkapkan daftar donor mereka. Pendekatan ini dirancang untuk mencegah potensi konflik kepentingan yang dapat memengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintahan yang akan datang.
Namun, untuk pertama kalinya dalam sejarah, tim transisi Trump memilih untuk mengabaikan kesepakatan ini. Keputusan tersebut memungkinkan tim transisi, yang dinamakan Trump Vance 2025 Transition Inc., untuk menerima dana dalam jumlah tidak terbatas dari donor anonim, termasuk warga negara asing. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pakar etika dan kebijakan publik.
Profesor Heath Brown dari John Jay College of Criminal Justice, yang mempelajari transisi kepresidenan, memperingatkan bahwa tanpa pengungkapan donor, publik tidak memiliki cara untuk mengetahui siapa yang memberikan dukungan finansial kepada Trump atau apa yang mungkin mereka harapkan sebagai imbalan. “Ketika uang tidak diungkapkan, kita tidak tahu siapa yang memberikan dana, berapa banyak, dan apa yang mereka dapatkan sebagai balasan,” ujarnya.
Baca juga : Armagedon di Dnipro: Rusia Hujani Ukraina dengan Rudal Antarbenua
Baca juga : Bencana Identitas: Menteri Kanada Tersungkur setelah Salah Mengklaim Warisan Pribumi
Baca juga : Bencana Identitas: Menteri Kanada Tersungkur setelah Salah Mengklaim Warisan Pribumi
Kepemimpinan dan Ketidakpastian
Tim transisi Trump dipimpin oleh dua tokoh utama: Linda McMahon, mantan administrator Small Business Administration di pemerintahan Trump pertama, dan Howard Lutnick, seorang eksekutif bisnis yang baru saja dinominasikan sebagai Menteri Perdagangan. Meski mereka berulang kali menyatakan niat untuk menandatangani kesepakatan dengan pemerintahan Biden, tim ini telah melewati tenggat waktu pada bulan September dan Oktober tanpa kemajuan yang jelas.
Sementara itu, Gedung Putih menyatakan bahwa mereka siap untuk mendukung transisi Trump guna memastikan kelancaran pengalihan kekuasaan. Namun, tanpa penandatanganan memorandum resmi, pemerintahan Biden tidak dapat memberikan akses penuh kepada tim Trump, termasuk pendanaan federal sebesar $7,2 juta yang dialokasikan untuk transisi tersebut.
Dampak pada Proses Transisi
Keputusan untuk tidak mematuhi aturan federal tidak hanya berdampak pada transparansi tetapi juga pada aspek-aspek penting lainnya dari transisi, seperti pemeriksaan latar belakang calon pejabat. Biasanya, FBI melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kandidat yang diajukan untuk posisi penting dalam pemerintahan. Namun, karena tim Trump belum menandatangani kesepakatan dengan Departemen Kehakiman, pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan.
Sebagai gantinya, tim transisi dilaporkan menggunakan perusahaan swasta untuk melakukan pemeriksaan latar belakang, sebuah langkah yang menimbulkan risiko tambahan. Tanpa keterlibatan otoritas federal, ada kemungkinan kandidat yang memiliki potensi konflik kepentingan atau risiko keamanan tinggi lolos tanpa disadari.
Max Stier, Presiden Partnership for Public Service, menggambarkan pentingnya proses transisi sebagai momen pembentukan pemerintahan yang baru. “Transisi itu seperti membangun alam semesta sebelum ‘Big Bang’. Ada banyak pengaruh yang dapat dimainkan di sini,” kata Stier. Dengan pengawasan yang minim, proses ini dapat membuka jalan bagi pengaruh-pengaruh yang tidak transparan.
Pendanaan Gelap dan Potensi Konflik Kepentingan
Salah satu isu utama yang memicu kekhawatiran adalah penggunaan dana gelap. Sebagai organisasi nirlaba yang terdaftar di Florida, Trump Vance 2025 Transition Inc. tidak diwajibkan untuk mengungkapkan nama donor mereka bahkan kepada Internal Revenue Service (IRS). Hal ini menciptakan ruang bagi pengaruh asing dan kepentingan bisnis untuk menyusup ke pemerintahan yang akan datang tanpa pengawasan publik.
Sebagai perbandingan, transisi kepresidenan sebelumnya telah memberikan contoh transparansi yang lebih baik. Misalnya, transisi Barack Obama pada tahun 2008 membatasi sumbangan hingga $5.000 per individu dan menolak dana dari perusahaan, serikat pekerja, atau agen asing. Sementara itu, transisi Joe Biden pada tahun 2020 berhasil mengumpulkan $22 juta dengan lebih dari 450 staf, dan laporan donor setebal 1.000 halaman dirilis ke publik pada Februari 2021.
Namun, pola yang sama tidak terlihat dalam transisi Trump. Dengan mengabaikan pendanaan federal, tim transisi bebas menggalang dana dalam jumlah tak terbatas dari sumber-sumber yang tidak jelas. Hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang serius, terutama jika donor tersebut mengharapkan imbalan dalam bentuk kebijakan yang menguntungkan mereka.
Sejarah Kontroversi dalam Transisi Trump
Keputusan kontroversial ini bukan hal baru bagi Trump. Pada transisi pertama tahun 2016, Trump juga menghadapi kritik setelah memecat Chris Christie, gubernur New Jersey yang saat itu memimpin tim transisinya. Trump menuduh Christie “mencuri” dari kampanye karena menggalang dana untuk transisi, meskipun penggalangan dana tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Setelah menggantikan Christie dengan Mike Pence, tim transisi Trump tetap menerima dana federal dan akhirnya mengungkapkan total $6,5 juta dari sumbangan swasta. Namun, transisi itu juga menghadapi berbagai masalah hukum, termasuk gugatan dari Jaksa Agung New Jersey dan investigasi oleh Robert Mueller terkait hubungan tim transisi dengan Rusia.
Reaksi Publik dan Politik
Keputusan tim Trump untuk menghindari transparansi telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota parlemen. Senator Elizabeth Warren, seorang Demokrat dari Massachusetts, menyebut situasi ini sebagai “wilayah tak dikenal” yang berpotensi merugikan rakyat Amerika. Dalam sebuah surat kepada pemerintahan Biden, Warren meminta laporan tentang bagaimana Gedung Putih menangani kurangnya kerja sama dari tim transisi Trump. (www.theguardian.com, 22 Nov. 2024)
Selain itu, para pakar hukum dan etika meragukan apakah lembaga seperti IRS akan mengambil tindakan untuk mengaudit tim transisi. Brian Galle, seorang profesor hukum di Universitas Georgetown, menyatakan bahwa sensitivitas politik organisasi ini membuat kemungkinan audit “hampir nol.”
Implikasi bagi Demokrasi
Ketidaktransparanan dalam transisi kekuasaan tidak hanya menciptakan masalah jangka pendek tetapi juga mengancam fondasi demokrasi itu sendiri. Proses transisi adalah momen di mana pemimpin baru memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan publik dan mempersiapkan pemerintahan yang efektif. Dengan menyembunyikan sumber pendanaan dan mengabaikan aturan yang ada, tim Trump menciptakan preseden berbahaya yang dapat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Ke depan, situasi ini bisa menjadi katalis bagi reformasi etika dan aturan transisi. Langkah-langkah seperti memperketat pengawasan terhadap pendanaan tim transisi, mewajibkan pengungkapan donor, dan meningkatkan sanksi bagi pelanggaran dapat menjadi solusi untuk mencegah penyalahgunaan di masa depan.
Transisi kepresidenan adalah proses yang krusial dalam demokrasi, tetapi tindakan tim transisi Trump tahun 2024 menimbulkan ancaman nyata terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan menghindari aturan federal dan menerima dana dari sumber yang tidak jelas, tim ini membuka pintu bagi pengaruh yang tidak terkontrol, merusak integritas pemerintahan, dan melemahkan kepercayaan publik.
Amerika Serikat sekarang menghadapi tantangan untuk melindungi proses transisi dari manipulasi dan konflik kepentingan. Jika tidak diatasi, tindakan semacam ini dapat menjadi ancaman serius bagi demokrasi, baik di masa kini maupun di masa depan. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Armagedon di Dnipro: Rusia Hujani Ukraina dengan Rudal Antarbenua
Bencana Identitas: Menteri Kanada Tersungkur setelah Salah Mengklaim Warisan Pribumi
Mengejutkan! Perampok Beraksi di Kastil Windsor, Keamanan Kerajaan Dipertaruhkan!
Indonesia: Magnet Besar, Tantangan Tak Berujung bagi Investor AS
Dunia Bersatu di Tangan Prabowo: Perjanjian Bersejarah dengan Kanada dan Peru di KTT APEC!
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung