Jakarta, Kowantaranews.com -Dalam eskalasi terbaru konflik Rusia-Ukraina, dunia menyaksikan malam penuh kengerian ketika Rusia meluncurkan serangan udara terbesar yang pernah tercatat menggunakan 188 drone. Serangan yang dijuluki sebagai “badai besi” ini menghantam sejumlah wilayah di Ukraina, menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur penting dan membuat jutaan warga sipil hidup dalam kegelapan serta ketidakpastian. Peristiwa ini menandai babak baru dalam perang yang semakin brutal, dengan fokus beralih ke dominasi udara dan penghancuran sistem pertahanan.
Rekaman Malam Penuh Kengerian
Pada malam yang dingin di akhir November, sirene peringatan udara menggema di seluruh Ukraina, memecah keheningan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga. Menurut Angkatan Udara Ukraina, serangan dimulai dengan gelombang pertama drone yang terdeteksi di wilayah perbatasan. Drone-drone tersebut, yang sebagian besar adalah Shahed buatan Iran, terbang rendah untuk menghindari radar. Beberapa di antaranya berhasil dihancurkan di udara, tetapi jumlah yang sangat besar membuat sistem pertahanan Ukraina kewalahan.
Hingga pagi hari, 76 drone telah berhasil ditembak jatuh oleh pasukan pertahanan Ukraina. Namun, puluhan lainnya berhasil melewati pertahanan, menimbulkan kehancuran di sejumlah kota. Ternopil, sebuah kota di Ukraina bagian barat, menjadi salah satu wilayah yang paling terpukul, dengan jaringan listrik dan suplai air di sana lumpuh total akibat kerusakan pada infrastruktur energi.
“Serangan ini adalah salah satu yang terburuk yang pernah kami alami,” ujar seorang pejabat lokal di Ternopil. “Ratusan ribu orang kini tanpa listrik dan air di tengah cuaca yang semakin dingin. Kami berupaya memulihkan layanan secepat mungkin, tetapi kerusakan ini membutuhkan waktu untuk diperbaiki.”
Strategi Rusia di Balik Serangan
Gelombang serangan ini tidak hanya sekadar aksi militer. Para analis melihat bahwa Rusia menggunakan drone dalam jumlah besar untuk mencapai beberapa tujuan strategis. Salah satu tujuan utamanya adalah menguji, menguras, dan melemahkan sistem pertahanan udara Ukraina yang sudah berada di bawah tekanan berat sejak perang dimulai.
“Rusia sengaja menggunakan drone dalam jumlah masif untuk memaksa Ukraina menghabiskan lebih banyak amunisi dan sumber daya,” kata seorang analis militer di Kyiv. “Mereka ingin menciptakan ketakutan, sekaligus melemahkan kemampuan pertahanan udara Ukraina dalam jangka panjang.”
Selain itu, serangan ini juga bertujuan untuk menghancurkan infrastruktur energi Ukraina, terutama jaringan listrik. Dengan musim dingin yang semakin mendekat, Rusia tampaknya berusaha mengulangi strategi yang digunakan pada musim dingin tahun sebelumnya: menjadikan penduduk sipil sebagai target tidak langsung dengan cara merusak fasilitas penting yang menopang kehidupan sehari-hari.
“Serangan ini dirancang untuk membuat kehidupan di Ukraina tak tertahankan,” ujar seorang pakar kemanusiaan dari PBB. “Memutus aliran listrik dan air di musim dingin dapat menyebabkan penderitaan besar-besaran, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.”
Respons Ukraina: Bertahan di Tengah Kepungan
Meskipun serangan ini menimbulkan kerusakan signifikan, Ukraina tetap menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mempertahankan wilayah udaranya. Dalam pernyataan resminya, Angkatan Udara Ukraina menegaskan bahwa mereka telah berhasil menembak jatuh lebih dari 40% dari total drone yang diluncurkan. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, mengingat jumlah drone dalam serangan ini merupakan rekor tertinggi sepanjang perang berlangsung.
Namun, ada tantangan besar yang dihadapi Ukraina. Sistem pertahanan udara modern seperti NASAMS dan IRIS-T sangat efektif, tetapi jumlah unit yang tersedia terbatas. Selain itu, serangan dalam jumlah besar seperti ini menciptakan tekanan logistik yang signifikan. Setiap rudal yang digunakan untuk menghancurkan drone berarti pengurangan persediaan untuk ancaman yang lebih besar seperti rudal balistik atau pesawat tempur.
“Serangan seperti ini adalah ujian berat bagi kami,” kata seorang perwira Angkatan Udara Ukraina. “Namun, kami tidak akan menyerah. Setiap drone yang berhasil kami jatuhkan adalah bukti bahwa kami tidak akan membiarkan Rusia menang.” (www.nytimes.com, 2024/11/26)
Baca juga : Chinatown Baru Bangkok: Magnet Wisata Baru yang Memikat Hati Dunia!
Baca juga : Rahasia Gelap di Balik Transisi Kekuasaan Trump: Ancaman bagi Demokrasi?
Baca juga : Rahasia Gelap di Balik Transisi Kekuasaan Trump: Ancaman bagi Demokrasi?
Penderitaan Warga Sipil
Di balik statistik serangan dan analisis militer, ada kisah nyata penderitaan warga sipil yang terus bertambah setiap harinya. Di kota-kota seperti Ternopil, Kherson, dan Zaporizhzhia, warga kini hidup tanpa listrik, air, atau pemanas di tengah suhu yang semakin dingin. Anak-anak tidur dengan mengenakan jaket tebal, sementara orang dewasa mengantri panjang untuk mendapatkan air bersih.
“Semalam adalah malam yang mengerikan,” kata Anna, seorang ibu dari dua anak di Zaporizhzhia. “Kami mendengar ledakan terus-menerus, dan anak-anak saya tidak bisa tidur karena ketakutan. Kini, kami tidak memiliki listrik, dan saya tidak tahu bagaimana kami akan melewati hari ini.”
Badan-badan kemanusiaan internasional telah memperingatkan bahwa serangan semacam ini dapat menyebabkan krisis kemanusiaan yang lebih besar. Palang Merah dan lembaga lainnya sedang meningkatkan upaya mereka untuk mendistribusikan bantuan, tetapi akses ke daerah-daerah tertentu terhambat oleh bahaya serangan lanjutan.
Eskalasi Perang Udara
Serangan ini mencerminkan tren baru dalam perang Rusia-Ukraina, di mana kedua belah pihak semakin mengandalkan serangan udara untuk mencapai tujuan strategis mereka. Ukraina sendiri telah meningkatkan operasi udara terhadap target-target Rusia, termasuk depot amunisi, jalur pasokan, dan pangkalan militer.
Namun, perbedaan mendasar tetap ada. Sementara serangan udara Rusia sering kali menargetkan infrastruktur sipil, Ukraina cenderung fokus pada sasaran militer. Hal ini bertujuan untuk memperlemah kapasitas Rusia di medan perang tanpa memperparah penderitaan warga sipil.
“Kami memahami bahwa perang ini bukan hanya tentang militer, tetapi juga tentang moral dan dukungan rakyat,” kata seorang pejabat Ukraina. “Kami tidak ingin menjadi seperti Rusia, yang menggunakan teror sebagai senjata.”
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dengan musim dingin yang semakin mendekat, serangan udara kemungkinan akan semakin intensif. Rusia tampaknya berkomitmen untuk melanjutkan strategi penghancuran infrastruktur Ukraina, sementara Ukraina terus memperkuat pertahanan udaranya dengan bantuan internasional.
Namun, pertanyaan besar tetap ada: seberapa lama kedua belah pihak dapat mempertahankan intensitas perang ini? Rusia menghadapi tekanan internasional dan sanksi yang terus memperburuk ekonominya, sementara Ukraina bergantung pada dukungan dari Barat untuk tetap bertahan.
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang jelas: penderitaan warga sipil akan terus bertambah jika tidak ada upaya serius untuk mengakhiri konflik ini. Hingga saat itu tiba, langit Ukraina akan tetap dipenuhi ancaman, dan warga di daratan hanya bisa berharap untuk bertahan hidup di bawah bayangan perang. By Mukroni
Foto www.nytimes.com
- Berita Terkait
Chinatown Baru Bangkok: Magnet Wisata Baru yang Memikat Hati Dunia!
Rahasia Gelap di Balik Transisi Kekuasaan Trump: Ancaman bagi Demokrasi?
Armagedon di Dnipro: Rusia Hujani Ukraina dengan Rudal Antarbenua
Bencana Identitas: Menteri Kanada Tersungkur setelah Salah Mengklaim Warisan Pribumi
Mengejutkan! Perampok Beraksi di Kastil Windsor, Keamanan Kerajaan Dipertaruhkan!
Indonesia: Magnet Besar, Tantangan Tak Berujung bagi Investor AS
Dunia Bersatu di Tangan Prabowo: Perjanjian Bersejarah dengan Kanada dan Peru di KTT APEC!
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung