Jakarta, Kowantaranews.com -Pada tanggal 30 Juli 2024, dunia dikejutkan oleh berita pembunuhan Ismail Haniyeh, salah satu pemimpin senior Hamas, di ibu kota Iran, Teheran. Pembunuhan ini tidak hanya mengancam meningkatkan ketegangan di Timur Tengah, tetapi juga berpotensi menggagalkan upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir sepuluh bulan di Gaza. Ismail Haniyeh adalah tokoh kunci dalam negosiasi-negosiasi penting dan diplomasi yang melibatkan Hamas, dan kematiannya membawa implikasi besar bagi stabilitas regional dan proses perdamaian yang rapuh.
Latar Belakang Pembunuhan
Ismail Haniyeh berada di Teheran bersama anggota senior lainnya dari “poros perlawanan” Iran, yang mencakup Hamas di Gaza, Hezbollah di Lebanon, dan Houthi di Yaman, untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran. Hamas dan media negara Iran dengan cepat menuduh Israel sebagai dalang di balik pembunuhan ini. Namun, militer Israel belum memberikan komentar resmi terkait tuduhan tersebut.
Pembunuhan Haniyeh terjadi kurang dari sehari setelah Israel melakukan serangan terhadap komandan Hezbollah di pinggiran Beirut, sebagai balasan atas serangan yang terjadi di kota yang dikuasai Israel yang menewaskan 12 anak dan remaja. Ini berarti Israel kini harus menghadapi potensi serangan balasan tidak hanya dari Hamas dan Hezbollah, tetapi juga dari Iran atas tindakan pembunuhan di wilayahnya.
Dampak pada Diplomasi dan Negosiasi
Sebelum serangan-serangan ini, ada harapan bahwa Israel dan Hamas akan segera mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang di Gaza yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang semakin dalam di wilayah tersebut. Ismail Haniyeh adalah salah satu negosiator utama dalam pembicaraan yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat untuk mengakhiri perang dengan pertukaran tahanan yang ditangkap dalam serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel.
Pembunuhan Haniyeh meninggalkan kekosongan yang signifikan dalam proses negosiasi ini. Sebagai tokoh sentral dalam diplomasi Hamas, kematiannya membuat prospek untuk mencapai kesepakatan semakin tidak jelas. Qatar, yang memainkan peran penting dalam mediasi antara Israel dan Hamas, mengecam pembunuhan ini sebagai “kejahatan keji dan eskalasi berbahaya.” Kementerian Luar Negeri Qatar dalam pernyataannya menyebut bahwa pembunuhan dan penargetan warga sipil di Gaza oleh Israel “membawa wilayah ini menuju kekacauan.”
Baca juga : Israel Konfirmasi Kematian Komandan Hamas di Tengah Pemakaman Dua Militan Senior
Baca juga : Turki Blokir Instagram, Malaysia Kecam Meta Terkait Penghapusan Ucapan Belasungkawa untuk Ismail Haniyeh
Baca juga : Kehilangan Besar: Pembunuhan Ismail Haniyeh dan Reaksi Warga Palestina
Reaksi Internasional
Reaksi internasional terhadap pembunuhan ini bervariasi, namun sebagian besar mengecam tindakan tersebut dan mengkhawatirkan eskalasi lebih lanjut. Sekretaris Pertahanan AS, Lloyd J. Austin, menyatakan bahwa pemerintah AS akan “bekerja keras untuk memastikan bahwa kami melakukan segala hal untuk menurunkan suhu dan menangani masalah ini melalui cara diplomatik.”
Di sisi lain, pembunuhan ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang kemampuan keamanan Iran untuk melindungi tokoh-tokoh penting di ibu kotanya. Haniyeh, yang berbasis di Qatar sejak 2017, sebelumnya telah bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, hanya beberapa jam sebelum kematiannya. Ini menandakan pelanggaran serius dalam keamanan Iran dan meningkatkan kekhawatiran tentang kemampuan Israel untuk menargetkan pemimpin-pemimpin kunci di wilayah musuh.
Konteks Regional dan Sejarah Pembunuhan
Israel telah melakukan sejumlah pembunuhan berprofil tinggi di Iran dalam beberapa tahun terakhir, yang telah memicu alarm dan memaksa Iran untuk melakukan perombakan keamanan. Iran dan Israel telah berperang secara rahasia melalui proksi dan pembunuhan yang ditargetkan selama bertahun-tahun. Pada bulan April, Iran meluncurkan ratusan rudal ke Israel setelah serangan Israel terhadap komandan Iran di Suriah.
Pembunuhan Haniyeh menambah daftar panjang insiden kekerasan di Timur Tengah yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Konflik ini berakar dari berbagai faktor politik, agama, dan etnis yang kompleks. Hamas, sebagai salah satu kelompok perlawanan utama Palestina, telah berulang kali terlibat dalam konflik bersenjata dengan Israel sejak pendiriannya pada akhir 1980-an. Di sisi lain, Iran telah lama menjadi pendukung utama Hamas, memberikan dukungan finansial dan militer kepada kelompok tersebut dalam perjuangannya melawan Israel.
Implikasi untuk Keamanan Regional
Pembunuhan Haniyeh memiliki implikasi luas bagi keamanan regional. Iran, yang telah lama menjadi musuh utama Israel, kemungkinan akan merespons dengan mendukung serangan balasan oleh kelompok-kelompok militan yang didukungnya. Hezbollah di Lebanon, yang telah lama beroperasi sebagai proksi Iran, mungkin juga akan meningkatkan aktivitas militernya sebagai tanggapan atas pembunuhan ini.
Selain itu, ketegangan antara Israel dan Iran dapat dengan mudah meluas menjadi konflik yang lebih besar yang melibatkan negara-negara lain di kawasan tersebut. Negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang telah memperbaiki hubungan mereka dengan Israel dalam beberapa tahun terakhir, mungkin merasa terdorong untuk mengambil sikap lebih tegas terhadap Iran sebagai respons terhadap eskalasi ini.
Prospek Masa Depan
Dengan kematian Haniyeh, masa depan negosiasi antara Israel dan Hamas menjadi sangat tidak pasti. Sejauh ini, tidak jelas siapa yang akan menggantikan Haniyeh dalam peran negosiasi dan apakah tokoh penggantinya memiliki kapasitas dan pengaruh yang sama untuk melanjutkan pembicaraan dengan Israel.
Selain itu, pembunuhan ini juga dapat mempengaruhi dinamika internal Hamas. Haniyeh adalah tokoh yang dihormati dan memiliki pengaruh besar di dalam organisasi. Kehilangannya bisa menyebabkan ketegangan dan perpecahan di antara faksi-faksi yang berbeda di dalam Hamas, yang pada gilirannya bisa melemahkan posisi kelompok tersebut dalam negosiasi dengan Israel.
Di sisi lain, Israel juga menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas internalnya sendiri. Serangan balasan dari kelompok-kelompok militan yang didukung Iran, seperti Hamas dan Hezbollah, bisa menyebabkan peningkatan ketegangan di dalam negeri dan memperburuk situasi keamanan yang sudah rapuh.
Pembunuhan Ismail Haniyeh adalah peristiwa yang mengubah lanskap politik dan diplomatik di Timur Tengah. Dampaknya terhadap proses perdamaian antara Israel dan Hamas, serta terhadap keamanan regional secara keseluruhan, sangat signifikan. Saat dunia menyaksikan perkembangan ini, harapan untuk mencapai perdamaian yang langgeng di Timur Tengah tampaknya semakin jauh dari jangkauan.
Dalam jangka pendek, kemungkinan besar kita akan melihat peningkatan kekerasan dan eskalasi militer di kawasan tersebut. Namun, dalam jangka panjang, peristiwa ini bisa menjadi pemicu bagi upaya diplomatik yang lebih intensif untuk mencapai solusi yang adil dan damai bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik ini. Hanya dengan demikian, stabilitas dan perdamaian yang langgeng di Timur Tengah dapat tercapai.*Mukroni
Sumber nytimes.com
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Israel Konfirmasi Kematian Komandan Hamas di Tengah Pemakaman Dua Militan Senior
Kehilangan Besar: Pembunuhan Ismail Haniyeh dan Reaksi Warga Palestina
Assassination of Hamas Leader Ismail Haniyeh: A New Hurdle in Middle East Peace Efforts
Adidas Minta Maaf kepada Bella Hadid Setelah Iklan Memicu Kontroversi dengan Pendukung Israel
Protes Besar-besaran di Depan Kongres AS Menyoroti Ketidakpuasan Terhadap Kebijakan AS-Israel
Adidas Dihujani Kritik Usai Menarik Iklan Bella Hadid Karena Desakan Pro-Israel
Yemen Celebrates in the Streets Following Successful Drone Strike on Tel Aviv
UK’s New PM Keir Starmer Calls for Urgent Gaza Ceasefire and Two-State Solution
Netanyahu Announces Israeli Delegation to Cairo for Ceasefire Talks Amid Ongoing Gaza Conflict
Hamas Accuses Israel of Stalling in Gaza Ceasefire Talks, Awaits Mediator Updates
Gaza War Spurs Surge in Terrorist Recruitment, Warns U.S. Intelligence
Heavy Fighting in Gaza Forces Thousands to Flee Again Amid Ongoing Conflict
Gaza Summer: Sewage, Garbage, and Health Risks in War-Torn Tent Camps
Head of Gaza’s Largest Hospital Released by Israel After Seven Months of Detention
Kisah Pegunungan Bani Yas’in: Esau bin Ishaq dan Keberanian Bani Jawa dalam Catatan Ibnu Khaldun
Unimaginable Suffering: A Hull Surgeon’s Mission to Aid Gaza’s War-Torn Civilians
Escalating Tensions: Israel and Hezbollah Edge Closer to Conflict Amid Rocket Fire and Threats
Netanyahu Announces Imminent Conclusion of Gaza Conflict’s Intense Phase
Gaza’s Overlooked Hostages: Thousands Held Without Charge in Israeli Detention
Chilean Art Exhibition Celebrates Palestinian Solidarity
Houthi Rebels Sink Bulk Carrier in Red Sea Escalation Amid Israel-Hamas Conflict
Tragedi Kemanusiaan di Gaza: Serangan Israel Menewaskan Sedikitnya 42 Orang
Kuba Ikut Dalam Gugatan Internasional Afrika Selatan di ICJ Mengenai Tindakan Israel di Gaza
Mengapa Gaza Adalah Zona Perang Terburuk: Perspektif Ahli Bedah Trauma David Nott
Armenia Resmi Akui Palestina sebagai Negara di Tengah Konflik Gaza-Israel
Qatar Lakukan Negosiasi Intensif untuk Gencatan Senjata Israel-Hamas
Day 256: Gaza Under Siege – Israel’s Airstrikes Claim Dozens of Lives
Pengunduran Diri Pejabat AS Stacy Gilbert: Protes terhadap Kebijakan Bantuan Kemanusiaan di Gaza
Idul Adha di Tengah Konflik: Ketika Kegembiraan Berganti Kesedihan di Gaza
Tragedi di Rafah: Delapan Tentara Israel Tewas dalam Pertempuran Terbaru di Jalur Gaza
AS menjatuhkan sanksi pada ‘kelompok ekstremis Israel’ karena memblokir bantuan Gaza
Langkah Israel: ‘Jeda Taktis’ untuk Meringankan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza oleh Qatar dan Mesir: Langkah Baru Menuju Perdamaian
Akhir yang Mendekat bagi Pemerintahan Netanyahu yang Terpecah
Krisis Kemanusiaan di Gaza: Keputusasaan di Tengah Pertempuran
Ketegangan AS-Israel: Perdebatan atas Berbagi Informasi Intelijen
Tekanan Boikot Israel terhadap Merek-merek Amerika di Timur Tengah
$7.000 untuk Keluar dari Gaza: Eksploitasi Warga Palestina yang Melarikan Diri ke Mesir
Krisis Kemanusiaan di Gaza Meningkat, Yordania Gelar Pertemuan Darurat Internasional
Transformasi Ekonomi Global: Dampak Penghentian Perjanjian Petro Dollar oleh Arab Saudi
Rencana Gencatan Senjata Gaza Terhambat oleh Perubahan Usulan dari Hamas, Klaim AS
HRW: Penggunaan Kelaparan oleh Israel sebagai Senjata Perang di Gaza Merupakan ‘Kejahatan Perang’
PBB Temukan Bukti Kejahatan Kemanusiaan oleh Israel di Gaza
Resolusi DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza: Langkah Menuju Perdamaian yang Tantangannya Besar”
Pertemuan Tegang di Kairo: Morsi Dituduh Mengimplikasikan Yahudi Mengendalikan Media AS
Gideon Levy: Pendudukan Israel Tidak Akan Berakhir Sampai Mereka Membayar Akibatnya
Ribuan Orang Berkumpul di Luar Gedung Putih untuk Memprotes Perang di Gaza
Benny Gantz Mengundurkan Diri dari Kabinet Perang: Pukulan Telak bagi Netanyahu
Kebencian terhadap Netanyahu Meningkat di Tengah Isolasi Internasional Israel
Dewan Menteri D-8 Serukan Gencatan Senjata “Segera, Permanen, Tanpa Syarat” di Gaza
Israel Menyerang Sekolah di Gaza yang Menampung Pengungsi Palestina, Menewaskan Sedikitnya 40 Orang
Bagaimana “Le Monde” Meliput Konflik Israel-Palestina Sejak 1945
Spanyol Ikut Campur dalam Kasus Genosida Afrika Selatan Terhadap Israel di ICJ
Bernie Sanders: Menghormati Netanyahu dengan Pidato Kongres adalah Kesalahan Besar
Gideon Levy Mengkritik Media Israel yang Tidak Memperlihatkan Penderitaan di Gaza
Kontroversi di Parlemen Prancis: Bendera Palestina di Tengah Isu Politik Sensitif
Lapid Kecam Smotrich dan Ben Gvir atas Ancaman Gulingkan Koalisi Terkait Gencatan Senjata Sandera
Macklemore: Melawan Apartheid demi Kemerdekaan Palestina di Tengah Konflik Gaza
Mesir Bergabung dalam Kasus Genosida terhadap Israel di Pengadilan