Jakarta, Kowantaranews.com -Serangan udara Israel yang intens pada awal Oktober 2024 telah mengakibatkan kehancuran besar-besaran di Beirut, Lebanon, dan sekitarnya, meninggalkan luka mendalam bagi negara yang sudah lama dilanda konflik. Serangan ini adalah bagian dari operasi militer yang lebih luas, dengan Israel secara agresif menargetkan fasilitas milik Hizbullah dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Namun, dampaknya jauh lebih besar daripada sekadar menargetkan organisasi militer: ribuan warga sipil terbunuh, ribuan lainnya terluka, dan gelombang besar pengungsi melarikan diri dari zona perang yang kian meluas.
Lebanon, sebuah negara yang telah lama menjadi pusat ketegangan geopolitik di Timur Tengah, kini kembali terjebak dalam siklus kekerasan yang tampaknya tak berujung. Serangan Israel ini bukanlah kali pertama, dan sejarah konflik panjang antara kedua negara semakin menambah kompleksitas situasi.
Latar Belakang Konflik: Israel dan Hizbullah
Hizbullah, organisasi bersenjata yang juga berperan sebagai partai politik di Lebanon, menjadi target utama Israel. Didirikan pada 1980-an sebagai gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Lebanon Selatan, Hizbullah telah berkembang menjadi kekuatan politik dan militer yang signifikan di wilayah tersebut. Dengan dukungan Iran, Hizbullah memiliki senjata canggih dan milisi yang terorganisir, yang membuatnya menjadi ancaman langsung bagi Israel.
Namun, di balik militernya, Hizbullah juga memainkan peran penting dalam kehidupan sosial di Lebanon. Organisasi ini menjalankan berbagai layanan sosial, mulai dari klinik kesehatan hingga sekolah-sekolah. Dalam banyak kasus, warga Lebanon lebih bergantung pada dukungan Hizbullah daripada pada pemerintah Lebanon yang lemah, terutama di daerah-daerah yang terlupakan oleh negara. Oleh karena itu, ketika Israel menyerang klinik-klinik yang dikelola Hizbullah, seperti yang terjadi pada awal Oktober ini, dampaknya terasa tidak hanya di medan pertempuran tetapi juga di tengah kehidupan sehari-hari warga sipil.
Israel mengklaim bahwa serangan tersebut sah karena menargetkan infrastruktur milik organisasi yang mereka anggap sebagai teroris. Namun, bagi banyak pihak, termasuk lembaga internasional, serangan ini melanggar hukum humaniter internasional yang melarang serangan terhadap fasilitas kesehatan. Klinik-klinik yang dikelola Hizbullah, meskipun terkait dengan organisasi bersenjata, juga melayani warga sipil, dan penghancurannya menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah.
Dampak Serangan: Runtuhnya Infrastruktur dan Krisis Kemanusiaan
Lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam gelombang serangan udara yang terjadi antara 2 hingga 3 Oktober 2024, dan ribuan lainnya terluka. Serangan ini tidak hanya menghancurkan fasilitas milik Hizbullah, tetapi juga menargetkan infrastruktur penting di Lebanon, termasuk jaringan listrik, jalan raya, dan bangunan perumahan. Akibatnya, banyak wilayah di Beirut dan kota-kota sekitarnya mengalami pemadaman listrik, dan akses ke air bersih menjadi sangat terbatas.
Di tengah situasi darurat ini, tim penyelamat dan organisasi kemanusiaan berjuang untuk membantu para korban. Namun, dengan terbatasnya sumber daya dan infrastruktur yang rusak, bantuan tidak bisa menjangkau semua orang yang membutuhkannya. Sebagian besar rumah sakit di Beirut kewalahan dengan jumlah korban luka yang terus meningkat, sementara pasokan obat-obatan semakin menipis. Situasi semakin diperparah oleh kurangnya bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan generator listrik di rumah sakit dan fasilitas penting lainnya.
Selain korban tewas dan terluka, lebih dari satu juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, menciptakan krisis pengungsi yang semakin memperparah penderitaan rakyat Lebanon. Banyak dari mereka yang melarikan diri terpaksa tinggal di kamp-kamp pengungsian darurat, dengan kondisi yang tidak memadai untuk menampung jumlah pengungsi yang sangat besar. Pengungsi ini tidak hanya berasal dari Beirut, tetapi juga dari berbagai wilayah Lebanon Selatan yang menjadi medan perang antara militer Israel dan Hizbullah.
Baca juga : Konspirasi Gelap Israel: Mossad Hancurkan Hezbollah dan Guncang Iran dari Dalam
Baca juga : Serangan Israel Tewaskan Nasrallah: Menabur Angin, Menuai Badai di Lebanon!
Hukum Humaniter dan Reaksi Internasional
Kritik keras terhadap serangan Israel datang dari berbagai pihak, termasuk organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka mengecam serangan terhadap fasilitas kesehatan dan infrastruktur sipil lainnya sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Menurut Konvensi Jenewa, serangan terhadap fasilitas kesehatan, bahkan jika di dalamnya terdapat kombatan yang terluka, adalah dilarang. Dalam perang, rumah sakit dan fasilitas medis harus dilindungi, terlepas dari afiliasi politik atau militer dari pasien yang mereka rawat.
Namun, Israel tetap teguh pada posisinya bahwa serangan tersebut adalah bagian dari operasi militer yang sah. Mereka menuding Hizbullah menggunakan fasilitas sipil sebagai tameng untuk aktivitas militer mereka, sebuah tuduhan yang seringkali digunakan oleh Israel dalam upaya membenarkan serangan terhadap target-target sipil. Pemerintah Israel juga menegaskan bahwa serangan ini dilakukan untuk membela diri dari ancaman Hizbullah, yang dalam beberapa minggu terakhir meluncurkan serangan roket ke wilayah Israel sebagai solidaritas dengan warga Palestina di Gaza yang juga menghadapi serangan Israel.
Sementara itu, reaksi internasional tetap terpecah. Beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat, cenderung mendukung tindakan Israel, dengan alasan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri dari ancaman teroris. Namun, banyak negara lain, terutama di Timur Tengah, mengutuk serangan tersebut sebagai tindakan agresi yang tidak proporsional dan melanggar hukum internasional.
Ketegangan Internal di Lebanon: Krisis Politik dan Ekonomi
Serangan Israel ini terjadi di tengah situasi politik yang sudah sangat rapuh di Lebanon. Sejak 2022, negara tersebut tidak memiliki presiden dan perdana menteri definitif, dengan jabatan-jabatan penting negara kosong karena perselisihan politik yang tak kunjung selesai. Krisis ini semakin diperparah oleh kondisi ekonomi yang semakin memburuk sejak 2019, di mana inflasi melonjak, mata uang anjlok, dan tingkat pengangguran meningkat tajam. Warga Lebanon telah berulang kali turun ke jalan untuk memprotes kebijakan pemerintah yang dinilai tidak mampu mengatasi krisis.
Dalam kondisi negara yang lumpuh, kekuatan-kekuatan non-negara seperti Hizbullah, Amal, dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya justru semakin dominan. Kelompok-kelompok ini tidak hanya memiliki sayap militer yang kuat, tetapi juga mengendalikan sektor-sektor penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi Lebanon. Dalam banyak hal, pemerintah Lebanon yang resmi hampir tidak memiliki kontrol efektif atas sebagian besar wilayah negara.
Kondisi ini membuat Lebanon semakin rentan terhadap serangan eksternal seperti yang dilakukan Israel. Ketidakmampuan pemerintah untuk melindungi warganya dan memberikan layanan dasar hanya memperburuk penderitaan rakyat Lebanon. Krisis politik dan ekonomi yang sudah berkepanjangan semakin memperlemah posisi Lebanon dalam menghadapi serangan militer yang terus berulang.
Masa Depan Lebanon: Di Bawah Bayang-bayang Perang
Serangan terbaru Israel terhadap Lebanon ini sekali lagi menunjukkan betapa rentannya negara ini terhadap konflik bersenjata di kawasan. Dalam sejarahnya, Lebanon telah menjadi ajang pertempuran berbagai kepentingan asing, mulai dari pendudukan Israel dan Suriah, hingga keterlibatan langsung pasukan asing dari Amerika Serikat, Inggris, Italia, dan bahkan pasukan penjaga perdamaian PBB. Setiap kali Lebanon mencoba bangkit dari konflik, serangan baru selalu kembali menghancurkan apa yang tersisa.
Kini, dengan infrastruktur yang hancur, ribuan korban tewas, dan jutaan pengungsi, masa depan Lebanon semakin suram. Krisis politik yang tak kunjung selesai, ditambah dengan kekuatan militer non-negara yang semakin menguat, membuat solusi jangka panjang untuk konflik ini tampak semakin jauh dari jangkauan. Bagi rakyat Lebanon, penderitaan mereka tampaknya akan terus berlanjut di tengah kekejaman perang yang tak berkesudahan. *Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Konspirasi Gelap Israel: Mossad Hancurkan Hezbollah dan Guncang Iran dari Dalam
Serangan Israel Tewaskan Nasrallah: Menabur Angin, Menuai Badai di Lebanon!
Politik Perang Netanyahu: Kekuasaan di Atas Penderitaan Rakyat!
Netanyahu Bicara Damai di PBB Sambil Kirim Bom ke Lebanon: Ironi di Tengah Perang
Semua Salah Kecuali Israel: Netanyahu Pidato di Depan Kursi Kosong PBB
Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!
Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina
Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit